Beberapa bulan terakhir ini, internet marak dengan kasus child grooming. Tiga bulan lalu, seorang Youtuber Minecraft “Sponker” (18) ditemukan berkomunikasi tidak senonoh secara online dengan gadis berusia 14 tahun. Pada bulan September, seorang developer game dengan username “YandereDev” (35) melakukan hal serupa pada salah satu penggemarnya yang berusia 16 tahun. Baru-baru ini Twitter ramai dengan kasus VTuber Indonesia MonchiSyakira (21) yang ketahuan menjalin hubungan dengan remaja perempuan berusia 13 tahun.
Apa kesamaan dari semua kasus tersebut?
Ketiganya merupakan figur-figur yang terkenal dalam dunia gaming dengan korban yang semuanya di bawah umur.
Ini menunjukkan sudah ada beberapa kasus di mana platform permainan yang digemari kawula muda, menjadi lahan bagi predator-predator tidak bertanggung jawab untuk memanipulasi mereka. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai hubungan child grooming dan game, ada baiknya kita membahas apa itu child grooming.
APA ITU CHILD GROOMING?
Child grooming merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual kepada anak-anak (di bawah usia 18 tahun). Di mana pelaku memanipulasi korban dengan membentuk hubungan emosional dan rasa percaya, yang kemudian digunakan untuk menipu dan melecehkan korban. Seringkali tanpa disadari oleh sang korban, karena korban sudah telanjur memercayai pelaku. Tidak hanya berkonotasi seksual, pelaku juga sangat mungkin memainkan psikis dan kondisi emosional korban.
Manipulasi ini akan berdampak pada korban menjadi bimbang, mengalami gangguan kecemasan, sulit tidur, dan gangguan emosional. Sangat mungkin korban menarik diri dari lingkungan sosial bahkan mengalami trauma berkepanjangan. Karena pelaku seringkali mengizinkan korban untuk melakukan hal-hal yang tidak dilakukan orang dewasa lainnya, sangat mungkin korban menjadi sungkan melapor karena perasaan bersalah.
Pelaku child grooming dapat berupa siapa saja, dari orang asing bahkan orang terdekat dari korban. Parahnya, tindakan ini belum diatur secara khusus dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Walhasil menempatkan generasi muda dalam bahaya yang tidak mereka kenali. Dengan adanya jaringan-jaringan online, semakin mudah bagi pelaku untuk berinteraksi dengan calon korban tanpa terdeteksi oleh pengamanan orang tua.
CHILD GROOMING DAN GAMING
Gaming merupakan salah satu hobi yang merajalela di berbagai kalangan. Semakin dewasa ini, semakin banyak anak yang sudah memiliki akses gadget dan koneksi internet yang memadai untuk terhubung ke dalam komunitas online yang luas. Tidak bisa dipungkiri gaming merupakan bagian dari masa kecil dan masa remaja banyak orang. Istilah “Bocil ML atau “Bocil Ep-Ep” dalam dunia permainan mengimplikasikan bahwa kita menyadari adanya anak atau remaja di bawah umur yang bermain dan berinteraksi dengan kita.
Namun, tentunya bermain game bukan merupakan sesuatu yang digandrungi kawula muda saja. Faktanya, gaming dan permainan online juga sangat populer di kalangan orang dewasa. Di Indonesia saja berdasarkan studi Decision Lab (2018), seperempat dari jumlah total gamer memiliki usia 16-24 tahun dan 25-34 tahun, dimana persentasenya masing-masing mencapai 27 persen. Dalam komunitas gaming, terutama permainan online, batasan usia ini kian menipis bahkan hilang. Siapapun tidak peduli dengan rentang usia berapapun dapat berkomunikasi dengan siapa saja.
Bersembunyi di balik layar, pengguna internet bisa menjadi apa saja. Pelaku child grooming yang notabene merupakan orang dewasa, dapat berpura-pura menjadi teman sebaya calon korban. Anak dan remaja yang lengah kemudian dapat dikelabui. Permainan apa pun di mana anak-anak dapat berkomunikasi dengan orang asing mempunyai risiko. Predator dapat menghubungi anak-anak di chatroom atau lobby melalui sarana tertulis, lisan, atau video sebelum atau selama permainan. Kemudian setelah pertemanan terjalin, pelaku dapat mengajak korban untuk berteman lebih dekat lagi dan berkomunikasi secara konstan melalui media sosial lainnya.
Saat ini, disinyalir dari gabb.com (02/08), beberapa permainan yang menjadi sarang kasus child grooming antara lain: Roblox, Minecraft, Among Us, Call of Duty, dan Fortnite.
APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Tentu saja hal ini mengkhawatirkan bagi keluarga, terutama orang tua yang memiliki remaja di bawah umur. Lantas, apa yang dapat dilakukan untuk mencegah mereka menjadi korban berikutnya? Apakah dengan melarang anak bermain atau bergabung dengan komunitas gaming? Tentu tidak.
Mengekang atau melarang anak, terutama usia remaja, bukanlah solusi yang tepat untuk melindungi mereka. Kemungkinan yang terjadi adalah anak memberontak dan bermain secara sembunyi-sembunyi.
Sebaliknya, ketimbang hanya membatasi anak, sebaiknya orang tua justru menjadikan diri sebagai safe space atau tempat aman bagi anak. Hal ini dilakuan dengan senantiasa berkomunikasi dan bersikap terbuka dengan anak. Sebaliknya, juga meyakinkan anak untuk bersikap terbuka pada orang tua tanpa merasa takut. Dengan mendukung anak untuk lebih nyaman berkomunikasi dengan keluarga, anak akan merasa aman untuk dapat menceritakan hal-hal yang dialami olehnya.
Selain itu, anak-anak perlu dididik untuk senantiasa berhati-hati dan mengenali batasan-batasan dalam pergaulan. Dengan demikian, anak akan semakin kritis dalam bersikap dan menyeleksi individu-individu yang dapat menjadi teman yang baik bagi mereka. Anak dapat dilatih untuk melindungi diri mereka sendiri dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Perlu selalu diingat bahwa anak di usia di bawah 18 tahun tidak bisa menyuarakan consent, atau persetujuan terhadap akan keterlibatan dalam perlakuan apapun. Sehingga merupakan tanggung jawab figur yang lebih dewasa untuk melindungi anak dan remaja, baik dalam mendidik maupun sadar diri membatasi pergaulan dari anak di bawah umur. Hal ini penting agar kita menghindari victim blaming yang dapat memperparah kondisi psikis korban.
REFERENSI:
https://www.sportskeeda.com/pop-culture/what-yandere-dev-do-grooming-allegations-explored-game-designer-faces-cancellation-wake-apology
https://hits.suara.com/read/2023/11/09/194314/vtuber-monchi-syakira-pacari-anak-di-bawah-umur-sering-main-roleplay-dan-kirim-chat-jorok
https://gabb.com/blog/predators-on-video-games/
https://www.tek.id/insight/jumlah-gamer-di-indonesia-capai-100-juta-di-2020-b1U7v9c4A