HKI  

Urgensi Perlindungan Pengetahuan Tradisional: Studi Kasus Pacu Jalur Dalam Perspektif HKI

Oleh: Khuzaifi Amir Magister - Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia

admin
Foto: Khuzaifi Amir - (Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia)
Foto: Khuzaifi Amir - (Magister Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia)

Studi Kasus Pacu Jalur Dalam Perspektif HKI – Indonesia sebagai negara yang kaya akan budayanya adalah suatu permata keanekaragaman dan salah satu warisan tak ternilai di antaranya adalah tradisi Pacu Jalur. Yang pada akhir-akhir ini menjadi sorotan di kancah internasional. Pacu Jalur merupakan tradisi balapan perahu panjang dari Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Lebih dari sekadar ajang olahraga, Pacu Jalur merupakan manifestasi mendalam dari kearifan lokal, keterampilan turun-temurun, dan nilai-nilai komunal yang telah berakar selama berabad-abad. Dalam era globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, isu perlindungan pengetahuan tradisional seperti Pacu Jalur melalui Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menjadi sangat penting di tengah adanya konflik saling mengakui/claiming dari negara tetangga (Malaysia).

Baca juga: Melindungi Pengetahuan Tradisional: Kunci Kedaulatan Budaya dan Ekonomi di Era Globalisasi

Mengapa Pacu Jalur Perlu Dilindungi?

Pacu Jalur bukan sekadar nama atau atraksi visual, ia mencakup pengetahuan mendalam tentang pembuatan jalur (perahu), teknik mendayung yang khas, filosofi di balik ukiran dan ornamen, lagu-lagu pengiring, hingga ritual-ritual yang menyertainya. Semua elemen ini adalah akumulasi kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tanpa perlindungan yang memadai, potensi eksploitasi dan klaim kepemilikan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab sangat terbuka.

Bayangkan jika suatu perusahaan asing melakukan pembajakan desain jalur atau teknik mendayung spesifik dari Pacu Jalur tanpa izin, atau jika lagu-lagu tradisionalnya dikomersialkan tanpa atribusi dan bagi hasil yang adil kepada komunitas pemilik. Ini akan menjadi kerugian budaya dan ekonomi yang tak terhingga bagi masyarakat Kuantan Singingi dan Indonesia secara keseluruhan.

Budaya Pacu Jalur perlu ditetapkan sebagai HKI atau warisan budaya asal Indonesia di kancah internasional mengingat saling mengakui dengan negara tetangga terkait budaya bukanlah hal yang terjadi pertama kali, sebelumnya pernah ada makanan, tarian, keturunan dan semacamnya. Oleh karena itu penetapan HKI untuk budaya Pacu Jalur harus segera dilakukan.

Peran HKI dalam Perlindungan Pengetahuan Tradisional

Sistem HKI, yang umumnya dikenal melalui paten, merek, dan hak cipta, awalnya dirancang untuk melindungi inovasi dan kreasi individual. Namun, pengetahuan tradisional seringkali bersifat diwariskan secara lisan, yang tidak sepenuhnya cocok dengan skema Hak Kekayaan Intelektual secara konvensional. Inilah mengapa diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif mengenai hal-hal tersebut.

Beberapa opsi dan pendekatan yang bisa dipertimbangkan meliputi:

Indikasi Geografis

Pasal 1 angka 6 UU No. 20 Tahun 2016 mendefinisikan Indikasi Geografis “Suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.” Meskipun lebih sering diterapkan pada produk pertanian atau kerajinan tangan yang kualitasnya terkait dengan asal geografis, Indikasi Geografis bisa menjadi alat untuk melindungi aspek tertentu dari Pacu Jalur yang secara unik berasal dari Kuantan Singingi, seperti material kayu tertentu atau teknik ukiran yang hanya ditemukan di sana.

Pencatatan dan Dokumentasi

Mendokumentasikan secara komprehensif seluruh aspek Pacu Jalur (melalui film, buku, basis data digital) adalah langkah awal yang vital. Dokumentasi ini dapat menjadi bukti kepemilikan dan keaslian, mencegah klaim pihak lain, dan berfungsi sebagai “gerbang informasi” untuk siapa pun yang ingin menggunakan atau mempelajari budaya tersebut.

Perlindungan Hak Cipta Kolektif

Untuk lagu atau ekspresi budaya lainnya, konsep hak cipta kolektif bisa diperkuat, memungkinkan komunitas untuk mengelola dan melisensikan penggunaan karya-karya mereka.

 Tantangan dan Harapan

Perlindungan pengetahuan tradisional, termasuk Pacu Jalur, memang menghadapi tantangan. Definisi yang kabur, sifat komunal, dan perbedaan antara hukum adat dan hukum positif menjadi hambatan. Namun, dengan semakin meningkatnya kesadaran global akan pentingnya pelestarian budaya, ada harapan untuk pengembangan kerangka hukum yang lebih inklusif.

Untuk itu, pemerintah Indonesia, bersama dengan komunitas adat, akademisi, dan praktisi HKI, perlu bekerja sama dalam merumuskan kebijakan yang efektif. Tentunya, ini bukan hanya tentang melindungi aset budaya, tetapi juga tentang pemberdayaan ekonomi komunitas dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat terus berinteraksi dengan dan melestarikan warisan berharga ini.

Oleh karena itu, melindungi Pacu Jalur melalui HKI adalah investasi dalam identitas bangsa, pengakuan atas kearifan nenek moyang, dan jaminan keberlanjutan bagi salah satu mutiara budaya Indonesia. Ini adalah langkah proaktif untuk memastikan bahwa kekayaan tak benda ini tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan memberikan manfaat yang adil bagi pemilik aslinya.

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Pacu_jalur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *