Tren Belanja Online semakin marak terjadi pasca pandemi Covid-19. Masyarakat semakin nyaman dengan adanya fitur belanja dari rumah dibandingkan berbelanja langsung dan melihat barang yang akan dibeli.
Dikutip dari Tempo, pembelian melalui e-commerce meningkat sebesar 18,1%. Hal ini membuat penjual barang secara offline (Pasar, Swalayan, Supermarket, dan Sejenisnya) mengalami Culture shock dan merubah strategi untuk terjun ke ranah penjualan e-commerce
Pada tahun 1979 investor asal Inggris yakni Michael Aldrich menemukan online shopping. Penemuan ini agar memudahkan transaksi online antara konsumen dan bisnis atau dari bisnis ke bisnis. Teknik tersebut kemudian dikenal sebagai e-commerce. Dikutip dari laman History Of Information belanja online mulai digemari. Awalanya banyak dari kalangan atas yang melakukannya. Kalangan menengah kebawah tidak antusias dengan adanya belanja online. Hal ini dikarenakan zaman dahulu sulit dalam melakukan transaksi elektronik dalam proses jual beli tersebut.
Di Indonesia, online shop masuk pada tahun 1999. Diawali oleh Andrew Darwis yang membangun platform “Kaskus” untuk jual beli. Sampai saat ini platform tersebut masih digunakan, dan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Dilansir dari laman Bhineka.com mulai saat itu online Shop mulai berkembang. Hingga pada akhir tahun 2010, Online Shopping (Olshop) sudah mulai ramai di masyarakat dengan munculnya aplikasi jual beli online. Sebut saja Tokopedia, OLX, Bukalapak. Transportasi antar jemput pun mulai mengikuti perkembangan teknologi dengan menghadirkan ojek dan taksi online.
Pada 12 Desember 2012, lahirlah Hari Belanja Online Nasional atau yang kerap disebut dengan HARBOLNAS. Tujuannya ialah untuk mendorong dan mengedukasi masyarakat Indonesia tentang mudahnya berbelanja via online. HARBOLNAS mendapat respon positif dari berbagai kalangan. Mulai dari pembeli, penjual, bahkan pembuat aplikasi.
Apa Itu Belanja Online?
Belanja online ialah suatu proses dimana konsumen membeli barang atau jasa, pada suatu platform online atau tidak bertemu langsung dengan penjual. Sejak terjadinya Pandemi COVID-19 ini, belanja online memiliki kenaikan sebesar 63,4%. Angka tersebut didapatkan dari data pembelian pada periode Januari-Maret 2021.
Dikutip dari Similarweb platform e-commerce yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat Indonesia ialah Tokopedia yang dikunjungi 132,8 juta kali per bulannya. Ditempat kedua adalah Shopee dengan kunjungan 116 juta kali tiap bulannya.
Platform Belanja Online Bagi Sektor UMKM
Munculnya e-commerce sangat berdampak bagi semua orang. Dampak yang dihasilkan bisa dikatakan positif maupun negatif. Dampak positif dirasakan oleh perekonomian masyarakat terutama UMKM.Dengan adanya e-commerce para UMKM dapat menggunakan kesempatan tersebut sebagai peluang untuk untuk memasarkan bisnisnya.
Sektor ini dapat berkembang walaupun hanya dengan menggunakan e-commerce. Salah satu keuntungannya, mereka tidak perlu menyewa toko. Walaupun begitu dengan adanya e-commerce, para UMKM dituntut harus dapat bersaing dan terus berinovasi dalam menciptakan produk yang ia jual. Sehingga dapat bersaing dengan pebisnis lainnya dan menciptakan minat pelanggan.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki kedudukan yang diperhitungkan di perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data BPS tahun 2020, pada tahun 2018, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta. Atau angka tersebut 99,9% hampir melampaui keseluruhan usaha yang ada di Indonesia. Banyaknya UMKM, berpengaruh terhadap penyediaan lapangan kerja serta membantu pembentukan Produk Domestik Bruto (PBD).
Dampak Positif dan Negatif E-Commerce
E-commerce tentunya memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif dari adanya belanja online antara lain, aliran pendapatan (Revenue stream) yang lebih menjanjikan dan tidak bisa ditemui dalam sistem transaksi tradisional, meningkatkan pangsa pasar (market exposure), menurunkan biaya operasional (operating cost), melebarkan jangkauan (global reach), meningkatkan kesetiaan pelanggan (customer loyality), meningkatkan supplier management, memperpendek waktu produksi, dan meningkatkan mata rantai pendapatan (value chain).
Sedangkan dampak negatif dari pembelian secara online adalah banyaknya jual-beli yang tidak menyenangkan. Biasanya kejadian penipuan barang pembelian. Seperti barang jualan yang di klaim asli tapi sebenarnya palsu ataup keadaan barang yang jauh berbeda dengan yang tampilkan di etalase penjual. Apakah kamu pernah pernah mengalami kejadian seperti ini?
Dikutip dari laman kompas, menurut Michael Sugiharto seorang Online Business Expert ada beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menghindari penipuan saat belanja online.
“Jadi konsumen seharusnya tidak mudah percaya dengan harga yang terlalu murah, perhatikan juga perilaku penjual. Jika berniat menipu, biasanya penjual memaksa pembeli untuk segera membayar, pembeli dapat memastikan jejak digital penjual. Contohnya dengan pengecekan nomor rekening penjual di situs milik Kominfo, cekrekening.id.”
Tips kedua waspada kecurangan transaksi saat berbelanja online. Masyarakat diimbau untuk selalu berhati-hati saat mentransfer uang saat berbelanja. Sebab banyak hacker yang mengintai saat transaksi berlangsung. Jika kita lengah, para hacker akan membobol sistem perbankan dan memindahkan seluruh uang korban ke dalam rekeningnya sendiri.
Tips ketiga selalu waspada terhadap pencurian informasi pribadi saat berbelanja online. Jika diabaikan akan mengakibatkan pengungkapan data pribadi dan rahasia kita kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan mereka menggunkannya untuk kepertingan pribadi .
Sumber:
Jumal Unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah” Badan Pusat Statistik. Jakarta Pusat 2020.