Sastra  

Cerita di Asrama saat Mati Lampu

Cerpen oleh Listian N

Listian Nova
foto: pixabay.com
Ilustrasi koridor gelap (foto: pixabay.com)

Ini merupakan Cerita di Asrama saat Mati Lampu. Kami mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) memang diwajibkan untuk menghabiskan setahun pertama pendidikan kami di asrama. Semua hal memang tak sempurna sebagaimana pariwara berbicara. Zaman kami tinggal di asrama dulu, tak jarang kami kesulitan air. Pada saat-saat menjelang ujian, tak jarang pula kami mengalami mati lampu berkepanjangan.

Bukan berarti hidup kami di sini penuh penderitaan, justru kami menemukan banyak pengalaman berharga karena menyikapi kekurangan tersebut dengan besar hati alih-alih bersikap sok elit seperti beberapa penghuni tinggi hati di asrama ini. Misalnya, ketika mati lampu. Di saat-saat seperti itu, alih-alih merutuki kegelapan, senior kami biasanya akan menggelar sebuah pertunjukan dengan memanfaatkan kegelapan ini.

Sebelumnya, biar kami jelaskan siapa senior di asrama ini. Mereka adalah mahasiswa-mahasiswa yang satu atau dua tingkat lebih tinggi dari kami. Mereka sejenis relawan yang mengurusi pembinaan mahasiswa baru di asrama. Mereka disebut Senior Resident atau biasa dipanggil SR.

Kembali ke benang merah. SR kami adalah seorang aneh yang kegemarannya bercerita. Seperti yang kami sampaikan sebelumnya, SR kami akan menggelar sebuah pertunjukan ketika asrama dilanda mati lampu. Pertunjukan itu, tak lain dan tak bukan adalah pertunjukan cerita.

Cerita yang disampaikan boleh cerita apa pun, tetapi dalam keadaan mati lampu seperti itu, cerita yang kami suka adalah cerita horor dan misteri. Penutur yang bercerita boleh siapa pun, tetapi dalam keadaan mati lampu seperti itu, penutur yang kami suka adalah SR kami.

Cerita-cerita misteri yang dituturkan SR kami memang belum pernah kami dengar sebelumnya. Bukan cerita tentang satpam terbang yang patroli ke lantai dua. Bukan cerita tentang sesama mahasiswa yang ternyata tak memijak bumi ketika diintip dari kolong meja. Bukan pula cerita tentang pengajar ujian anatomi dadakan baik hati yang ternyata adalah bahan praktikum ujian itu sendiri. Bukan, apalagi tentang cerita kuda nil merah muda di kedalaman danau di belakang perpustakaan kampus.

Ada banyak cerita, tetapi SR kami biasa bercerita tentang empat cerita di asrama yang terjadi saat mati lampu. Tepat seperti suatu malam di hari itu, dulu, saat asrama juga dilanda mati lampu ….

 

Saat mati lampu, jangan meninggalkan saklar lampu di kamarmu dalam posisi padam. Kecuali lampu di luar kamar juga sudah dipadamkan— pokoknya jangan ada keadaan remang-remang dalam kamar. 

Sebut saja penghuni asrama ini Timun namanya. Suatu ketika, asrama mengalami mati lampu dan, setelah menunggu cukup lama, ternyata listrik tak juga pulih. Jadi Timun memilih untuk mendekap guling dan bergumul dengan kasurnya sampai ia terlelap. Sebelum itu, seperti biasa, Timun meninggalkan saklar lampu kamarnya dalam posisi padam.

Setelah beberapa waktu yang ia tak tahu sudah berapa lama berselang, Timun terjaga, tetapi kelopak matanya belum terbuka seluruhnya. Samar-samar suara gaduh terdengar dari luar kamar. Listrik sudah kembali pulih rupanya. Cahaya dari luar menerobos ke dalam kamar melalui lubang angin di atas pintu.

Berniat melunasi kantuknya, Timun berusaha membuka matanya lebar-lebar, namun betapa kagetnya ia. Di seberang kamar, di sudut ruang, ada sosok anak perempuan berbaju putih yang duduk di atas lemari yang diposisikan di sana. Tak terlihat jelas bagian tubuh dan wajahnya karena keremangan yang ada. Namun, Timun dapat melihat jelas kaki yang dijulurkannya dari atas lemari. Sepasang kaki itu berayun-ayun mengikuti tempo lambat dari irama music box yang berdenting tanpa lirik yang tiba-tiba terdengar entah dari mana ….

Are you sleeping, are you sleeping, Brother John, Brother John? 

 

Sekali lagi, saat mati lampu, kalau bisa jangan ada cahaya, sekecil apapun itu. Kecuali kau benar-benar yakin kalau saat itu kau tidak sedang sendiri—tentunya, jika yang menemanimu saat itu sama-sama manusia. 

Sebut saja penghuni asrama ini Wortel namanya. Suatu ketika, asrama mengalami mati lampu. Karena ia sudah merasa lelah, Wortel memilih untuk menjemput lelap, mendahului teman-temannya yang lain. Seperti biasa, Wortel mengatur alarm di ponselnya agar ia bisa bangun dini hari.

Dalam lelapnya, rupanya Wortel masih setengah sadar. Ia merasakan kehadiran teman sekamarnya membuka pintu. Masuk.

Setelah beberapa waktu yang ia tak tahu sudah lama berselang, Wortel terjaga, padahal alarmnya belum berbunyi. Itu artinya, ia bangun lebih dini dari biasanya. Sialnya, saat itu listrik ternyata masih padam. Dengan perasaan kesal karena listrik yang tak kunjung pulih, Wortel meraba-raba ke bawah bantalnya. Dalam sekejap, ia menemukan apa yang ia cari: ponselnya. Lalu, dengan menekan tombol tertentu, ponsel itu menyala dan bersinar dengan remang ke arah wajah Wortel.

Namun, betapa kagetnya Wortel, di bawah cahaya remang itu, sesosok tubuh terbalut kain putih berbaring tepat di sampingnya; dengan wajah hancur tak beraturan; bernanah dan penuh belatung. Tak ada yang tahu bagaimana kelanjutan ceritanya setelah teriakan histeris terdengar dari kamar Wortel ….

 

Saat mati lampu, sebisa mungkin jangan tidur di kamar sendirian. Kecuali kau benar-benar yakin kalau teman-teman sekamarmu tidak akan menginap di kamar malam itu.  

Sebut saja nama penghuni asrama ini Acar namanya. Suatu ketika, asrama mengalami mati lampu dan ternyata berlanjut sejak sore hingga larut malam. Acar belum juga bisa terlelap saat itu, padahal jarum jam sudah mengarah ke angka 11. Ia tak memiliki senter atau sumber pencahayaan lain. Ponselnya telah habis dayanya. Jadi, ia merenung saja, menatap kegelapan pekat dengan lekat.

Setelah beberapa waktu yang ia tak tahu sudah berapa lama berselang, Acar mendengar suara pintu kamarnya berderit. Ia memanggil nama teman-temannya. Tiga kali, tiga nama berbeda dan jawaban yang Acar selalu dengar adalah “ya‟.

Acar lega, setidaknya malam itu ia punya teman mengobrol sampai mereka benar-benar mengantuk. Ranjang-ranjang berderit dalam kegelapan. Setiap kasur di kamar itu sudah merengkuh tuan mereka masing-masing dalam waktu singkat. Acar membuka percakapan, tetapi sayang sekali balasan yang ia terima dari ketiga rekannya lagi-lagi hanya, “ya‟.

Lalu salah satu teman sekamar Acar ganti bercakap. Ia bercerita tentang seorang mahasiswa yang meninggal dengan tragis karena kecalakaan lalu lintas di lingkungan sekitar kampus. Lalu, teman sekamar Acar yang lain ganti bercerita tentang seorang mahasiswa yang menginggal karena hanyut di sungai belakang kampus saat melakukan praktikum. Teman sekamar Acar yang terakhir ganti bercerita tentang seorang mahasiswa yang meninggal gantung diri di kediamannya. Setelah itu, ketiga teman sekamar Acar itu menangis tersedu-sedu.

Acar merinding, bulu kuduknya menari-nari. Ia ingin berteriak tapi lehernya seperti tercekik. Suaranya tertahan sama sekali. Ia ingin bangkit, tetapi badannya terasa sangat berat, seakan ada beban raksasa yang menindihnya. Ia ingin berontak dan semakin ingin berontak, apalagi setelah ia ingat kalau ketiga teman kamarnya sudah pamit siang tadi untuk tidak bermalam di asrama malam itu ….

 

Sekali lagi, saat mati lampu, sebisa mungkin jangan tidur di kamar sendirian. Kali ini, pastikan benar-benar ada teman sekamar yang menemanimu. 

Sebut saja penghuni asrama ini Salad namanya. Suatu ketika, asrama mengalami mati lampu tanpa diketahui kapan listrik akan kembali pulih.

Salad sudah terlelap di penghujung senja, sehingga ia tak mengetahui kalau listrik ternyata padam sejak sore. Sebelum tidur, ia sudah mengunci pintu kamarnya dengan pengamanan ganda. Teman-teman sekamarnya sudah pamit untuk tidak bermalam di asrama malam itu. Di kamar itu, mereka memang hanya bertiga. Temannya yang satu bermalam di kediamannya di Bogor Kota, sementara temannya yang lain menumpang tidur di tempat kos kakak kelasnya.

Setelah beberapa waktu yang ia tak tahu sudah lama berselang, Salad terjaga. Ia sedikit kaget karena keadaan gelap gulita. Ia melirik ponselnya yang bercahaya remang.

Pukul 02.13. Terlalu pagi untuk melakukan kegiatan apapun, pikirnya. Jadi ia kembali memeluk gulingnya.

Belum sempurna ia mengatupkan kelopak mata, Salad mendengar suara gaduh di koridor. Suaranya seperti ada orang yang menggunakan sandal jepit sedang berjalan santai. Salad mendengus kesal, sebab memakai alas kaki dalam gedung asrama itu sebenarnya tidak diperbolehkan. Ia ingin menegur, tapi ia terlalu malas untuk meninggalkan kasurnya.

Suara tepuk sandal karet dengan lantai keramik itu semakin mendekat. Tepat di depan kamar Salad, suaranya berhenti. Salad memasang telinga, berjaga-jaga kalau ada tamu yang ingin berkunjung ke kamarnya. Ia kembali mendengus, memang siapa yang begitu tak beradab berkunjung pada jam-jam seperti ini?

Akan tetapi pintu kamar Salad benar-benar diketuk. Mau tak mau Salad harus menghampiri pintu. Cukup sulit bagi Salad untuk mencapai pintu kamarnya dalam keadaan gelap seperti itu, sementara ketukan semakin keras dan cepat saja.

Salad kesal, ia sudah mencapai pintu yang terus diketuk itu, ingin membukanya dan membentak si tamu tak tahu diri. Anehnya, kunci di pintu itu tak bisa diputar. Macet. Dan ketukan di pintu kamarnya semakin keras dan cepat saja. Itu bukan mengetuk lagi, tetapi menggedor.

Pintu macet dan gedoran dari luar semakin kencang. Salad panik. Ketakutan. Ia kaget setengah mati ketika jendelanya turut diketuk. Seperti ketukan di pintu, ketukan di jendela itu semakin keras dan kencang. Sekarang, jendela Salad juga digedor.

Salad berteriak sekencang-kencangnya, tetapi semakin ia berteriak, semakin keras pula suara gedorannya. Ia semakin berteriak dan langit-langit kamarnya justru ikut-ikutan gaduh. Seperti ada yang berlarian di sana, sembari cekikikan.

Besoknya, teman-temannya yang lain menemukan Salad meringkuk di bawah ranjang dalam keadaan tak sadarkan diri. Anehnya, tak ada yang tahu tentang kegaduhan semalam. Ya. Tak ada penghuni lain yang mendengarnya sepanjang malam tadi ….

***

Begitulah 4 cerita di asrama yang terjadi saat mati lampu yang diceritakan SR kami pada malam itu. Meskipun mulai banyak di antara kami yang sudah merasa biasa saja, tetapi tetap saja 4 cerita itu jadi sajian rutin kala kami berkumpul di saat-saat mati lampu. Namun, pada hari itu, dan hanya pada hari itu, sesuatu yang mengerikan terjadi.

Tepat saat SR kami menyelesaikan cerita keempat, listrik kembali pulih. Koridor kembali terang benderang oleh lampu neon di sepanjang langit-langit dan, pada saat itu pula, kami mendengar suara jeritan dari kamar paling ujung.

Sebut saja penghuni asrama ini Gado-Gado namanya. Ia tak turut berkumpul bersama kami saat mati lampu malam itu untuk bercerita. Sendirian, ia memilih untuk tidur di kamarnya yang terletak di ujung koridor.

Saat itu, jeritannya begitu panjang dan histeris. Kami sangat panik saat itu, tak terkecuali SR kami.

Kamar Gado-Gado terang benderang saat itu, tetapi kami tak tahu apa yang sedang terjadi di dalam, sementara jeritan Gado-Gado semakin menjadi-jadi. Lalu, dengan sikap yang dipaksakan tetap tenang, SR kami membuka pintu kamar Gado-Gado dengan meminjam kunci penghuni sekamar Gado-Gado, yang untungnya, ikut bercerita bersama kami tadi. Dan alangkah terkejutnya kami tatkala SR membuka pintu kamar itu ….

KECOAK TERBANG!!!

Baca juga:

Ujian

Ternyata

Kereta Api yang Amazing

 

 

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *