Berubahnya era sebuah zaman dari suatu masa ke masa lainnya, juga berdampak pada perubahan teknologi yang dihadapi oleh masyarakat tersebut. Teknologi percetakan buku juga ikut terimbas adanya perubahan teknologi yang semakin mengarah pada penerapan teknologi informatika. Jika di era modern masa lalu buku dicetak dengan menggunakan kertas dan dijilid membentuk sebuah buku cetak, maka di era postmodern ini buku juga mengalami pergeseran dengan menerapkan ebook. Buku tidak lagi dicetak di atas kertas (paper less), melainkan dibuat dalam bentuk buku digital.
Berkumpulnya Para Pecinta Buku Klasik
Bagi kaum postmodernis yang sudah dipenuhi oleh ruang digital, buku diformat dan dihadirkan dalam bentuk digital. Sebaliknya bagi kaum modernis buku difahami sebagai kumpulan kertas yang tercetak dengan memuat pengetahuan sebagai substansinya. Buku cetak bagi kaum modernis lebih memiliki nilai dibandingkan dalam bentuk digital. Rasa untuk menguasai pengetahuan yang ada melalui buku digital tidak sedahsyat menguasai pengetahuan melalui buku cetak yang sudah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu.
Melihat hal tersebut, para pecinta buku-buku klasik berhimpun dalam sebuah wadah yang bernama Komunitas Lorong Buku Batavia untuk melestarikan konsep buku cetak di tengah maraknya teknologi buku digital. Komunitas ini terletak di lantai Pasar Gembrong Baru Jakarta Timur, yang beralamat di Jl. Basuki Rahmat, Cipinang, Jakarta Timur. Ribuan buku-buku klasik yang sudah jarang ditemui saat ini dapat dijumpai disini. Beragam buku klasik sejak masa VOC dan Hindia Belanda hingga awal Kemerdekaan dapat dijumpai di sini.
Berbeda dengan beberapa pemilik kios buku yang dapat dijumpai di banyak pasar di Kota Jakarta, pemilik kios buku yang tergabung dalam wadah Komunitas Lorong Buku Batavia ini memiliki tujuan utama membangun budaya literasi melalui pembacaan buku-buku klasik yang mereka miliki. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini selalu diarahkan pada upaya membangun kembali budaya manusia yang cinta akan pengetahuan. Buku klasik bagi mereka adalah sebuah jembatan emas untuk memahami apa yang pernah dilakukan oleh peradaban manusia di masa silam.
Membangun Budaya Literasi
Komunitas ini terbentuk sebagai sebuah kesadaran untuk membangun sebuah budaya literasi yang kini sudah mulai ditinggalkan karena tergerus oleh zaman. Membangun kembali literasi atas filsafat dan budaya hingga sejarah Indonesia dan dunia menjadi sebuah perhatian khusus para penggiat buku yang tergabung di dalam Komunitas Lorong Buku Batavia ini. Mereka memiliki koleksi puluhan ribu buku klasik yang ada dan diletakkan dalam Pasar Gembrong Baru ini. Perpustakaan Nasional RI bahkan acapkali mengunjungi komunitas ini untuk memperoleh literatur-literatur klasik abad pertengahan yang kini sulit dijumpai di banyak toko buku.
Komunitas Lorong Buku Batavia adalah komunitas pecinta buku, mereka tidak sekedar menjual buku-buku klasik tetapi lebih jauh dari itu melakukan kegiatan menggalakkan sadar pengetahuan melalui buku klasik bermutu. Andi, salah seorang anggota komunitas dan sekaligus pemilik toko buku Diponegoro, menjelaskan bahwa kegiatan komunitas ini beragam mulai mengadakan diskusi ilmiah dengan mengundang para penulis buku untuk berbicara, hingga budayawan, dosen dan ilmuwan untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada sesama. Beberapa kali Komunitas Lorong Buku Batavia diundang oleh Perpusnas RI untuk melakukan pameran buku klasik dan diskusi di ruang diskusi Perpusnas RI.
Mengundang Masyarakat Umum
Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini dilakukan secara berkala dengan mengundang masyarakat umum untuk menghadirinya. Andi menjelaskan pula bahwa kini banyak warga Jakarta yang mulai tertarik untuk ikut aktif dalam kegiatan sadar literasi yang dibangun oleh Komunitas Lorong Buku Batavia. Sudah sekitar dua ribu orang yang cukup aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Komunitas Lorong Buku Batavia.
Salah seorang tokoh dari Komunitas Lorong Batavia ini yang juga bertindak sebagai Pembina adalah Dr. Bambang Eko, dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya sekaligus pemilik toko buku di Pasar Gembrong ini menjelaskan bahwa rendahnya literasi dapat disebabkan oleh keengganan masyarakat saat ini untuk membaca buku, dan lebih tertarik mencari sumber pengetahuan secara instan digital tanpa melihat sumber aslinya. Ia begitu prihatin dengan rendahnya literasi, dan itu dapat ditekan dengan aktif mengajak masyarakat untuk kembali mencintai buku sebagai sumber asli pengetahuan.
Komunitas Lorong Batavia mengajak warga masyarakat
Kesadaran literasi bukan semata membaca buku, tetapi lebih jauh adalah membangun sebuah ruang sadar manusia atas eksistensi dirinya sendiri. Manusia yang terus berubah dan berkembang juga harus mengembangkan pengetahuannya. Ketajaman manusia dalam berfikir juga merupakan bagian dari perubahan zaman.
Buku hanyalah sebuah sarana mengantarkan ilmu kepada para pembacanya, dan buku adalah sebuah bentuk objek benda yang jujur. Buku fisik di era klasik telah mengajarkan nilai kejujuran karena substansi isi buku yang tercetak berbicara apa adanya. Ia tidak memanipulasi pembacanya dengan merubah substansi melalui kecanggihan teknologi postmodern. Membaca buku fisik melatih sebuah nilai kejujuran juga kesabaran, karena kita acapkali tidak menduga apa yang akan kita baca pada halaman berikutnya. Untuk membangun kembali cinta kita terhadap buku klasik, maka komunitas ini lahir.
Komunitas Lorong Batavia mengajak warga masyarakat untuk aktif dalam beragam kegiatan yang dilakukannya, guna melihat dan memahami pengetahuan klasik yang tidak ingin terpendam dan punah dengan masuknya teknologi digital era postmodern. Komunitas ini secara mandiri berupaya membangun masyarakat untuk kembali mencintai buku-buku klasik. Bahwa buku bukanlah sekedar tumpukan kertas, tetapi hakikatnya adalah kumpulan pengetahuan yang menyadarkan eksistensi manusia dihadapan Tuhan.