Mimpinya Pelaku Ekraf adalah cerita fiksi berdasarkan pengalaman pribadi dari seorang Pelaku Ekonomi Kreatif.
Kala libur biasanya saya mampir ke kedai kopi kawan saya si Manyun di Jl. Sabang, Jakarta Pusat. Sebut saja Abimanyun (nama samarannya) adalah seorang barista berambut gondrong bertubuh kurus dan sedikit pendiam.
Tumben-tumbennya dia menyapa saya dengan sumringah sore hari itu. Saya hanya melongo dan sedetik terdiam memandang senyum si Manyun yang sangat berbeda dari biasanya. Wajahnya sore itu menyiratkan kebahagian yang teramat sangat.
Abimanyun sudah sejak lama bercita-cita ingin mengembangkan usahanya yang begitu-begitu saja, setidaknya dia punya usaha dan berhasil bertahan sejauh ini berkat ide-ide cemerlangnya.
Bagi saya Manyun adalah pengusaha kopi yang keren, dia multitalenta dan memiliki Kekayaan Intelektual yang jarang di miliki oleh pengusaha lain. Selain piawai dalam meracik kopi, Manyun juga pandai membuat mural menggambar atau melukis di atas media dinding, tembok atau permukaan luas yang bersifat permanen, Manyun juga dikenal dengan keahliannya dalam seni cukil kayu bahasa kerennya woodcut.
***
Manyun adalah perwakilan dari para pengusaha di Indonesia. Sependek pengetahuan saya, banyak pengusaha saat ini yang terlahir karena memang modal nekat atau pun karena modal dari orang tuanya yang kayaraya.
Mereka yang modal nekat biasanya akan lebih tahan banting ketimbang pengusaha yang hanya mengandalkan modal dari orang tua.
Belum lama saya membaca artikel, berdasarkan data BPS, rasio jumlah wirausaha di Indonesia masih sebesar 3,47% atau hanya sekitar 9 juta orang dari total jumlah penduduk. Kendati naik dari 2016 yakni 3,1%. Angka ini masih rendah dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 8,5%. Malaysia dan Thailand juga sudah mencapai 4,5%.
Hemm, andai saja Bu Asmah sang pemilik usaha keripik nangka, Bu Christine dan Pak Rudi sang pemilik usaha wingko babat, Abimanyun sang pemilik usaha kopi sekaligus pegiat seni cukil dengan media papan kayu, dan kawan-kawan lainnya di Indonesia ini memiliki modal, saya rasa negara kita tidak kekurangan jumlah wirausaha.
***
“Woi, mbak… ojo misuh-misuh terus. Mau minum kopi apa?”
Rupanya si Manyun sat set sat set sudah menyiapkan kopi cappuccino less sugar kesukaan saya sejak tadi. Ah, dasar Manyun. Andai saya punya uang banyak sudah saya beri modal sebanyak yang kamu butuhkan.
“Edan”, saya berhenti menghirup kopi yang disajikan si Manyun. Inovasi baru lagi Nyunnn?”
“Piye mbak, uenak opo ora, rasa jeruknya terasa semriwing segarkan?” Manyun mencoba minta penilaian.
“Kopi mu memang bandit rasanya Nyunn!” Pada hirupan ke dua ludes sudah satu cangkir buatan si Manyun. Rupanya dia berusaha membuat rasa yang sedikit berbeda pada kopi buatannya, dia memberi sedikit rasa jeruk tanpa menghilangkan rasa kopinya.
Jadi begini, Manyun teman saya ini bisa di bilang sangat inovatif. Perlu kita pahami dan sepakati bersama bahwa kita sering mendengar kata kreatif. Namun, bagi saya kreatif bukan inovatif, meski pun dalam berinovasi kita memerlukan kreativitas.
Orang yang hanya kreatif saja belum tentu inovatif. Kalau kreatifnya hanya sekedar untuk kesenangan diri sendiri, atau justru merugikan orang lain. Intinya teori tentang inovasi tentu berbeda dari teori tentang kreativitas. Karena biasanya inovasi tercipta bukan hanya dari satu tangan, melainkan kerja tim atau dari hasil kolektif, sekali lagi bukan hasil perseorangan.
***
Saya sering berdiskusi dan memberi semangat kepada Abimanyun. Saya selalu mengatakan kepadanya untuk bersabar, karena modal yang sangat dia mimpikan itu suatu saat pasti akan terwujud, setelah Peraturan Pemerintah No. 24/2022 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif diimplementasikan oleh perbankan di Indonesia tercinta ini.
Untuk mengajukan persyaratan pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual, Abimanyun bahkan sudah ancang-ancang membuat proposal Pembiayaan, usaha Ekonomi Kreatif (Ekraf) yang dia jalani, dan usahanya terhitung laris manis.
Dia juga sudah mendaftarkan merek usahanya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), dan dia juga memiliki beberapa kontrak sebagai pemasok kopi ke beberapa kedai kopi di Jakarta. Wes, pokoknya sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) dalam PP Ekraf tersebut.
Kelebihan kopi yang di produksi oleh Abimanyun dan kawan-kawannya memang berbeda dengan kopi pada umumnya. Pokoknya joss. Kedai kopi Abimanyun juga terhitung unik, penuh dengan mural dan ornamen terbuat dari ukiran kayu. Bahkan setiap hari libur kedai kopi si Manyun di penuhi teman-teman komunitasnya. Kadang mereka mengadakan workshop cukil kayu dan sebuah diskusi seni.
***
Dulu Manyun sempat putus asa, pasalnya dia pernah mencoba membawa surat kontraknya ke bank, tapi di tolak. Padahal Manyun sangat percaya diri bahwa kopinya berbeda dengan kopi lain, dia sudah berupaya untuk meyakinkan pihak bank kala itu.
Nasib Manyun hampir mirip dengan Bu Asmah, pengusaha keripik nangka di Perumahan Palem Emas, Medan, Bu Asmah sudah mendapat tawaran dari jaringan supermarket besar yang lumayan terkenal untuk memasok keripik nangka ke seluruh toko tersebut, jadi bukan hanya di Medan saja.
Bu Asmah bahkan sudah pernah mencoba untuk membawa surat kontraknya sampai ke beberapa bank, namun sayangnya hampir semua menolak untuk memberi kredit.
Hal yang sama juga di alami oleh pasangan pengusaha wingko babat Christine dan Rudi, mereka berhasil memperoleh kredit namun nilainya amat terbatas, karena hanya sepeda motor mereka saja yang bisa dijadikan agunan. Sedangkan tempat tinggal mereka statusnya masih kontrakan sehingga tidak bisa diagunkan untuk jaminan modal.
Sistem pembayaran angsuran selama ini masih belum meyakinkan koperasi tempat mereka meminjam kredit tambahan. Bahkan pegawai Koperasinya mengatakan, mereka belajar dari pengalaman. Karena beberapa yang melakukan pinjam itu bisa macet walaupun usahanya jalan. Kemungkinan macet itu pasti ada, meskipun mereka memberi jaminan.
***
“Mbak, tau nggak sih kenapa mereka kok pelaku Ekraf susah banget kasih kredit untuk usaha? Saya kok jadi pesimis dengan skema pembiayaan berbasis Kekayaan Intelektual yang sering mbak ceritakan itu. Apa iya aku bisa dapat pembiayaan itu mbak?”
Pertanyaan si Manyun sungguh polos. Manyun tidak tau bahwa berdasarkan Pasal 8 UU Perbankan dan POJK No. 42/POJK/03/2017 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan atau Pembiayaan Bank.
Bank dalam memberikan kredit wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank melakukan penilaian terhadap 5C yaitu watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral), dan prospek usaha debitur (condition of economy). Dalam hal ini, agunan hanya merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan bank dalam pemberian kredit, dan agunan yang dapat diterima sebagai jaminan kredit merupakan keputusan bank berdasarkan penilaian atas debitur atau calon debitur.
***
“Nyun, kamu lupa dengan teori kreatif dam teori inovatif yang sering kita diskusikan? Kamu adalah pelaku Ekraf berbeda dengan UMKM. Aku lihat usahamu sering melakukan riset dan pengembangan meski tipis-tipis karena terbatas modal hehe. Usaha mu termasuk inovatif dalam menghasilkan cita dan rasa terhadap kopi produksi mu. Jadi jangan khawatir, kamu hebat Nyun.”
Wajah si Manyun langsung berubah merah padam sambil tersipu-sipu.
Sebetulnya ada banyak pelaku Ekraf yang memiliki kreatifitas dan Kekayaan Intelektual seperti si Manyun namun ketika hendak mengembangkan usaha Ekrafnya mereka terkendala dengan modal. Untuk mengeksekusi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan jaminan fidusia dan kontrak kegiatan ekonomi kreatif dan hak tagih dan Abimanyun teman saya sudah memiliki itu semua.
“Gitu ya mbak? Kadang saya berfikir, dari pada dana yang ada di Bank bocor tipis-tipis karena ulah kejahatan fraud, kan mendingan dana itu di berikan untuk modal pengusaha macam saya. Kejahatan fraud itu bagi saya kejam. Sependek pengetahuan saya contoh kejahatan fraud itu kayak penipuan pajak, penipuan kartu kredit, penipuan sekuritas, dan penipuan-penipuan keuangan yang lain. Fraud bisa dilakukan oleh satu individu, kelompok maupun perusahaan secara utuh. Iya toh mbak?”
“Oalah, Nyun kamu bener, tapi jangan kejauhan mikirnya. Cukup mikirin usaha mu kedepan aja. Berdoa supaya Pemerintah segera mewujudkan skema pembiayaan itu, perbankannya juga support beneran supaya pengusaha Ekraf bisa lincah mengembangkan usaha mereka untuk kemajuan perekonomian negara ini”.
Baca juga: Langkah-langkah Pendaftaran Merek untuk Usaha
Response (1)