E-Commerce dan Bayang-Bayang Monopoli: Kajian Hukum atas Perang Harga di Marketplace

Oleh: Ilham Nuzul Rachman (Magister Ilmu Hukum, Universitas Al Azhar Indonesia)

admin
E-Commerce dan Bayang-Bayang Monopoli (Foto: Ilham Nuzul Rachman)
E-Commerce dan Bayang-Bayang Monopoli (Foto: Ilham Nuzul Rachman)

E-Commerce dan Bayang-Bayang Monopoli – Perkembangan e-commerce di Indonesia telah membuka babak baru dalam pola konsumsi masyarakat. Marketplace seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, hingga TikTok Shop kini menjadi “pasar digital” yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Namun di balik kemudahan transaksi dan kemeriahan diskon, ada praktik yang mulai dipertanyakan dari sisi etika dan hukum: perang harga antar penjual di marketplace.

Oleh karena itu, fenomena ini terjadi ketika pelaku usaha, khususnya pemain besar, berlomba-lomba menjual produk di bawah biaya produksi demi memenangkan pasar. Konsumen mungkin merasa diuntungkan dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang, praktik ini berpotensi menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menciptakan dominasi pasar oleh segelintir pemain, dalam hukum dikenal sebagai praktek monopoli tersembunyi.

Baca juga: Mengenal Marketplace: Rahasia Sukses Jualan di Era Digital

Perang Harga dalam Kacamata Hukum Persaingan Usaha

Secara yuridis, praktik persaingan usaha tidak sehat dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tujuan utama dari UU ini adalah menjaga agar pasar tetap kompetitif, adil, dan memberi kesempatan setara bagi semua pelaku usaha.

E-Commerce dan Bayang-Bayang Monopoli (Foto: Ilham Nuzul Rachman)
E-Commerce dan Bayang-Bayang Monopoli (Foto: Ilham Nuzul Rachman)

Sebagai contoh, Pasal 20 yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menjual barang atau jasa di bawah biaya produksi dengan tujuan menyingkirkan pesaingnya di pasar yang sama. Praktik ini dikenal sebagai predatory pricing dan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap prinsip persaingan sehat.

Dalam konteks e-commerce, praktik predatory pricing bisa dilakukan oleh marketplace melalui subsidi besar-besaran terhadap produk tertentu. Misalnya, perusahaan membakar dana investor untuk menawarkan diskon ekstrem, demi mendominasi traffic dan transaksi. Setelah pesaing, khususnya UMKM atau penjual independen, tidak lagi mampu bersaing dan tersingkir, dominasi pasar pun tercipta.

Tantangan KPPU dan Urgensi Regulasi yang Adaptif

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga pengawas memiliki tugas penting dalam mengawasi praktik seperti ini. Namun dalam konteks digital, KPPU menghadapi tantangan besar karena model bisnis e-commerce sangat kompleks dan dinamis, melibatkan algoritma, subsidi silang, dan campur tangan platform dalam penentuan harga.

Untuk itu, KPPU mulai menaruh perhatian lebih terhadap sektor digital, termasuk dalam Peta Jalan Persaingan Usaha di Ekonomi Digital. Isu-isu seperti ketimpangan posisi tawar antara platform dan seller, eksklusivitas data pengguna, serta pemeringkatan algoritma yang tidak adil menjadi fokus pengawasan ke depan.

Namun, pengawasan saja tidak cukup. Indonesia memerlukan regulasi khusus terkait ekonomi digital dan perdagangan daring, yang lebih adaptif terhadap perubahan model bisnis dan berbasis pada prinsip keadilan dalam kompetisi.

Perlindungan terhadap UMKM dan Ekosistem Sehat

Mayoritas pelaku usaha di marketplace Indonesia adalah UMKM. Jika perang harga dibiarkan tanpa pengawasan, maka pelaku kecil inilah yang pertama kali terdampak. Dalam jangka panjang, dampaknya bukan hanya pada pelaku usaha, tetapi juga pada konsumen yang kehilangan alternatif dan pada ekonomi nasional yang kehilangan keberagaman pelaku pasar.

Pemerintah dan KPPU dapat mempertimbangkan beberapa kebijakan seperti: 1) Membatasi intervensi harga oleh platform dalam skala besar, 2) Mewajibkan transparansi algoritma dan metode promosi, 3) Memberikan perlindungan hukum khusus bagi UMKM digital, 4) Mengatur batas maksimal insentif dan subsidi produk.

Penutup

E-commerce seharusnya menjadi ruang demokratis bagi semua pelaku usaha untuk berkembang. Namun jika praktik perang harga dibiarkan tanpa batas, marketplace yang awalnya bersifat inklusif dapat berubah menjadi medan persaingan yang timpang dan eksklusif.

Kajian hukum terhadap perang harga menjadi sangat penting agar perkembangan e-commerce tetap selaras dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, berkelanjutan, dan berkeadilan. Regulasi bukan untuk membatasi inovasi, tetapi untuk melindungi ekosistem ekonomi digital yang sehat dan mencegah dominasi pasar oleh segelintir pihak.

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan_elektronik

Memanfaatkan E-Commerce Dengan Benar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *