Siti Nurbaya Masa Kini – “Ryan! Tolongin gue ya…, beneran nggak bisa ditahan. Orderannya gue sudah ambil, orderan gue sepi nanti kalau sampai di cancel, please …,” ucap Damar meminta bantuan Ryan yang tertegun mendengar permintaan sababatnya. Sejak kapan Ryan mau jadi ojek yang mengantar penumpang, namun melihat wajah memelas Damar, dia juga tidak tega. Selama ini jika ada tugas dari dosen, Damarlah yang membantu menyelesaikannya.
“Ryan makasih ya. Cepetan penumpangnya nggak mau nunggu lama …!” seru Damar sambil berjalan cepet menuju toilet gedung Fakultas Teknik.
“Huft …! Damar, awas ya jika nanti tidak membantuku menyelesaikan tugas!” ancam Ryan dalam hati.
Dimasukkannya kunci dan menyalakan mesin motor, dipastikan lokasi penjemputan pada ponsel Damar yang terpasang di stang motor. Hanya berjarak tiga menit dan lokasi tujuan masih dalam lokasi kampus dan berjarak lima ratusan meter.
“Malas sekali, tidak mau berolahraga. Padahal masih pagi, udaranya juga masih segar,” batin Ryan lagi melihat lokasi yang akan diantarnya.
Ryan sampai pada lokasi penjemputan tak dilihatnya satu orangpun yang berdiri dititik merah pada layar ponsel Damar. Diputarkannya kepala untuk melihat apakah ada pergerakan dari seseorang yang memesan ojek Damar. Satu menit …, dua menit …, tiga menit, tak ada yang menghampirinya.
Rasa kesal mulai menghampiri Ryan. Saat jari tangannya akan melakukan panggilan telepon pada penumpangnya sebuah suara membuatnya menghentikan gerakan jarinya.
“Bang ojek! tunggu …!”
Ryan menoleh ke arah suara. Seorang gadis manis berlari kecil ke arahnya. Ryan memastikan tatapannya, sepertinya dia mengenali wajah gadis ini. Semakin dekat semakin jelas wajahnya, ternyata melihatnya langsung sangat berbeda dengan foto yang diberikan orang tuanya.
***
Flash back on
“Papa! Memangnya ini masih zamannya Siti Nurbaya yang dijodoh-jodohkan. Sekarang sudah era society 5.0 sudah tidak zamannya lagi, Pa!” seru Ryan saat menolak perjodohannya.
Ryan menolak perjodohan yang disampaikan papa saat makan malam. Mama juga mendukung papa dengan mengatakan jika gadis ini anak baik-baik dan keluarganya juga terpandang. Memang mereka tidak salah. Dia sudah matang secara usia dan dari segi ekonomi juga berkecukupan. Kedudukannya sebagai salah satu Direktur di perusahaan papanya tak perlu diragukan, kemampuannya memimpin sudah terlihat sebelas duabelas dengan papanya.
Pendidikan? Saat ini Ryan sedang menyelesaikan S-2. Namun di usia yang hampir 27 tahun, Ryan belum pernah mengenalkan satu gadispun pada mama dan papanya. Hal inilah yang membuatnya dijodohkan dengan putri dari sahabat papanya.
“Oke, papa berikan waktu sampai ulang tahunmu untuk mengenalkan gadis yang kamu pilih. Jika dalam waktu tersebut ternyata masih seperti ini, maka keputusan papa sudah bulat. Kamu harus menyetujui perjodohan dengan Intania!” perintah papa diakhir perdebatan saat usai makan malam.
Kurang dari dua bulan waktu yang diberikan papanya. Di mana dia menemukan gadis yang disukainya? Selama ini pikirannya hanya pada pekerjaan di kantor dan tugas-tugas kuliahnya. Harus ada yang membantunya.
“Apakah Damar bisa mengenalkan dengan gadis diinginkannya?” batin Ryan saat berbaring untuk tidur. Hingga akhirnya Ryan terlelap karena lelah memikirkannya.
Flash back off
***
“Bang! Kok tidak jalan-jalan?” tanya penumpang yang sudah duduk di boncengan motornya, hingga membuat Ryan kaget.
“Eh, iya. Maaf, Kak,” jawab Ryan dengan gugup.
Digesernya tombol untuk malakukan pengambilan penumpang dan melihat arah lokasi yang dipesan penumpangnya sambil nama pemesan di ponsel Damar. “Mengapa namanya berbeda dari yang disebutkan papa?” batinnya bertanya.
“Kak Dina mau kuliah?” tanya Ryan memberanikan diri. Tak ada jawaban hingga Ryan mengulangi kembali pertanyaannya. Suara gugup terdengar merdu memecahkan keheningan.
“Ooh …, itu Dina …, sahabat saya. Dia yang memesankan ojek setiap hari,” ucapnya pelan namun terdengar merdu bagi Ryan.
“Setiap hari???” tanya Ryan terkejut.
Ryan tak sengaja mengerem mendadak mendengar jawaban penumpangnya hingga punggungnya terbentur tubuh gadis di belakangnya.
“Ma …af. Ma… af, Kak. Saya kaget jika kakak setiap hari naik ojek seperti ini. Memangnya tidak ada yang mengantar?” tanya Ryan lagi.
“Ooh. Mas Angga mengantar hanya sampai tempat tadi. Karena kakak saya langsung ke kantor. Itu juga karena searah jadi bisa bareng,” suara yang merdu didengarnya kembali membuat senyuman di sudut bibirnya.
“Wajahnya dan suaranya sama-sama indah. Apakah sudah punya pacar?” batin Ryan bertanya.
Titik merah sebagai tanda tujuan sudah terlihat, artinya sebenar lagi penumpangnya akan turun. Tak jauh di hadapannya seorang gadis lain berdiri dari kursi saat melihat motor memasuki halaman gedung Fakultas Bahasa.
“Sepertinya itu sahabatnya yang benama Dina,” batin Ryan kembali. Dihentikan motornya untuk menurunkan penumpang. Gadis manis yang baru turun dari boncengannya bergegas berjalan menuju sahabatnya. Baru dua langkah berjalan, Ryan memberanikan diri bertanya.
“Kakak sudah punya pacar?” tanya Ryan yang membuat langkah kaki gadis manis itu terhenti dan membalikkan badannya. Saat mereka bertatapan Ryan memberikan senyum, namun gadis manis itu langsung berbalik dan berlari kecil ke arah sahabatnya.
***
“Hey, kenapa mukamu merah begitu Intan? Diapain sama abang ojeknya?” tanya Dina saat Intan sudah berada di hadapannya. Intan tak menjawab pertanyaan Dina, namun diaturnya napas karena degupan di dadanya saat mendengar pertanyaan abang ojek sebelum dia turun.
“Kalau dia macam-macam, aku akan lapor pihak keamanan agar ditindak lanjuti. Ini daerah kampus harus aman, benarkan?” ucap Dina meminta persetujuan Intan yang kini sudah mulai menguasai degup jantungnya.
‘”Tidak Din. Bukan itu …,” suara Intan pelan terdengar membuat Dina menurunkan emosinya.
“Tadi abang ojeknya tanya, apakah aku sudah punya pacar? Abang ojeknya tampan, aku jadi malu sendiri,” lanjut Intan lirih.
“Ha …, ha …, ha …. Intan yang benar saja abang ojek? Walaupun tampan tapi tidak selevel dong dengan kamu Intan,” ujar Dina yang tertawa saat mendengar jawaban sahabatnya.
Sejak bersahabat di SMA dengan Dina, Intan memang belum pernah dekat dengan laki-laki. Walaupun banyak yang ingin dekat dengannya, namun Intan selalu beralasan dia harus fokus pada pendidikannya dahulu baru nanti memikirkan masalah lainnya. Ini pertama kalinya Intan berpendapat mengenai laki-laki hingga membuatnya malu.
“Dina …, jangan seperti itu. Mungkin saja dia mahasiswa kampus, yang mencari uang untuk keperluan sehari-hari,” jawab Intan mencoba menghentikan tawa Dina.
Dina langsung mengecek ponselnya untuk melihat foto abang ojek yang dipesannya. Dikernyitkan keningnya saat melihat wajah dalam foro tersebut. Tampan? sepertinya Intan harus memakai kacamata. Disodorkan onselnya pada Intan untuk ikut melihat.
“Tadi bukan dia yang antar, Din? Kok bisa beda ya?” tanya Intan terkejut.
“Sudahlah! Kita masuk saja. Kalau kamu berjodoh dengan abang ojek tampan tadi, berarti itu rejeki. Siapa tahu dia adalah pangeran tampan dari antah berantah,” seru Dina sambil menggandeng tangan Intan untuk masuk ke dalam gedung.
***
Setelah Ryan mengantarnya dahulu, ketika Damar mendapat orderan Dina, Ryan selalu menggantikannya untuk menjemput Intan. Hingga akhirnya Ryan menjadi ojek langganan Intan dan meminta bayarannya diakhir bulan, dia beralasan sekalian menabung.
Dina tak pernah menanyakan latar belakang Ryan, sedangkan Ryan ingin mengetahui sifat Intan tanpa embel-embel lainnya. Kali ini Ryan mengajak Intan makan siang karena Intan baru saja membayar ongkos ojek selama satu bulan. Hingga akhirnya Ryan penasaran dengan perasaan Intan.
Jika mendengar dari cerita Dina, Intan menyukainya karena dibilang tampan. Tapi selama ini Intan tak pernah mengungkapkan perasaannya, hanya Ryan yang selalu memperhatian Intan secara terbuka. Dina juga pernah memberikan pendapatnya pada Intan mengenai perhatian Ryan yang besar padanya.
“Intan, sepertinya Ryan beneran suka sama kamu? Memangnya kamu mau dengan abang ojek?” tanya Dina saat Intan mengatakan jika Ryan mengajaknya makan siang karena sudah mendapatkan bayaran ojek selama satu bulan.
“Din, sepertinya Mas Ryan harus tahu. Aku tidak mungkin dekat dengannya lagi. Papa bilang akhir pekan nanti Adryan dan keluarganya akan datang. Aku tak mau mengecewakan Mas Ryan,” ucap Intan dengan mata yang menerawang.
Dina hanya bisa menarik napas dalam. “Intan baru saja mengenal sosok lelaki yang disukainya, namun orangtuanya masih berpikiran sekuno zaman Siti Nurbaya,” batin Dina menatap Intan di hadapannya.
***
“Jadi, Dina kaget jika wajah di foto ojek itu beda dengan aslinya?” tanya Ryan saat mereka sedang makan di kantin.
Intan hanya mengangguk dan tersenyum kecil menjawab pertanyaan Ryan. Hari ini dia akan meminta Ryan menjauh. Papa bilang Adryan sudah menyetujui perjodohan ini.
“Makanannya tidak enak? Dari tadi hanya diaduk-aduk saja?” tanya Ryan melihat sikap Intan yang masih gundah.
“Eh …, enak kok mas. Ini aku makan,” ujar Intan sambil memasukkan sendok yang berisi makanan ke mulutnya. Hingga akhirnya sebagian besar makanan di atas piringnya tandas.
“Mas …, boleh Intan minta tolong?” tanyanya sambil mencoba menatap mata Ryan.
Ryan mengangguk sambil berkata, “Boleh, masa tidak mau menolong gadis sebaik kamu.”
Jawaban Ryan membuat Intan kembali tersenyum. Ditariknya napas dalam sebelum memberanikan diri mengucapkan permintaannya.
“Mas, mulai besok Intan tidak usah di jemput di tempat biasa. Sudah tidak ada kuliah, lagi pula …, Intan sudah dijodohkan oleh papa …. Maafkan Intan ya, Mas,” ucapnya lirih.
“Tapi Intan, zaman milenial begini masih mau dijodohkan seperti zaman Siti Nurbaya?” tanya Ryan memancing pandangan Intan.
“Intan harus menuruti apa kata orang tua Mas, Intan yakin itu yang terbaik. Walau nantinya Intan dijuluki Siti Nurbaya,” jawab Intan menundukkan kepalanya.
“Aduh gemes banget lihat kamu Intan, seandainya saja kamu tahu jika lelaki itu adalah …,” batin Ryan sambil menatap Intan dengan senyum penuh kemenangan.
***
“Ma, semua sudah siap kan? Intan bersiap dulu ya, Ma?” tanya Intan pada mama yang masih merapikan makanan di atas meja makan. Satu jam lagi keluarga Adryan akan datang, sejak sore mama sudah sibuk di dapur menyiapkan makanan ringan dan makan malam.
“Iya Sayang, mama juga mau bersiap,” jawab mama sambil tersenyum senang. Akhirnya janji dengan sahabat papanya bisa dituntaskan. Kini tak ada lagi beban dalam hati mama karena sudah membalas semua kebaikan Papa Adrian saat suaminya harus menjalankan operasi lima belas tahun yang lalu.
“Ma, sudah selesai hidangannya? Ayo kita bersiap, sebentar lagi calon menantu kita akan datang,” ajak papa yang sudah muncul si ruang makan.
Mama mengangguk dan mengikuti papa ke kamar untuk berganti pakaian. Dipesankan pada asisten rumah tangganya untuk menyambut tamu yang akan datang dan mempersilakannya masuk.
***
Suara ketukan di pintu terdengar saat mama mematutkan pakaiannya di cermin. “Tamunya sudah tiba ibu,” suara asisten rumah tangganya terdengar setelah ketukan di pintu terhenti.
Papa lebih dahulu beranjak ke pintu dan membukanya, meminta asisten rumah tangga mereka untuk menyiapkan makanan dan minuman. Tak lama mama menghampiri dan mereka melangkah menuju ruang tamu.
“Wah ternyata Nak Adryan sudah sebesar dan setampan ini! Pasti Intan tidak akan menolaknya,” ucap mama saat Ryan memperkenalkan diri.
“Wah Tante bisa saja, oh ya Intannya mana ya Tante?” tanya Adrian sambil melirik ke arah tangga saat dilihatnya gadis manisnya berjalan perlahan ke arah ruang tamu.
“Nah itu dia, berarti kalian memang berjodoh,” seloroh mama saat mengikuti arah mata Ryan.
Intan masih menundukkan kepalanya hingga tiba di penguhung ruang tamu. Saat diangkat wajahnya dan bertatapan dengan lelaki yang dijodohkan papanya, mata Intan terbelalak kaget melihat wajah yang sudah tak asing lagi.
“Mas Ry …an. Kok …? Jadi yang dijodohkan dengan Intan …?” tanya Intan menggantung.
Mas Ryan sudah melangkah ke hadapannya, menggandeng tangan Intan dan tersenyum. “Kamulah Siti Nurbaya, bukan?” tanyanya berbisik di dekat telinga Intan.
Suara mama dan papanya terdengar berbarengan dengan suara mama dan papa Mas Ryan yang terkejut dan bertanya.
“Kalian sudah saling kenal??!”
Penulis: Oase_biru