All Eyes on Papua: Gerakan Solidaritas Penyelamatan Hutan Adat Papua

Menolak pembabatan hutan adat untuk proyek perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia

Ressy Octaviani
All Eyes on Papua (suarakreatif.com)
All Eyes on Papua (suarakreatif.com)

Setelah trending dengan tagar “All Eyes on Rafah” yang dibagikan oleh lebih dari 47 juta orang melalui unggahan instagram. Kini, media sosial kembali ramai dengan sebuah gerakan yaitu “All Eyes on Papua”. Lalu, apakah maksud yang melatarbelakangi munculnya gerakan tersebut?

Latar Belakang “All Eyes on Papua”

Seruan “All Eyes on Papua” mulai mencuat setelah video unjuk rasa suku Awyu dan suku Moi pada Senin (27/04/2024) viral. Dengan mengenakan pakaian adat dan melakukan ritual serta doa, mereka menuntut pemerintah untuk menyelamatkan hutan adat yang dirampas. Aksi yang dilakukan oleh perwakilan pejuang lingkungan hidup dari masing-masing suku meminta hak mereka dikembalikan, dan membatalkan izin perusahaan sawit. 

Hutan adat suku Awyu di Boven Digoel, Papua akan dibabat habis dan dijadikan perkebunan sawit oleh PT. Indo Asiana Lestari (IAL). Selain itu, masyarakat adat suku Moi juga turut serta memperjuangkan haknya atas 18.160 hektar hutan adat yang digunduli oleh PT Sorong Agro Sawitindo (SAS). 

Hal inilah yang melatarbelakangi aksi yang dilakukan di depan gedung Mahkamah Agung tersebut dan viralnya gerakan “All Eyes on Papua”.

Proyek Tanah Merah

Hutan adat masyarakat Awyu kabarnya telah ditetapkan menjadi perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia melalui proyek tanah merah. Proyek tanah merah adalah sebuah proyek raksasa yang di dalamnya melibatkan tujuh perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain, PT MJR, PT KCP, PT GKM, PT ESK, PT TKU, PT MSM, dan PT NUM.

Proyek yang berlokasi di hamparan hutan terluas yang masih tersisa di kawasan Asia Pasifik itu, diperkirakan luasnya 2.800 kilometer persegi. Luas tersebut setara dengan empat kali luas DKI Jakarta, area yang telah dibabat saat ini, yakni sekitar dua persen. Dua persen itulah yang akhirnya menimbulkan konflik karena telah dibabat habis, dan suku Awyu meminta haknya untuk dikembalikan. 

Proyek tanah merah adalah ancaman yang dapat merusak keberlangsungan hutan di Bumi Cenderawasih.

Dampak Buruk Proyek Tanah Merah

Jika proyek raksasa tersebut terealisasi, maka banyak sekali dampak buruk yang akan ditimbulkan, di antaranya :

1. Dampak Lingkungan

Emisi karbon yang dikeluarkan akan meningkat dibandingkan pembakaran bahan bakar fosil yang diproduksi negara maju. Hilangnya tempat tinggal bagi flora dan fauna endemik Papua yang hampir punah. Akan mudah terjadinya bencana alam, seperti banjir dan longsor. Terganggunya siklus air, karena curah hujan akan berkurang. 

2. Dampak Sosial dan Ekonomi

Banyak keluarga adat yang biasanya hidup mandiri dari penghasilan hutan, akhirnya hanya menjadi buruh kebun untuk perusahaan.

Hutan adat yang dulunya merupakan tempat sakral bagi masyarakat setempat, tentu nilai religi yang diwariskan akan hilang karena tempatnya dihancurkan.

Dapat memicu konflik perebutan lahan atau tempat tinggal antara suku yang satu dengan suku lainnya.

Papua dan Kekayaan Alamnya

Papua, dengan ragam landskapnya, menawarkan sebuah surga bagi para pecinta alam. Belum lagi keragaman flora dan fauna yang menjadikan Papua sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati di dunia. Hutan-hutan di Papua adalah rumah bagi spesies-spesies yang belum ditemukan di tempat lain di bumi ini. 

Di balik keindahan alamnya, Papua menyimpan potensi sumber daya alam yang luar biasa. Mulai dari tambang emas, tembaga, hingga nikel, Papua adalah lokasi dari beberapa tambang terbesar dan terkaya di dunia. Potensi sumber daya alam ini, jika dikelola dengan baik dan bertanggung jawab, dapat menjadi kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. 

Namun, sebaliknya. Jika pengelolaan kekayaan sumber daya alam di Papua tidak dilakukan dengan baik, maka hanya akan ada pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Pihak-pihak tersebut hanya memanfaatkan kepolosan masyarakat adat Papua untuk menyetujui perjanjian, dan mereka sendirilah yang menikmati keuntungannya. Sedangkan, masyarakat adat akhirnya dicurangi dan tidak mendapatkan apa-apa.

Kesimpulan

Perlunya Perlindungan Alam Papua 

Perlindungan dan pelestarian alam Papua merupakan tanggung jawab kita bersama. Mencegah deforestasi dan pengrusakan habitat adalah tugas yang memerlukan kerjasama dari semua pihak. Inisiatif konservasi, baik dari pemerintah, lembaga nirlaba, maupun komunitas lokal, harus terus didorong dan didukung. Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa kekayaan alam Papua tetap terjaga.

Melalui pemahaman dan apresiasi yang lebih dalam terhadap Papua dan kekayaan alamnya, mari kita bersama-sama berkontribusi pada pelestarian dan pembangunan berkelanjutan wilayah ini. Dengan menjaga harmoni antara pemeliharaan kekayaan alam dan peningkatan kesejahteraan penduduk lokal, Papua dapat terus bersinar sebagai harta karun timur Indonesia yang tak ternilai. Mari kita lindungi bersama, demi masa depan yang lebih cerah bagi Papua dan Indonesia secara keseluruhan.

Referensi

https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/58406/suku-awyu-dan-moi-gelar-aksi-damai-di-mahkamah-agung-serukan-penyelamatan-hutan-adat-papua/

https://thegeckoproject.org/id/articles/a-carbon-bomb-in-papua-7-takeaways-from-our-investigation/

https://lindungihutan.com/blog/pengertian-deforestasi-penyebab-dan-dampak/

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *