Lantas, jika sudah dilindungi tanpa dicatatkan bagaimana? mengapa pencatatan hak cipta itu penting?
Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelindungan hak cipta dilakukan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan Pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan Penggandaan Ciptaan tersebut (UU Hak Cipta, Pasal 40 Ayat (3)).
Pengumuman sendiri memiliki arti pembacaan, penyiaran, pameran, suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun baik elektronik atau non elektronik atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain (UU Hak Cipta, Pasal 1 angka 11).
Secara sederhana, sebuah ciptaan secara otomatis dilindungi setelah memiliki bentuk fisik meskipun belum dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Menjadi Bukti Kepemilikan Berkekuatan Hukum
Sama halnya dengan kepemilikan terhadap aset benda, pencatatan perlu dilakukan guna membuktikan kepemilikan atas Ciptaan dan menguatkan posisi si Pencipta manakala terjadi sengketa.
Contoh kasus yang dapat dijadikan pelajaran terkait kekuatan hukum dari kepemilikan hak cipta adalah kasus Gen Halilintar yang telah memodifikasi lagu milik Siti Badriah untuk dibawakan di dalam kanal YouTube mereka.
Yogi Adi Setyawan selaku Pencipta atau label Nagaswara sebagai pemegang hak cipta mengajukan gugatan ke pengadilan atas dasar bahwa kegiatan tersebut merupakan kegiatan komersil yang dilakukan tanpa izin sehingga melanggar UU Hak Cipta (Sihotang, 2022).
Meskipun kalah di tingkat Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Nagaswara mengajukan Kasasi hingga akhirnya MA memberikan hukuman pada keluarga Atta Halilintar untuk ganti rugi sebesar 300 juta rupiah.
Komersialisasi, Lisensi dan Royalti
Hak Cipta yang dimiliki Pencipta/Pemegang Hak Cipta memberikan mereka hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan melalui berbagai kegiatan seperti penerbitan, penggandaan dalam segala bentuk, penerjemahan, pengadaptasian, pendistribusian dan lain sebagainya.
Selain itu, terdapat istilah yang dikenal dengan sebutan lisensi. Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.
Sebagai contoh: Lagu yang diciptakan oleh Ahmad Dhani dapat dilisensikan ke pihak lain. Tentu saja melalui perjanjian tertulis, untuk misalnya diterjemahkan ke bahasa lain, dinyanyikan dalam sebuah pertunjukan dan seterusnya.
PP Nomor 56 Tahun 2021
Pencipta, Pemegang Hak Cipta/Hak Terkait akan mendapatkan yang disebut dengan royalti. Bentuk layanan publik yang menggunakan ciptaan secara komersial dan diwajibkan membayar royalti dimuat dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik Pasal 3 ayat (2).
Pasal tersebut meliputi antara lain: seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke.
Baca juga: Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektua, Sudah Siapkah?
Besaran Tarif Royalti
Besaran tarif royalti untuk semua pengguna yang akan melakukan kegiatan komersial dengan menggunakan musik dan lagu, ditetapkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, tentang Pengesahan Tarif Royalti untuk Pengguna yang Melakukan Kegiatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu.
Sebagai contoh, dalam kasus perdebatan hak cipta antara Ahmad Dhani dengan Once (mantan vokalis Dewa 19). Ahmad Dhani sebagai Pencipta dari lagu-lagu Dewa 19 berhak menerima royalti jika lagu-lagu ciptaannya dinyanyikan dalam sebuah konser musik.
Adapun yang membayar royalti adalah penyelenggara konser dan bukan pengisi acara. Tarif royalti konser musik dengan penjualan tiket dihitung berdasarkan hasil kotor penjualan tiket dikali 2% ditambah dengan tiket yang digratiskan dikali 1%, sedangkan tarif royalti dihitung berdasarkan biaya produksi musik dikali 2% untuk konser gratis.
Lembaga Manajemen Kolektif Nasiona (LMKN)
Tugas LMKN adalah menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada para Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait. Perlu di ketahui bahwa pada Pasal 15 ayat (1) dan ayat (3) PP Nomor 56 Tahun 2021, disebutkan bahwa royalti yang tidak diketahui dan/atau belum menjadi anggota dari LMK, disimpan dan diumumkan oleh LMKN selama 2 tahun untuk diketahui Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait.
Jika dalam jangka waktu tersebut tetap tidak diketahui dan/atau tidak menjadi anggota LMK, maka royalti akan menjadi dana cadangan LMKN. Oleh karena itu bagi Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan pemilik Hak Terkait untuk lagu dan/atau musik, selain mencatatkan hak cipta juga perlu mendaftarkan diri ke LMK agar mendapatkan royalty yang merupakan haknya.
Kesimpulan
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual selalu terbuka kepada masyarakat untuk melakukan pencatatan suatu ciptaan, meskipun memang tidak diwajibkan. Namun dengan melakukan pencatatan tersebut seorang Pencipta memiliki bukti kepemilikan yang memiliki kekuatan hukum saat terjadi sengketa.
Jadi seorang pencipta berhak menuntut ke Pengadilan Niaga. Hal ini dapat dilakukan jika ditemukan pelanggaran hak cipta seperti modifikasi atau adaptasi tanpa izin hingga plagiarisme dan pembajakan, karena hal ini tentu merugikan Pencipta dari sisi ekonomi.
Pencipta juga dapat mengklaim hak ekonominya dari pelaksanaan komersialisasi ciptaannya sendiri, atau melalui pemberian lisensi ke pihak lain untuk mendapatkan royalti.
Sumber:
Admin (2022, Agustus 22). https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/plt-dirjen-kekayaan-intelektual-catatkan-karya-cipta-memperkuat-bukti-kepemilikan-hak-cipta?kategori=
Sihotang, Lesson (2022). Perlindungan Hukum Terhadap Pencipta dan Pemegang Hak Cipta Lagu “Lagi Syantik” (Studi Putusan No. 82/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2019/PN NIAGA JKT.PST), Visi Ilmu Sosial dan Humaniora (VISH) Volume 03 No 01 Juni 2022 (18-36)
Noviandi, F. (2022). Kronologi Gugatan Nagaswara terhadap Gen Halilintar, Berakhir dengan Syantik. suara.com. https://www.suara.com/entertainment/2022/05/21/154216/kronologi-gugatan-nagaswara-terhadap-gen-halilintar-berakhir-dengan-syantik
Responses (3)