DANANTARA – Opini ini saya tulis tentunya bukan sebagai pengamat dari ketinggian menara gading, opini ini saya tulis sebagai bagian dari masyarakat golongan menengah kebawah yang merasakan langsung dampaknya. Keresahan yang saya tuangkan dalam tulisan ini mungkin berbeda skalanya dengan yang dirasakan para pejabat tinggi, namun sama-sama menyangkut hajat hidup kita. Dan diantara banyaknya keresahan terkait kepastian hukum di negri ini, hadir sebuah keresahan baru yang belakangan viral yakni: Danantara.
Masyarakat tentu memahami, bahwa kepastian hukum merupakan pondasi utama dalam menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan di Indonesia. Tanpa sistem hukum yang tegas dan konsisten, kepercayaan investor dapat melemah, menghambat pertumbuhan ekonomi, serta membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.
Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus mega korupsi di Indonesia menunjukkan masih lemahnya penegakan hukum, dengan banyaknya kasus yang tidak terselesaikan secara tuntas serta sanksi yang relatif ringan bagi para koruptor. Situasi ini tentu menimbulkan kekhawatiran tentang efektivitas regulasi dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas, terutama dalam pengelolaan investasi publik dan swasta.
Nah, di sisi lain, Senin, 17/02/2025, Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang dijadwalkan pada Senin, 24/02/2025. Dana investasi pemerintah ini akan menjadi instrumen penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, dengan maraknya kasus tindak pidana korupsi, apakah kepastian hukum di negeri ini masih terjamin?
Baca juga: Danantara: Sang Penantang Baru Temasek di Asia Tenggara
Dasar Hukum Danantara
Jaman terus berubah, keinginan keluar dari middle-income trap tak dapat dihindari. Hukum yang cepat tanggap sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah yang semakin rumit dalam masyarakat. Hukum tidak boleh lagi kaku, tetapi harus fleksibel mengikuti perubahan sosial. Konsep hukum responsif mendorong masyarakat untuk ikut serta dalam membuat dan mengubah Undang-Undang (UU). Jika UU sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka UU tersebut perlu diperbaiki. Perubahan UU yang dilakukan secara terbuka dan melibatkan semua pihak terkait akan menghasilkan hukum yang benar-benar sesuai dengan keinginan rakyat.
Jadi, Danantara dibentuk berdasarkan perubahan ketiga atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Revisi terhadap UU tersebut disetujui menjadi UU dalam rapat paripurna DPR, pada hari selasa 4 Februari 2025 pekan kemarin. Aturan terbaru BUMN itu mencakup pengaturan tugas serta fungsi Danantara sebagai Badan Pengelola Investasi.
Selain itu, pembentukan Danantara juga diperkuat oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 142/P Tahun 2024. Beleid itu menetapkan Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Kepala Danantara dan Kaharuddin Djenod Daeng Manyambeang sebagai Wakil Kepala.
Lembaga Pengelola Investasi Danantara
Dalam konteks ini, rencana pemerintah untuk membentuk Danantara menjadi sorotan penting. Lembaga ini bertujuan untuk mengoptimalkan investasi dengan prinsip tata kelola yang baik, namun tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa pengelolaannya bebas dari potensi korupsi dan kepentingan politik tertentu. Keberhasilan lembaga ini bergantung mulai dari transparansi dalam pengelolaan dana hingga mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah praktik korupsi.
Bisa dibilang, tanpa regulasi yang kuat dan penegakan hukum yang tegas, besar kemungkinan kedepan Danantara akan menjadi instrumen baru yang rentan terhadap penyalahgunaan wewenang, seperti yang terjadi dalam beberapa skandal korupsi (Dana pensiun di PT Asabri, Kasus korupsi dana pensiun di PT Asuransi Jiwasraya, dll). Hal ini, menunjukkan bahwa sanksi ringan bagi pelaku korupsi masih menjadi tantangan serius dalam sistem hukum Indonesia.
Oleh karena itu, pembentukan lembaga ini harus dibarengi dengan reformasi hukum yang menyeluruh, termasuk memperketat sanksi bagi koruptor, memperkuat lembaga pengawas independen, serta memastikan adanya transparansi dalam setiap pengelolaan dana investasi. Tanpa hal tersebut, dikhawatirkan justru menambah daftar panjang lembaga negara yang tidak efektif dan berpotensi menjadi lahan praktik korupsi baru.
Keberhasilan lembaga ini, bukan hanya terletak pada regulasi yang jelas. Hanya dengan kepastian hukum yang kuat, lembaga ini dapat menjadi solusi nyata dalam mengelola investasi secara transparan dan akuntabel, dan benar-benar membawa manfaat bagi pembangunan nasional.
Harapan kami pada Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) sederhana:
“Semoga lembaga negara ini dikelola oleh tangan-tangan yang jujur, hati yang bersih, dan niat yang tulus. Jauhkan dari mereka yang rakus dan serakah, agar setiap rupiah yang diamanahkan benar-benar menjadi berkah bagi negeri, bukan sekadar angka di kantong para koruptor. Demi masa depan yang lebih adil, mari kita jaga integritas, karena kejujuran adalah investasi terbaik untuk generasi mendatang”.
Referensi:
3 Calon Bos Danantara yang Bakal Kelola Aset 900 Miliar Dolar AS, Ada Keponakan Luhut, Tempo.co
Diresmikan Prabowo Besok, Ini Poin-poin Danantara di UU BUMN, Kumparan.com