Sejak disahkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Kemenparekraf/Baparekraf terus melakukan rapat secara maraton dalam mewujudkan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual (KI).
Stakeholder Terkait
Rapat di pimpin oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves), pelaksanaan rapat dilakukan tiga kali dalam seminggu dengan melibatkan stakeholder terkait seperti: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BRIN, HIMBARA, JAMKRINDO, PERBANAS, Asosiasi Pelaku Ekonomi Kreatif, dll.
Rapat Maraton Terkait Skema Pembiayaan Berbasis KI
Rapat maraton mulai sejak PP di tandatangani. Awal bulan Oktober 2022 rapat mulai melakukan pembahasan tentang Insentif Pelaku Ekraf, Pembahasan Insentif Fiskal, dan Pembahasan Insentif Non Fiskal. Pada rapat sebelumnya Masyarakat Profesi PenilaiIndonesia (MAPPI) memberikan paparan terkait Perbandingan Praktik Penilaian Kekayaan Intelektual & Rencana Penyusunan Standar Penilaian Kekayaan Intelektual dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI).
Standar Penilaian atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Jadi, Indonesia belum memiliki standar khusus yang mengatur mengenai Penilaian atas Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI). Dalam paparannya MAPPI membuat perbandingan praktik penilaian kekayaan intelektual dengan beberapa negara luar diantaranya China, Korea, Malaysia, dan Singapura. Masing-masing negara memiliki pengalaman yang berbeda, seperti misalnya:
China
menggunakan Chinese International Valuation Standard (IVS) dan Specifc Valuation Guidelines (Intangilble Asset, IP Assets, Patents, Copyrights, Trademarks).
Korea
menggunakan standar penilaian kekayaan intelektual Guide of Technology Valuation, Ministry of Industry – General, IP Valuation Guide, The Korean Intellectual Property Office/KIPO – General, Specific Guides (Information and communication technologies/ICT, Pertanian, Kesehatan, Konstruksi, dll).
Malaysia
menggunakan standar penilaian kekayaan intelektual menggunakan IP Valuation Model dan Institute of Intangible Asset Valuers/IIAV (dalam proses pengembangan), dan
Singapura
menggunakan Practice Note, Guidance Note (IVAS-SAC), International Valuation Standard (IVS), dan Standar Penilaian Lain
Paparan MAPPI
Dalam paparannya MAPPI juga menyampaikan bahwa saat ini belum ada (spesialis) Penilai Kekayaan Intelektual di Indonesia, sehingga Penilai akan memerlukan bantuan tenaga ahli (pengacara kekayaan intelektual, tenaga ahli teknologi, tenaga ahli pemasaran) agar dapat melakukan penilaian Kekayaan Intelektual secara tepat.
Baca juga: Mimpinya Pelaku Ekraf
Rangkaian Tugas Penting untuk Mewujudkan Skema Pembiayaan
Oleh karena itu kerja keras pemerintah untuk mewujudkan agar skema pembiayaan ini dapat terwujud, tidak hanya berhenti sampai di sini. masih banyak tugas penting lainnya yang harus segera diselesaikan, antara lain:
- Menyiapkan platform Pendaftaran Penilai Kekayaan Intelektual,
- Menyiapkan sistem pencatatan fasilitas pembiayaan pelaku ekraf,
- Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU),
- Mendorong Kemenkumham menyediakan akses data kekayaan intelektual yang dijadikan sebagai obyek jaminan,
- Menyusun dan mendorong regulasi terkait di sektor jasa keuangan,
- Mendorong perwujudan insentif fiskal dan non fiskal,
- Fasilitasi peningkatan kompetensi profesi penilai KI agar mampu melakukan penilaian Kekayaan Intelektual,
- Pengintegrasian sistem elektronik antar K/L untuk mendukung pembiayaan dan pemasaran berbasis Kekayaan Intelektual,
- Fasilitasi sistem pemasaran berbasis Kekayaan Intelektual.
Referensi: https://kemenparekraf.go.id/
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.