Studi Kasus Kopi Cibulao: Pentingnya Pemahaman Tentang Merek dan Indikasi Geografis

Ayu August
Kopi Cibulao (foto: dokumentasi pribadi)
Kopi Cibulao (foto: dokumentasi pribadi)

Kopi Cibulao bagi sebagian orang mungkin masih terdengar asing, namun sebenarnya Kopi Cibulao dengan varietas robusta pernah memenangkan kejuaraan nasional pada tahun 2016 lalu. Awalnya, area Kampung Cibulao belum pernah digunakan untuk menanam kopi, lebih-lebih kopi robusta. Hal ini dilatarbelakangi kondisi geografis Kampung Cibulao yang berada di dataran tinggi (900 – 1.500 mdpl) yang tidak cocok dengan kopi robusta yang biasa tumbuh pada ketinggian di bawah 1.000 mdpl.

Sejarah Singkat Kopi Cibulao

Pada tahun 2009, budidaya kopi di Kampung Cibulao, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dimulai dari Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dimana Perhutani bekerja sama dengan Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao Hijau dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Penanaman kopi juga mengusung semangat konservasi lingkungan. Pohon kopi ditanam di antara pepohonan di kawasan hutan dalam rangka mencegah masyarakat melakukan penebangan liar di hutan.

Singkat cerita, KTH Cibulao Hijau berhasil mengembangkan kopi robusta dan kopi arabika di Kampung Cibulao. Mereka pun melebarkan sayapnya dari sekedar petani kopi menjadi pengusaha kopi maupun barista. Pembeli tidak hanya bisa membeli biji kopi, tersedia pula kopi yang sudah dipanggang dan digiling hingga gerai kopi lengkap dengan barista yang menyediakan kopi siap minum.

Konsekuensi Merek Tidak Terdaftar

Dengan semangat mengangkat nama daerah asalnya, KTH tetap mempertahankan nama Kopi Cibulao untuk produknya. Pemasaran pun telah dilakukan untuk memenuhi permintaan domestik hingga luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Padahal nama Kopi Cibulao tidak dapat didaftarkan sebagai Merek karena menggunakan nama umum dan tidak memiliki daya pembeda. Salah satu kerugian akibat tidak mendaftarkan Merek adalah tidak adanya perlindungan hukum yang dimiliki oleh pemilik produk saat produknya ditiru atau dipalsukan pihak lain sehingga menimbulkan kondisi persaingan tidak sehat atau menyesatkan konsumen. Hal ini dialami oleh pelaku usaha Kopi Cibulao yang produknya diimitasi dan dijual secara online melalui platform e-commerce oleh oknum tidak bertanggung jawab. Meskipun sama dari sisi packaging, kopi palsu dijual dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih rendah dari standar Kopi Cibulao. Alhasil, owner Kopi Cibulao kerap menerima keluhan dari konsumen karena cita rasa kopi yang seolah menurun.

Baca juga: 6 Brand Slow Fashion Indonesia: Melokal dan Menginspirasi!

Upaya Mitigasi

Jalur hukum tidak dapat ditempuh oleh pelaku usaha Kopi Cibulao karena memang merek Kopi Cibulao tidak terdafar di Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham. Oleh karena itu, alternatif solusi sementara yang akan diambil adalah penambahan hologram pada packaging untuk memberikan kepastian keaslian produknya. Ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan pelaku usaha pada kondisi ini, pertama perlunya sosialisasi tentang penggunaan hologram pada konsumen. Selain melalui komunikasi pada saat promosi/penjualan, kegiatan ini dapat dilakukan melalui media sosial serta akun e-commerce yang mereka kelola. Kedua, penerapan sistem pengecekan keaslian melalui QR Code di setiap produknya yang menghubungkan konsumen pada database hasil produksi. Contoh penerapan ini adalah aplikasi HiddenTag, yaitu aplikasi yang memungkinkan pengguna mengetahui keaslian barang dari scan kode di produk. Bila produk palsu, maka aplikasi akan memunculkan pilihan untuk melaporkan produk tersebut.

Solusi lainnya adalah dengan melakukan rebranding produknya melalui perubahan nama produk untuk menjadi merek yang lebih mencirikan produk yang dihasilkan. Upaya rebranding perlu direncanakan dengan baik, agar usaha tidak kehilangan konsumen/menurunkan loyalitas pelanggan. Ketika telah menentukan merek yang akan digunakan, pelaku usaha perlu segera mendaftarkan mereknya. Hal ini penting untuk meningkatkan pelindungan hukum atas merek miliknya.

Pentingnya Indikasi Geografis

Adapun, jika ingin melindungi kekayaan intelektualnya namun tetap mempertahankan nama Kopi Cibulao, lebih baik untuk mendaftarkannya sebagai Indikasi Geografis. Indikasi Geografis (IG) adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Sudah banyak kopi yang telah terdaftar sebagai IG kini merambah pasar internasional, sebut saja Kopi Gayo, Kopi Kintamani, Kopi Mandailing, Kopi Toraja dan masih banyak lagi. IG bermanfaat untuk memberikan pelindungan hukum, meningkatkan pendapatan serta memperkuat eksistensi kopi maupun daerah asal produk tersebut. A

 

Indikasi Geografis dan Perlindungan Konsumen

Melalui perlindungan IG, tidak hanya hak komunal dari kelompok masyarakat pemilik hal tersebut yang dilindungi, namun juga hak konsumen. Mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, beberapa hak konsumen terkait yaitu:

  1. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi; serta jaminan yang dijanjikan; serta
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa

Sedangkan, pelaku usaha diwajibkan untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; dan memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Menjadi catatan disini bahwa IG bersifat komunal dan tidak dapat dimiliki oleh perserorangan/sebuah badan usaha seperti merek. Kemudian, reputasi, kualitas dan karakteristik dari Kopi Cibulao pun perlu diupayakan agar konsisten, sehingga memenuhi persyaratan sebagai IG. Contohnya melalui penggunaan metode/teknologi yang terstandarisasi (misalnya penggunaan metode Subak Abian pada produksi Kopi Kintamani untuk menjamin kualitas yang baik).

 

Sumber

https://kumparan.com/shafinamhrn/pelopor-pertanian-kopi-robusta-dan-arabica-di-kampung-cibulao-kabupaten-bogor-201DxwMiymr

https://www.idntimes.com/business/economy/kamila-sayara-avicena/8-aplikasi-android-untuk-cek-keaslian-barang-yuk-coba?page=all

https://jateng.kemenkumham.go.id/pusat-informasi/artikel/2961-kekayaan-intelektual-kopi-hasil-indikasi-geografis-dari-beberapa-wilayah-di-indonesia-turut-memeriahkan-peringatan-hari-ham-ke-69-tahun-2017

Simanjuntak, Y. N. (2023). Pelanggaran Indikasi Geografis ditinjau dari Aspek Perlindungan Konsumen. Perspektif Hukum; Vol 23 Issue 1: 58-81, https://doi.org/10.30649/ph.v23i1.188

https://www.youtube.com/watch?v=N1dJVqGFV2E

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *