Budidaya Lobak Singgalang terancam punah dan dampaknya terhadap kuliner khas Sumbar. Jadi, jika anda berkunjung ke ranah Minang, ingatan anda tentu melayang pada dua hal, pertama kuliner khas yang mengundang selera kedua alamnya yang indah, eksotik dan memanjakan mata. Banyak contoh kuliner khas Sumatera Barat yang dikenal secara nasional maupun internasional.
Sebut saja rendang yang bahkan dinobatkan sebagai olahan daging paling lezat di dunia mengalahkan steak, sosis, ham dan berbagai pangan olahan daging lainnya.
Begitu juga dengan kuliner khas ranah Minang lainnya seperti nasi kapau dan gulai asam padeh, pangek masin dan sebagainya. Mendengan nama kuliner ini para pecinta kuliner selera sudah pasti ingin buru-buru mencicipinya.
***
Sebagai referensi, nasi kapau adalah nasi rames khas Nagari Kapau, Tilatang Kamang, Kabupaten Agam Sumatera Barat yang berjarak 4 KM dari Kota Bukit Tinggi dan 74 Km dari Kota Padang.
Nasi kapau biasanya terdiri dari nasi, sambal, dan lauk pauk khas Kapau seperti gulai sayur nangka (cubadak ), lobak singgalang, gulai tunjang (terbuat dari urat kaki kerbau atau sapi ), gulai cangcang (terbuat dari tulang dan daging kerbau), gulai babek (terbuat dari babat) atau paruik kabau.
Adapun lauk lainnya yaitu gulai asam padeh. Sesuai namanya “asam padeh” tidak memakai santan pada kuahnya. Warna merah pada kuahnya karena dimasak menggunakan cabai yang banyak. Sedangkan rasa asamnya berasal dari asam kandis. Aroma nikmat lauk ini di sumbang dari berbagai rempah-rempah salah satunya berasal dari daun ruku-ruku.
***
Tidak hanya tongkol, berbagai jenis ikan bisa bisa dijadikan asam padeh. Berbeda halnya dengan pangek masin, gulai ini diolah dari bahan dasar ikan sisik tuna yang dipadukan dengan santan. Gulai ini tidak menggunakan cabe merah, sehingga kuahnya berwarna kekuningan. Cita rasa khas gulai ini sama halnya seperti asam padeh yang berasal dari daun ruku-ruku.
Keunggulan kuliner khas Sumbar terletak pada cita rasa, aroma serta didukung oleh bumbu rempah yang digunakan. Sebagai contoh nasi kapau asli Bukittinggi biasanya disajikan bersama lobak singgalang yang menggugah selera.
***
Namun saya baru tersadar ketika seorang teman pulang dari rantau bertanya. Saat itu kami makan di warung nasi kapau yang letaknya 5-10 menit berjalan kaki dari kawasan Jam Gadang, Kota Bukittinggi.
Ia mengeluhkan “kenapa kok nasi kapau sekarang sayurnya tidak ada lobak Singgalang seperti dulu?”. Perlu diketahui saat ini subtitusi dari lobak singgalang adalah pucuk ubi, kacang panjang, buncis, timun dan lain-lain.
***
Keresahan teman saya tersebut kemudian saya tanya pada emak penjual nasi kapau. Saya bertanya “mengapa sajian nasi kapau kali ini tidak ada lobak singgalangnya, seperti dahulu?” Kenapa menu khasnya yang tersisa justru hanya gulai nangka saja?
“Dengan nada sedikit kecewa, emak penjual nasi kapau tersebut menjawab, “Lobak Singgalang saat ini langka dan sulit diperoleh karena petani enggan menanam lobak tersebut dengan berbagai alasan.
***
Kondisi ini memang tidak mengada-ngada, dulu bila kita berkunjung ke kaki Gunung Singgalang, hamparan hijau lobak menyejukkan mata dan membangkitkan hasrat untuk memetiknya.
Faktanya sejak lima tahun terakhir, pamor lobak singgalang mulai meredup. Jangankan dikedai-kedai atau di warung nasi, di ladang pun nyaris kami tak bersua.
Lobak yang hanya tumbuh di kaki gunung singgalang itu tidak lagi banyak dibudidayakan masyarakat setempat. Masyarakat seakan kehilangan semangat untuk menanam sayur tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Seperti rentannya tanaman terserang penyakit akar gada, biaya budidaya yang mahal, dan harga jual komoditas yang murah.
Kalaupun ada yang membudidayakan lobak singgalang kualitasnya menurun, berukuran lebih kecil dan tidak lagi memberikan rasa manis yang sesunguhnya.
Baca juga: Perjalanan Rendang: Dari Dapur ke Seluruh Dunia
***
Percaya atau tidak, konon gempa bumi Maret 2006 lalu di Padang berdampak pada kulitas lobak. Dahulu isi lobak segar dan padat, pasca gempa 2006 tampilannya justru semakin mengecil.
Sejalan dengan hal diatas, budidaya bumbu kuliner minang pun dalam masa krisis. Contohnya daun ruku–ruku sebagai bumbu utama dalam kuliner gulai asam padeh dan pangek masin.
Saat ini keberadannya semakin sulit dijumpai. Permasalahannya sama yaitu masyarakat enggan membudidayakan tanaman ini karena pasarnya tidak tersedia dan masyarakat cenderung membudidayakan tanaman lain yang lebih menguntungkan.
***
Selain sebagai bumbu yang memberikan cita rasa pada Gulai Asam Padeh dan Pangek Masin, tumbuhan yang dijuluki sebagai ratu herbal ini memiliki khasiat bisa menenangkan hati, mengendalikan gula darah, mengendalikan kadar kolesterol, menjaga kesehatan lambung, menangani luka dan melawan infeksi, melawan radikal bebas, mengikis peradangan, menjaga kesehatan mulut.
Manfaatnya luar biasa bukan? Tidak bisa dipungkiri, erosi budidaya lobak singgalang dan daun ruku-ruku ini secara langsung berdampak pada kuliner khas sumbar yaitu nasi kapau , gulai asam padeh dan pangek Masin. Saya memiliki kekhawatiran kuliner minang terancam kehilangan cita rasanya.
Responses (2)