Kali ini kita masuk ke dalam hal fundamental yang ada di pergelaran balap paling prestisius di muka bumi, yaitu mobil Formula 1 (F1). Tak mungkin ada balapan mobil kalau tak ada mobilnya hehe. Jika kamu sudah paham gimana serunya balap F1, selamat! Kamu akan masuk ke pembahasan yang lebih technical.
Seperti yang sudah di-mention di artikel sebelumnya, F1 adalah kasta tertinggi dari kelas balap roda terbuka (open-wheel) dan pengendara tunggal (single-seat) yang diselenggarakan di bawah naungan FIA. Merujuk dari penjelasan tersebut, mobil yang digunakan memiliki spesifikasi dengan empat roda terbuka dan satu pembalap yang posisinya ada di Tengah mobil. Merujuk pada kata “formula”, bentuk dasar dan spesifikasi mobil haruslah mengikuti aturan-aturan dari FIA, yang apabila dilanggar, tim akan dikenai sanksi baik finansial maupun pinalti kompetisi.
Sekilas, bentuk mobil F1 memang tidak biasa jika dibandingkan mobil di jalan raya. Kenapa? Ya karena mobil F1 cuma digunakan untuk ngebut dan menang, sehingga fitur-fitur di mobil biasa tidak perlu dipasang. Kalau kamu memperhatikan, mobil F1 cenderung memiliki sudut-sudut tajam nan kompleks pada body-nya. Ini semua ada alasannya.
Mesin Mobil F1
Mobil F1 bisa dibagi ke dalam beberapa komponen, yaitu mesin, body & aerodinamika, dan ban. Mesin sendiri dibagi ke dalam dua komponen; yaitu Internal Combustion Engine (ICE) dan Power Unit dengan menggunakan Energy Recovery System (ERS). ICE yang digunakan adalah mesin dengan kapasitas 1,6 liter konfigurasi enam silider dengan massa 145 kg.
Putaran mesin maksimal mobil F1 bisa sampai 15.000 rpm. Mobil biasa mungkin disekitar 6.000 rpm. Untuk konsumsi bahan bakarnya bisa mencapai 100 kg/balap!. Pikir-pikir kembali kalau kamu ingin membeli mobil F1 untuk dipakai harian (enggak bisa dipakai di jalanan juga, sih).
Bahan bakarnya pakai apa? Ya, bahan bakar biasa. Menurut Flow Racers, nilai oktan minimum yang diperbolehkan ada di angka 87. Range angka oktan yang sekarang dipakai berkisar di 95-102. Baru dengar kan oktan 102? Sebagai langkah pengurangan emisi karbon, F1 berencana akan mengubah regulasi bahan bakar bebas emisi karbon. ICE tadi ini didukung oleh power unit yang juga menghasilkan tenaga pada mobil.
Power unit ini terdiri dari dua komponen utama yaitu Motor Generator Unit Kinetic (MGU-K) dan Heat (MGU-H). Dengan sistem ERS, secara gampangnya ada baterai berbahan Lithium-Ion yang akan menyimpan energi yang dihasilkan oleh MGU-K dan MGU-H untuk menggerakan motor generator yang bersama-sama dengan ICE menggerakan mobil.
Teknologi ini terbilang terlalu rumit dan advance untuk dimengerti orang awam. Pada tahun 2025 nanti akan ada perubahan regulasi besar yang salah satunya akan menyederhanakan konfigurasi mesin dengan menghilangkan MGU-H yang bertujuan menekan cost pengembangan mesin.
Aerodinamika Mobil F1
Nah, kita sekarang membahas aerodinamika di mobil F1. Faktor aerodinamika di era F1 sekarang sama pentingnya dengan mesin yang kencang. Para tim berlomba membuat mobil yang bisa secepat mungkin membelah angin dan lincah dalam melibas tikungan. Dengan kecepatan mobil yang bisa mencapai 360 km/jam, mobil F1 perlu tetap menapak sirkuit.
Bisa kamu lihat, mobil F1 ini memiliki sayap layaknya pesawat. Ya, namanya juga jet darat, sudah pasti ada sayapnya. Mobil F1 memanfaatkan salah satu hukum yang ada di Pelajaran fisika, yaitu Hukum Bernoulli, di mana mobil F1 memanfaatkan konsep perbedaan tekanan akibat kecepatan yang ditimbulkan. Bingung? Ok, kita lebih sederhanakan.
Sayap depan (front wings) dan sayap belakang (rear wing) mobil F1 cara kerjanya mirip sayap pada pesawat, sama-sama memanfaatkan Hukum Bernoulli. Sayap pesawat didesain untuk mengangkat pesawat, dengan memanfaatkan perbedaan kecepatan rendah angin pada bagian bawah sayap dengan kecepatan tinggi angin pada bagian atas sayap.
Akibatnya, muncul udara tekanan tinggi pada bagian bawah sayap dan udara tekanan rendah pada bagian atas sayap. Udara tekanan tinggi akan menghasilkan gaya yang lebih besar daripada gaya yang dihasilkan udara tekanan rendah, sehingga muncul gaya angkat pesawat. Semakin paham? Ok, kita lanjut.
Sekarang bayangkan mobil F1 menggunakan Hukum Bernoulli layakanya pesawat terbang. Alih-alih untuk mengangkat mobil, justru untuk menekan mobil ke lintasan. Gaya tekan mobil ke lintasan disebut juga dengan downforce. Prinsip ini juga dipakai di ajang balapan mobil lain ataupun sepeda motor.
Ok, sekarang sudah paham kan? Tapi aerodinamika yang baik juga tidak selalu tentang downforce besar. Justru, terlalu besarnya downforce akan memperlambat laju mobil karena ada gaya tekan ke bawah. Untuk meminimalisir hal-hal seperti itu, para mekanik melakukan beberapa penyesuaian di aerodinamika untuk mendapatkan karateristik mobil yang optimal dalam kecepatan dan handling. Perlu diketahui juga aerodinamika mobil akan disesuaikan dengan karateristik tiap sirkuit dan karakter mengemudi pembalapnya.
Mulai tahun 2022, FIA merubah regulasi mobil dengan menerapkan ground effect untuk menambah downforce ketika menikung dan mengurangi dirty air. Dirty air adalah aliran udara tak terkendali yang membuat downforce menjadi tidak optimal. Ground effect menerapkan Hukum Bernoulli juga, namun pengaplikasiaannya terdapat di body mobil. Dengan efek dirty air yang dikurangi, pembalap akan lebih berani salip menyalip yang akan menambah keseruan balapan.
Ban Mobil F1
Sekarang masuk bagian yang tidak kalah penting, yaitu ban. Ban F1 bukan sembarang ban biasa. Ban F1 adalah ban khusus yang mampu menopang mobil melaju hingga 360 km/jam. Berdasarkan aturan FIA, ban ini memiliki profil diameter 18 inch, dengan lebar 305 mm untuk ban depan, dan 405 mm untuk ban belakang dengan berat di kisaran 9,5 – 11,5 kg.
Jika dibandingkan dengan profil ban mobil secara general, ban F1 lebih lebar yang bertujuan untuk memaksimalkan cengkraman mobil di sirkuit. Fun fact: ban F1 mampu menahan gaya dengan 5-G saat mobil menikung. Artinya, ban dapat menahan beban hingga 5 kali berat mobil dan pembalap yang timbul saat menikung.
Ban F1 memiliki banyak jenis yang disesuaikan dengan jenis sirkuit dan kondisi sirkuit. Secara umum dibagi ke dalam ban kering dan ban basah. Untuk ban basah terdiri dari ban intermediate dan full wet. Ban intermediate yang digunakan saat mobil melaju di sirkuit yang basah tidak tergenang air, sedangkan ban full wet digunakan saat terdapat genangan akibat hujan deras.
Untuk mempermudah, ban kering dibagi menjadi soft, medium, dan hard. Ban soft memiliki karakteristik degradasi yang lebih tinggi namun memiliki daya cengkram yang lebih kuat, dan umurnya lebih pendek untuk dipakai. Ban hard berkebalikan dengan ban soft, ban medium karateristiknya di antara soft dan hard.
Saat balapan, tim F1 akan menyusun strategi penggunaan ban supaya bisa tetap mendulang poin maksimal di setiap akhir balapan. Misalnya, di GP Singapura, tim memiliki berbagai macam opsi pemilihan ban tergantung dari strategi yang akan dipakai. Jika tim ingin menerapkan strategi sekali masuk pit stop, tim akan memilih ban soft atau medium untuk setengah balapan, kemudian memakai ban hard untuk sisa balapan.
Jika tim ingin menerapkan strategi dua kali masuk pit stop, tim akan memulai balapan dengan ban soft hingga sepertiga balapan, lalu ganti ke ban hard hingga duapertiga balapan, dan ganti ke ban medium untuk sisa balapan. Tentu tim akan menggunakan strategi penggunaan ban yang berbeda di setiap sirkuit. Ribet, ya? Tentu saja! Strategi dan hal-hal kecil lainnya bisa sangat berpengaruh terhadap hasil balapan.
Ok, mungkin cukup untuk kita membahas si jet darat ini. Masih banyak hal-hal seputar F1 yang bisa dibahas. Tunggu di artikel selanjutnya!