LGBT, Sex Bebas dan Pariwisata Indonesia

Penulis: Fokky Fuadi dan Heriyono Tardjono , Akademisi Universitas Al Azhar Jakarta

Adhianti Wardhani
Ilustrasi belibur ke pantai. Foto: Pixabay / Pexels

Indonesia Salah Satu Destinasi Wisata Internasional

Indonesia merupakan salah satu destinasi wisata internasional dengan jumlah turis  asing mencapai 4,57 juta kunjungan. Data yang diperoleh dari databoks dan katada di tahun 2023 menyebutkan bahwa kunjungan wisatwan asing pada tahun 2022 naik  sebesar 228,3% dibanding periode Januari-November 2021 yang hanya mencapai 1,39 juta kunjungan.

Masuknya para wisatawan mancanegara ini juga menjadi hal menarik karena dua tempat destinasi wisata Indonesia yaitu Bali dan Lombok, sekaligus  juga menjadi destinasi wisata bagi kaum gay. Wisata gay sendiri tercatat telah ada sejak abad XIX dimana beberapa tempat seperti London dan Berlin telah menjadi tujuan wisata favorit kaum gay (Pinta, 2021).

 

Salah Satu Tujuan Wisata Bagi Kaum Gay Ke Bali

Salah satu tujuan wisata bagi kaum gay ke Bali adalah kawasan Seminyak. Bali sebagai tujuan wisata bagi kaum gay, bukanlah hal yang baru karena kunjungan kaum pelangi tersebut telah terjadi sejak tahun 1930. Bali dijadikan sebagai surga pariwisata bagi kaum gay karena masyarakat Bali memiliki sikap yang toleran terhadap siapapun, termasuk masuknya wisatawan gay (Prabawati, et.al, 2019).

Pulau Lombok pun menjadi salah satu destinasi wisata favorit kaum gay.  Sayangnya tidak ada data resmi jumlah kunjungan wisatawan gay yang berkunjung ke Pulau Lombok (Fahrurozi, 2013). Walau demikian situs travelgay.com. memberikan info bahwa Lombok menjadi salah satu destinasi wisata favorit kaum pelangi dunia. Secara umum keberadaan dan eksistensi kaum Gay sendiri masih sulit diterima di Indonesia. Akan tetapi ke dua lokasi tersebut lebih bersikap toleran dan terbuka terhadap wisatawan gay yang masuk dan berlibur ke wilayahnya.

 

Indonesia Terbuka Terhadap Wisatawan Asing

Indonesia terbuka terhadap wisatawan asing, dan tidak menjadikan lokasi wisata secara khusus bagi kaum gay. Tidak seperti halnya Negara Thailand yang memiliki sikap terbuka dan khusus ditujukan kepada wisatawan gay.

Indonesia terbuka terhadap siapapun yang hendak melakukan kunjungan wisata ke berbagai penjuru negeri. Sikap masyarakat Indonesia terbuka terhadap siapapun yang berkunjung, tetapi tetap menolak perilaku menyimpang karena masih kuatnya pemahaman budaya juga agama. Serta persepsi sebagian besar masyarakat yang menganggap homoseksual sebagai sebuah gangguan psikis dan sebuah perilaku yang menyimpang (Garcia, 2016).

 

Resiko Ancaman Penyebaran HIV-AIDS

Keramahan budaya Nusantara berkaitan erat dengan masuknya jumlah wisatawan yang berkunjung menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Keramahan budaya dengan kekhasan senyum masyarakat Indonesia bukan hal yang asing bagi wisatawan mancanegara. Sebuah bangsa yang dikenal ramah terhadap siapapun, tanpa memandang suku, agama, dan ras, menciptakan sebuah suasana yang nyaman bagi para pelaku perjalanan wisata internasional untuk berkunjung.

Pulau Bali dan Pulau Lombok  memiliki kesamaan: keindahan alam, dan tingkat religius yang tinggi. Tingkat religius masyarakat secara umum di Lombok dan Bali masih menerima kehadiran kaum wisatawan gay/LGBT ke dalam lingkungannya. Walau demikian kunjungan wisatawan gay ini tampaknya juga berpotensi meningkatkan angka penyebaran penyakit HIV-AIDS.

Terdapat relasi yang erat antara maraknya pariwisata dengan resiko penyebaran HIV (Heriana, et.al., 2018; Zengeni & Zengeni, 2012; Padilla, 2010; Min Du, et.al, 2022). Perilaku seksual menyimpang yang dilakukan oleh kaum gay dan gaya hidup sex bebas kaum heteroseksual disadari atau tidak turut menimbulkan potensi berjangkitnya HIV/AIDS. Hal ini bukanlah hal yang tidak disadari oleh para pelaku seks bebas dan seksual menyimpang ini. Mereka menyadari bahwa perilaku yang dilakukannya turut memunculkan resiko penyebaran HIV (Winarsih, 2014; Hernandez, et.al, 2019).

 

Penularan Penyakit HIV-AIDS di Masyarakat Terus Meningkat

Penularan penyakit HIV-AIDS di masyarakat akibat perilaku homoseksual terus meningkat. Berdasarkan data terdapat peningkatan penularan virus HIV akibat perilaku homoseksual dibandingkan heteroseksual. Peningkatan penyebaran HIV di kalangan perilaku homoseksual pada tahun 2018 meningkat 20% dibanding tahun 2017. Sedangkan pada tahun 2019 terdapat kenaikan sebesar 50.282 penularan dan penyebaran HIV yang signifikan akibat perilaku homoseksual. Di tahun 2022 penularan HIV akibat perilaku homoseksual meningkat sebesar 30,2%. Tingginya angka ini akibat semakin meluasnya kampanye homoseksual oleh negara-negara Eropa dengan alasan hak asasi manusia (Lukihardianti & Kurnia, 2022).

Penyebaran virus HIV di Lombok sebagai salah destinasi wisata kaum pelangi  menunjukkan adanya peningkatan. Walaupun jumlah penderitanya sangat kecil dibandingkan provinsi lainnya. Perilaku homoseksual turut menyumbang penularan HIV AIDS sebesar 6,88%. Data ini menjadi sebuah fenomena gunung es, karena angka riil-nya jauh dari yang dilaporkan. Salah satu hal yang menarik adalah, penyebaran ini disebabkan juga oleh maraknyaperilaku seks bebas di lingkungan pariwisata Lombok (Mardiyah & Pamungkas, 2017).

 

Perlakuan Yang Sama

Walau kaum gay ikut andil dalam penyebaran penyakit menular seksual tersebut, tetapi mereka tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi sosial. Hal ini lebih disebabkan oleh penghormatan terhadap eksistensi kaum gay sebagai manusia dan bukan dalam konsep penerimaan atas perilaku homoseksualnya. Masyarakat masih menganggap bahwa perilaku homoseksual kaum gay sebagai sebuah perilaku yang menyimpang. Penolakan masyarakat atas perilaku homoseksual ini didominasi oleh pemahaman agama. Walau demikian masyarakat tidak mendiskriminasi mereka, karena mereka adalah tetap manusia yang wajib dihormati (Damayanti, 2015).

Terdapat hal menarik dalam relasi religi kultural dengan kehadiran kaum gay. Masuknya kaum gay tidak merubah identitas religius dan kultural masyarakat Bali dan Lombok sebagai tempat wisata favorit kaum tersebut. Masuknya kaum gay  sebagai wisatawan, semata adalah menjaring pendapatan. Khususnya pemasukan ekonomi bagi warga lokal melalui sektor pariwisata. Kedua daerah tersebut dengan tingkat religusitas yang tinggi tetap menolak eksistensi kaum gay-LGBT khususnya pengakuan eksistensi perkawinan mereka dalam lingkungannya.

Dalam kaitan dengan pariwisata Indonesia, pemerintah tetap perlu memperhatikan adanya efek penularan HIV-AIDS sekecil apapun akibat perilaku seks bebas dan seks menyimpang para wisatawan tersebut. Bahwa penarikan wisatawan mancanegara ke destinasi wisata Indonesia sekecil apapun memiliki potensi ancaman atas meningkatnya penyebaran penyakit HIV-AIDS di Indonesia, akibat budaya seks bebas dan seksual menyimpang yang dijalankan.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *