Hukum dan Budaya Manusia

Oleh: Fokky Fuad Wasitaatmadja (Associate Professor Universitas Al Azhar Indonesia)

admin
Hukum dan Budaya Manusia (foto: freepik.com)
Hukum dan Budaya Manusia (foto: freepik.com)

Hukum dan Budaya Manusia – Hukum memiliki karakter utama yang membedakannya dengan ilmu-ilmu lainnya. Karakter ilmu hukum yang utama adalah normatif, ia membedah dan mempelajari secara mendalam sisi normatif sebuah pengetahuan manusia. Sebuah ilmu normatif, mengkaji norma-norma baik norma yang tertuang dalam dogma-dogma, maupun norma yang diungkapkan dalam perilaku manusia. Sebagai sebuah ilmu norma ia menelaah secara mendalam relasi manusia dengan norma. Manusia tentu bukanlah subjek yang diam, ia bergerak, berperilaku, bertindak, berucap, hingga berpolitik untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Dalam hal ini manusia membangun sebuah sistem norma untuk melindungi segenap kepentingannya.

Baca juga: Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pinjaman Online (Pinjol)

Karakter Ilmu Hukum

Norma yang dihadirkan dalam budaya manusia tentunya tidak saja yang tertulis dalam himpunan perundangan peraturan perundangan ataupun norma dalam putusan-putusan pengadilan semata. Norma hukum juga meliputi norma-norma yang hidup dan bergerak dalam lapangan hidup manusia. Norma-norma ini lahir dari sebuah keyakinan yang menyelimuti kehidupan budaya manusia. Hukum menjadi begitu hidup, bukan sekedar tumpukan benda mati, melainkan dijalankan dalam sebuah perilaku budaya manusia. Hukum bukan semata gerak aktif negara melankan juga gerak aktif budaya manusia, dimana hukum berjalan mengendalikan perilaku manusia sesuai dengan jiwa bangsanya (Pratiwi, 2021, DOI: https://doi.org/10.31605/j-law.v4i2.2662).

***

Hukum mencoba untuk bergerak dalam lapangan hidup manusia. Ia melayani kepentingan hidup manusia, bahwa hukum bukanlah sekedar entitas statis dan diam. Hukum bergerak sebagaimana dinamika manusia. Hukum bukanlah sekedar alat untuk merekayasa perilaku manusia. Ia ada dan memiliki nilai-nilai spiritual tertentu yang mengarahkan manusia pada pengakuan atas eksistensi Sang Adi Kodrati. Hukum bukanlah sekedar rangkaian dogmatika kata-kalimat yang berisi larangan dan perintah. Hukum memuat gagasan komunalisme manusia, dan kesadaran religio-magis manusia. Hal menarik tentang kajian budaya hukum adalah menelaah bagaimana sebuah kerja aparat penegak hukum dalam sebuah negara hukum yang disitu hidup pula komunitas manusia yang memahami hukum dalam nilai-nilai spiritualitasnya. Disinilah terjadi relasi antar beragam norma, baik norma negara maupun norma yang berasal dari kearifan lokal yang berkarakter religius (Rahayu, et.al., 2020, DOI: https://doi.org/10.14710/lr.v16i2.33780).

***

Pemahaman atas budaya hukum perlu terus diajarkan dalam studi ilmu hukum kepada para pembelajar karena ia mengajarkan sebuah konsep hukum dan budaya manusia. Bahwa hukum tidak semata dihasilkan oleh kekuasaan negara, tetapi juga diproduksi oleh kelompok manusia yang berbudaya. Pemahaman-pemahaman atas budaya hukum tidak saja berfokus pada masyarakat-masyarakat yang hidup terpencil atau di kawasan pelosok-pelosok hutan. Kajian budaya hukum juga menjamah eksistensi komunitas perkotaan. Bahwa dalam setiap komunitas manusia terdapat sebuah hukum yang hidup dan berkembang, tidak saja menjadi sebuah sarana pengendali perilaku, tetapi juga sebuah kehormatan kelompok manusia yang berbudaya.

***

Dalam kajian budaya hukum, persepsi atas ketunggalan hukum perlu dipertanyakan. Bahwa hukum bukanlah semata bersifat tunggal yang mengendalikan segenap ragam perilaku budaya manusia. Hukum lahir, berada dan berkembang dalam ragam budaya manusia, sehingga hukum memiliki corak ragam yang berbeda pada setiap komunitas manusia. Relasi antar manusia secara reflekstif sekaligus memunculkan norma tanpa menanti keberlakuan hukum-hukum negara. Hubungan antar manusia sekaligus memunculkan ragam norma hukum sebagai pengendali antar budaya manusia. Keberlakuan budaya hukum sekaligus menunjukkan bahwa dalam sebuah negara berlaku beragam hukum (Darmika, 2016).

***

Norma-norma tersebut tidaklah statis, ia berada dalam sebuah dimensi manusia yang selalu bergerak. Norma dihasilkan oleh manusia yang berbudaya, dan tentu dampak darinya menghasilkan keragaman atas norma hukum. Bahwa hukum tidaklah bersifat tunggal yang dihasilkan oleh kekuasaan negara semata. Norma-norma Hukum juga merupakan gerak aktif dan kreatif manusia yang berbudaya. Hukum dengan demikian terikat dengan gerak manusia beserta budayanya. Manusia terus berupaya membangun peradabannya, dengan demikian secara tidak langsung, manusia juga terus mengembangkan norma hukumnya. Disinilah tampak bahwa hukum terus bergerak dan berubah sesuai dengan dinamika perubahan manusia.

***

Hukum sebagai bagian dari perilaku manusia yang berbudaya menjelaskan banyak hal, bahwa hukum selalu mengikuti pola budaya manusia. Tidak ada keseragaman budaya dalam beragam kelompok budaya manusia. Setiap Budaya manusia memiliki karakternya masing-masing, dengan demikian hukum yang dihasilkan akan disesuaikan dengan karakter budaya sekelompok manusia. Ketidakadilan terjadi ketika keragaman kelompok budaya manusia yang beragam diwajibkan untuk mematuhi sebuah aturan norma hukum yang sama.

 

Sanksi dalam Budaya Hukum      

Hukuman merupakan unsur tambahan yang melengkapi eksistensi suatu norma hukum dalam kehidupan budaya manusia. Sanksi dipatuhi dan dijalankan oleh komunitas pendukung kebudayaan setempat, karena adanya dorongan moralitas dan religi dibandingkan sekedar memenuhi gagasan kepastian hukum. Jatuhnya sanksi kepada pelaku pelanggaran hukum sangat ditakuti karena sanksi bersifat magis dan acapkali memunculkan rasa malu bagi pelakunya. Sanksi tidak saja dijatuhkan dalam bentuk hukuman fisik, tetapi penjatuhan snaksi psikologis yang membuat jera para pelaku (Sadnyini, 2017, DOI: http://dx.doi.org/10.22146/jmh.17639).

***

Penerapan Sanksi hukum sangat dihindari oleh para warga masyarakatnya, karena jatuhnya sebuah sanksi hukum akan berdampak pada jatuhnya nama baik seseorang di tengah komunitasnya. Kepatuhan hukum oleh para pendukung kebudayaan setempat lebih didorong oleh upaya menjaga sebuah harga diri dibandingkan pada bekerjanya aparat penegak hukum. Sanksi yang jatuh bukan hanya akan dirasakan oleh pelaku tetapi juga akan dirasakan oleh semua anggota keluarga pelaku pelanggar hukum.

***

Dalam masyarakat perkotaan yang sangat majemuk, hal menarik yang acapkali terjadi adalah problematika penegakan hukum. Perilaku korupsi yang menggejala pada masyarakat moderen dilihat dari bagaimana aparatur penegak hukum menjalankan fungsi penegakan hukum. Peraturan perundangan yang dihadirkan berhadapan dengan perilaku koruptif yang tumbuh subur di dalamnya. Bagaimana perilaku budaya manusia diarahkan untuk membentuk budaya yang taat hukum menghindari perilaku koruptif (Haposan, 2019, DOI: https://doi.org/10.47007/lj.v16i2.2892).

***

Problematika sanksi atas deviasi perilaku manusia dalam hukum moderen yang menekankan pada penjatuhan sanksi fisik, acapkali berlangsung tidak efektif. Sanksi Pemenjaraan acapkali tidak menghentikan atau menimbulkan rasa jera bagi para pelaku. Bahkan para pelaku acapkali justru merasa bangga dengan sanksi yang pernah ia terima. Tujuan dari sanksi hukum hakikatnya adalah menimbulkan efek jera, dan sekaligus mendidik orang lain untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Dalam hal ini sanksi-sanksi hukum yang berbentuk kearifan lokal cenderung lebih efektif untuk menghentikan para pelaku dari perbuatan melanggar hukum.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *