Hukum  

Mengapa Belajar Filsafat Hukum?

Oleh: Fokky Fuad Wasitaatmadja Associate Professor Universitas Al Azhar Indonesia

admin
Filsafat Hukum (foto: freepik.com)
Filsafat Hukum (foto: freepik.com)

Filsafat bukanlah yang baru dalam ranah ilmu pengetahuan. Filsafat sendiri diambil dari dua kata, yaitu: philo yang bermakna mencintai, dan sophia yang bermakna bijaksana. Dua kata tersebut membentuk kata Philosophy, dan kita menyebutnya dengan kata filsafat. Kata Filsafat dengan demikian bermakna pula sebagai orang yang mencintai hal-hal yang bijaksana. Filsafat mengajak manusia untuk menjadi bijak (https://rumahfilsafat.com/2010/08/21/filsafat-sebagai-jalan-hidup/).

Memahami Filsafat

Filsafat sendiri lahir sebagai reaksi atas adanya pemikiran tahayul yang ada pada masa Yunani kuno, seperti: meyakini adanya dewa-dewi yang mengendalikan dunia. Segelintir orang sebagai pemikir kala itu menolak konsep paganisme ini. Segelintir pemikir ini mencoba merenung dan memahami secara mendalam hakikat manusia dan alam semesta. Untuk apa manusia ada di tengah alam yang luas? Apakah alam memiliki peran penting bagi manusia? Mengapa manusia itu ada? Untuk apa manusia itu ada? Apa yang dimaksud mengetahui? Apa yang kita ketahui? Bagaimana cara kita mengetahui? (https://phil.ufl.edu/what-is-philosophy/). Masih banyak pertanyaan yang dikemukakan oleh para pemikir ini. Kesemuanya mencari hal yang sederhana tentang kebenaran. Pemikiran tentang apa dimaksud dengan benar ini melahirkan cabang filsafat ontologi.

***

Untuk menguak kebenaran diterapkan metode tertentu yang kemudian disebut Epistemologi yang kemudian berkembang menjadi salah satu cabang tersendiri yaitu Filsafat Epistemologi. Epistemologi berupaya menguak kebenaran melalui metode yang benar. Dalam hal ini bukan hanya tentang mencari kebenaran, tetapi juga bagaimana mencari yang benar itu dengan cara dan metode yang benar. Epistemologi sebagai cabang filsafat ini adalah body of knowledge, tubuh dari pengetahuan.

***

Pertanyaan selanjutnya adalah untuk apa kita mencari kebenaran itu? Setelah mencapai kebenaran lalu setelah itu apa? Apakah ada nilai tertentu yang kita peroleh setelah kita memperoleh kebenaran? Lalu apakah kebenaran yang kita peroleh merupakan hal yang bersifat final? Pertanyaan ini terus terlontar, dan mengakibatkan pertanyaan tidak pernah berhenti. Maka dalam filsafat terdapat kalimat sederhana: mulailah dengan pertanyaan, dan akhiri pula dengan pertanyaan. Dalam tahap ini muncullah cabang filsafat yang disebut aksiologi, memaknai tujuan yang bernilai dari upaya mencari kebenaran.

***

Karakter utama berfikir filsafat adalah: relatif, komprehensif, mendalam, serta juga spekulatif. Relatif karena tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak. Komprehensif karena filsafat mengajak manusia untuk berfikir apapun yang dapat ia fikirkan. Mendalam (radikal) karena filsafat mengajak manusia untuk berfikir hingga ke akar masalahnya. Spekulatif karena filsafat mengajarkan bahwa kebenaran yang hendak dicapai belum tentu diperoleh.

Berfikir mendalam menghasilkan sebuah kebenaran menjadi metode baku dalam ilmu pengetahuan. Ragam kebenaran yang dihasilkan dari proses manusia berfikir menjadikan manusia haruslah bersifat bijak dalam menyikapi kebenaran yang ada di hadapannya. Disinilah makna filsafat kembali diungkap: menjadi bijak sebagai manusia berilmu. Filsafatpun lambat laun menjadi induk dari ilmu pengetahuan (https://itjen.kemdikbud.go.id/web/menelisik-hubungan-filsafat-dan-ilmu-pengetahuan/).

Filsafat Hukum sebuah Pengenalan

Ilmu Hukum, sebagai pengetahuan mendapatkan nafas filsafat pula. Filsafat mencoba mempertanyakan apa hakikat terdalam dari ilmu hukum itu? Mengapa hukum ada? Bagaimana metode yang digunakan untuk mencapai keadilan? Apakah tujuan dari terciptanya keadilan hukum?

Filsafat sendiri dalam body of knowledge of legal science diletakkan dalam puncak hirarki ilmu pengetahuan hukum. Filsafat berada di puncak hirarki karena darinyalah manusia diajak untuk berfikir kritis dan mendalam terhadap hakikat ilmu hukum. Dari sinilah lahir teori-teori hukum sebagai proses berfikir mendalam tadi. Sehingga posisi teori hukum dalam hirarki ilmu hukum berada pada peringkat kedua di bawah Filsafat Hukum.

***

Teori yang dihasilkan kemudian digunakan untuk menciptakan dogma-dogma peraturan hukum. Peraturan dan norma-norma hukum tidak sekedar tercipta atas dasar keinginan si pembuat hukum, tetapi harus melandaskan pada teori, sedangkan teori itu sendiri melandaskan pada filsafat hukum. Para pembentuk Undang-undang pasti faham bahwa membentuk sebuah peraturan perundangan harus bertitik tolak dari sebuah teori hukum, sedangkan teori hukum itu sendiri muncul dari konsep berfikir kritis dalam filsafat hukum. Undang-undang tidak jatuh dari langit, melainkan taraf in concreto dari teori dan filsafat hukum. Dalam hal dapat diketahui bahwa dalam hirarki ilmu hukum terdapat 3 tingkat: Filsafat Hukum, Teori Hukum, dan terakhir adalah Dogmatika Hukum (Rianto, et.al, 2023).

Mempelajari dogma-dogma hukum dengan beragam peraturan perundangan yang ada hingga putusan pengadilan hanyalah sebagian dari seluruh bangunan ilmu hukum yang harus dikuasai oleh para pembelajar hukum untuk menjadi ahli hukum yang paripurna. Belajar hukum tidaklah sama dengan belajar peraturan hukum.

***

Seorang pembelajar hukum bukan cuma menjadi tukang hukum, yang hanya sekedar belajar peraturan lalu menerapkannya pada setiap kasus hukum. Menjadi ahli hukum berarti menguasai bangunan ilmu hukum mulai taraf filsafat hukum, teori hukum, hingga dogmatika hukum. Bukan hal yang mudah bagi seorang pembelajar untuk mampu memahami keseluruhan struktur bangunan ilmu hukum.

Filsafat Hukum sebagai puncak hirarki mengajarkan beragam metode aliran (school/mazhab) dalam memahami hukum, mulai aliran klasik seperti hukum alam, positivisme hukum, aliran sejarah hukum, hingga aliran filsafat hukum kontemporer seperti femisnism jurisprudence. Disinilah perlu difahami bahwa menguasai mazhab filsafat hukum juga membutuhkan keahlian tersendiri, mengingat terdapat puluhan aliran yang harus dikuasai baik mazhab hukum barat Eropa maupun hukum timur: Cina, India, hingga Islam.

***

Kesemua mazhab memberikan pandangannya sendiri atas apa dan bagaimana hukum dan keadilan mulai ontologi, epistemologi, hingga aksiologinya. Begitu beragam aliran dan banyaknya perbedaan yang ada dalam setiap school of thought dari setiap mazhab, maka setiap pembelajar dituntut untuk mampu memahami beragam corak pemikiran dalam setiap mazhab hukum yang ada.

Simpulan

Pemahaman bahwa belajar ilmu hukum sama dengan belajar peraturan undang-undang, apalagi sekedar menghafal bunyi dari isi undang-undang adalah salah besar. Belajar hukum berarti belajar struktur ilmu hukum, mulai filsafat hukum, teori hukum hingga dogmatika hukum. Sang Pembelajar harus memikirkan hakikat hukum, hakikat keadilan, hubungan hukum dengan keadilan, hingga mampu memahami setiap tujuan dari hukum dan keadilan dari setiap mazhab hukum yang ada. Ia juga harus memahami beragam teori hukum yang ada, hingga logika hukum dari lahirnya sebuah norma peraturan hukum.

Baca juga: https://suarakreatif.com/hukum-dan-budaya-manusia/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *