Literasi dan numerasi saat ini digunakan sebagai salah satu Perencanaan Berbasis Data (PBD) untuk meningkatkan mutu pendidikan. Hasil yang dicapai siswa dalam Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) menjadi acuan kualitas satuan pendidikan. Matematika menjadi bagian dari dasar kemampuan numerasi yang dikaitkan dengan nalaria realistik.
Dari hasil wawancara langsung pada beberapa siswa yang mengikuti ANBK, diketahui jika mata pelajaran matematika masih kurang diminati, sehingga tingkat kegemarannya masih lebih rendah dibandingkan mata pelajaran serumpunnya, Sains. Sebagian besar menunjukkan jika mereka tidak menyukainya dengan alasan yang sangat klasik ‘matematika sulit’.
Kemampuan dalam literasi numerasi diperlukan untuk mempermudah memahami matematika. Literasi numerasi tidak hanya berfokus pada angka atau nilai saja, namun juga dilengkapi dengan proses belajar matematika secara nalaria realistik. Bagaimana kaitan antara keduanya serta manfaat yang akan didapat dari mempelajarinya? Berikut akan disampaikan cara agar anak memahami dan mudah mempelajari keduanya.
Pengertian literasi numerasi dan pembelajaran MNR
Literasi numerasi adalah kemampuan dalam mengenali dan memaknai angka atau simbol yang berkaitan dengan matematika dasar. Kemampuan ini digunakan untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam prosesnya kemampuan analisa ini dikaitkan dengan menganalisis informasi berupa grafik, tabel maupun bagan.
Sedangkan Matematika Nalaria Realistik (MNR) adalah terobosan baru dalam pembelajaran matematika, di mana digunakan nalar dalam memahami pembelajaran matematika. Matematika yang biasanya dikaitkan dengan rumus dan aturan baku, dapat diselesaikan dengan cara yang berbeda. Dalam hal ini terkadang pembelajaran yang dilakukan berbeda dengan materi matematika di sekolah.
Kapan waktu yang tepat mempelajari Literasi Numerasi dan MNR?
Menurut teori perkembangan kognitif Jean Peaget perkembangan kognitif anak berkembang secara bertahap pada rentang waktu yang berbeda-beda serta dipengaruhi oleh interaksi yang dilakukan dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini menunjukkan jika mempelajari Literasi Numerasi dan MNR bisa dilakukan kapan saja disesuaikan dengan tahapan perkembangan masing-masing anak.
Walaupun demikian dengan melakukan pembiasaan mulai usia dini akan memudahkan langkah memahami MNR. Kemampuan MNR ini juga diajarkan secara bertahap sesuai dengan perkembangan psikologis dan kognitif anak. Untuk mengasah kemampuan dalam menalar, lebih cepat didapatkan jika membiasakan menyelesaikan soal latihan yang sesuai tingkat kemampuan dasarnya.
Ada empat tahapan dalam perkembangan kemampuan kognitif yang harus diketahui oleh orang tua untuk memahami kemampuan anak, yaitu:
1. Tahap Reaksi dan Refleks (Usia 0 – 2 tahun)
Pada tahap ini anak akan memahami sesuai dengan reaksi yang diterimanya. Reaksi yang diberikan sesuai dengan indra penglihatan melalui pemaknaan sesuai dengan kemampuan memandang objek sebagai bentuk nyata.
2. Tahap Simbolik (Usia 2 – 7 tahun)
Tahap perkembangan selanjutnya adalah pemahaman berpikir secara non logis, egosentris, serta kemampuan daya ingat yang lebih kuat. Dalam tahap ini sikap anak belum bisa membedakan dengan prespektif orang lain.
3. Tahap Logika (Usia 7 – 11 tahun)
Logika dalam pemikiran mulai berkembang pada usia 7 tahun seiring kemampuan mengurutkan, mengidentifikasi, dan pemahaman geometri. Sikap egosentris juga mulai berkurang seiring bertambahnya usia anak. Tahap ini anak banyak mengemukakan kemampuan berlogika yang ingin diakui dan diterima orang lain.
4. Tahap Operasional Formal (Usia 11 – hingga dewasa)
Daya operasional formal merupakan kemampuan anak berpikir abstrak, menalar lebih logis dan menarik kesimpulan dari sebuah informasi. Dalam tahap ini anak sudah mulai memahami pengaturan secara logis, berpola, dan mulai berpikir kritis.
Sebagai orang tua sudah sepatutnya kita memperhatikan tahap perkembangan yang sesuai dengan usianya. Mempecepat sebuah tahap dapat dilakukan, namun harus terus mendapat pendampingan. Hal ini dilakukan agar psikologis anak tetap terjaga dengan baik. Memberikan pengertian dan motivasi dapat membuat anak nyaman belajar matematika.
Ada kalanya tahapan ini tidak dapat dilakukan bagi beberapa anak. Anak-anak yang memiliki kendala dalam belajar matematika dan terlihat berbeda besar kemungkinan mengalami ‘Diskalkulia’.
Pengertian Diskalkulia
Diskalkulia adalah ketidakmampuan belajar khususnya dalam memahami dan mempelajari konsep dasar matematika. Kemampuan ini meliputi menghafal angka, menghitung, dan mengurutkan maupun penomoran. Diskalkulia sering di temukan pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), namun diskalkulia bukan salah satu penyakit mental.
Diskalkulia biasanya terjadi pada anak usia sekolah dasar (6 – 9 tahun). Salah satu ciri yang ditunjukkan anak diskalkulia adalah:
- Panik saat pembelajaran matematika akan di mulai
- Menghitung masih menggunakan jari berbeda dengan teman lain yang seusianya
- Kesulitan membaca jam
- Kesulitan membaca petunjuk atau mengenali pola
- Bingung dengan angka yang mirip misalnya 57 dan 75
Setelah dilakukan observasi dengan hasil mengarah pada gangguan diskalkulia, maka diperlukan cara mengatasinya. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pendampingan, baik di rumah maupun di sekolah. Beberapa cara yag dapat dilakukan antara lain:
1. Mengenali gaya belajar anak
Dengan mengenali gaya belajar anak, pemahaman terkait matematika dapat menggunakan pendekatan yang sesuai dan diminati anak. Biasanya dengan menggunakan benda kongkrit memudahkan dalam melakukan operasi hitung. Gaya belajar ini juga harus disampaikan pada guru di sekolah agar terjadi kesinambungan pola belajar.
2. Mengelola kecemasan anak dengan memuji hal baik yang dilakukannya
Kecemasan saat mendengar kata matematika dapat dikurangi dengan selalu memberikan gambaran penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Adanya perubahan yang lebih baik walaupun hanya sedikit saja kemudian diberikan pujian hal ini memberikan rasa nyaman pada anak dan merasa dihargai.
3. Mengubah pola pembelajaran matematika dengan memberikan pemahaman literasi numerasi dan nalaria realistik
Memahami soal matematika dengan cara menalar membuat anak tidak harus tertekan dengan rumus yang harus dihapalnya. Pemahaman konsep nalaria realistik dapat diterapkan perlahan setelah kemampuan literasi numerasi dalam menyelesaikan soal dilakukan.
Kesimpulan
Dengan memahami tahap perkembangan anak berdasarkan usia, melakukan observasi dan evaluasi terkait diskalkulia, mata pelajaran matematika dapat diajarkan pada anak dengan lebih mudah untuk dipahami anak. Literasi numerasi sebagai dasar pemahaman konsep dalam matematika nalaria realistik juga dapat diterapkan dengan cara pembiasaan membaca dan memaknai kalimat.
Menyelesaikan soal matematika dengan nalaria realistik membuat anak tidak terikat pada rumus yang harus diingat atau dihapalkan. Dengan dua hal ini diharapkan mindset jika ‘matematika sulit’ berkurang secara perlahan. I love Math.
Oleh: Oase_biru
Referensi:
https://ditpsd.kemdikbud.go.id/artikel/detail/apa-itu-literasi-dan-numerasi
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2250/mengenal-diskalkulia
https://en.wikipedia.org/wiki/Piaget%27s_theory_of_cognitive_development










