All Ayes on Papua, sebuah seruan yang ramai di media sosial. Mungkin beberapa dari kita ada yang belum mengetahui apa tujuan dan maksud dari “All Ayes on Papua”.
Tagar #AllEyesOnPapua menjadi viral di media sosial sebagai bentuk protes masyarakat terhadap keputusan pemerintah yang memberikan izin kepada perusahaan sawit untuk menebang hutan adat Papua dan mengonversinya menjadi perkebunan kelapa sawit.
Perusahaan tersebut adalah PT. Indo Asiana Lestari yang mana menjadi salah satu perusahaan yang didirikan oleh dua perusahaan dari Malaysia.
Memang PT. IAL tersebut bergerak di bidang pembangunan kawasan perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit yang dipimpin oleh Muh.Yabub Abbas, sebagai direktur.
Nah saat ini, menurut greenpeace.org PT. IAL ini telah mengantongi izin memperluas lahan untuk perkebunan sawit seluas 36.094 hektare.
PT. IAL ini telah mendapatkan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI). Izin tersebut diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memanfaatkan dan mengelola Kawasan Hutan dengan fungsi Hutan Produksi (HP).
Tulisan opini kali ini, semata-mata sebagai bentuk dukungan untuk tetap melestarikan alam, dan terutama hutan di Indonesia.
Dan saya ingin menunjukkan seberapa penting peran kita sebagai masyarakat untuk bersama-sama menjaga hutan kita, apa peran hutan bagi kehidupan kita, dan apa kaitannya dengan pemerintah.
Bagaimana Kondisi Hutan Indonesia Saat Ini?
Bicara tentang hutan yang saat ini sedang terancam, ini akan relevan dengan prestasi yang didapat oleh Indonesia baru-baru ini. Prestasi tersebut adalah, juara satu dengan kategori penggundulan hutan paling cepat di dunia.
Mengutip pernyataan Arie Rompas dari Green Peace Indonesia, total luas hutan di Indonesia adalah 83,9 juta hektar. Namun, saat ini sebanyak 39,1 juta hektar atau 46% dari total luas hutan tersebut telah ditebangi, sehingga hanya tersisa 54% yang masih berupa hutan.
Maka jika PT. IAL ini mendapatkan izin dari pemerintah untuk meluaskan lahan sawit di hutan adat Papua maka hampir genap persentase hutan gundul dari jumlah total saat ini.
Deforestasi Masif Dilakukan oleh Siapa?
Deforestasi atau penggundulan hutan ini secara kasat mata pemerintah tidak terlihat secara langsung sebagai pelakunya.
Mengingat yang menghabisi hutan menjadi lahan sawit, tambang dan segala kegiatan penggundulan hutan lainnya itu dilakukan oleh perusahaan swasta.
Namun kita harus mengetahui fakta yang sebenarnya, bahwa pengadaan penggundulan hutan ini tidak dilakukan secara bebas, dan cuma-cuma.
Kegiatan deforestasi ini dilakukan dengan mendapat izin dari pemerintah. Sederhananya pemerintah pusat, daerah atau petinggi-petinggi yang memiliki wewenang yang bisa memberikan izin kepada para pengusaha untuk menghabisi hutan.
Seperti kasus yang ada di hutan adat Papua. Pemerintah Provinsi Papua ini memberikan izin kepada perusahaan untuk proyek perkebunan sawit di tanah adat suku Awyu pada tahun 2022 silam.
Perizinan ini dikantongi oleh PT. IAL yang dijadikan sebagai senjata dan bukti secara tertulis bahwa ia telah mendapatkan izin yang sah di mata hukum negara kita. Adanya bukti tersebut, PT. IAL akan sulit kalah jika dituntut oleh masyarakat Adat setempat.
Masalah ini bukan sekedar penggundulan hutan biasa, melainkan sebuah bisnis triliunan rupiah yang dijalankan oleh para oligark dengan dukungan dan kemudahan dari petinggi pemerintah.
Siapa yang terancam
Setelah mengetahui fakta kondisi hutan kita saat ini, dan telah mengetahui apa hubungannya dengan pemerintah, saya ingin memberi informasi terkait siapa yang akan menjadi korban dalam perjanjian para oligarki dengan pemerintah.
Seluruh rakyat Indonesia. Dampak ini akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Jarang dari kita menyadari bahwa kita saat ini sedang hidup di alam dengan cuaca yang mulai tidak bisa diprediksi.
Pada podcast di Green Peace Indonesia, mereka mengatakan bahwa dampak nyata dari penggundulan hutan adalah adanya wabah, seperti wabah covid-19 beberapa tahun yang lalu. Dan hal ini jarang terpikirkan oleh kita semua.
Wabah ini disebabkan oleh interaksi manusia dengan hewan, lebih spesifiknya yaitu hewan unggas. Saat hewan unggas dengan rekayasa genetik buatan manusia ini dilestarikan, kemudian membabat hutan dan dijadikan lahan peternakan maka inilah yang menjadikan virus berinteraksi dengan manusia juga. Jelas Guru Gembul pada podcast Green Peace Indonesia.
Selain itu, dampak nyata lain yang terlihat adalah kelangkaan persediaan air bersih di Jawa. Hal ini disebabkan oleh minimnya luas hutan di pulau Jawa, sehingga menghilangkan fungsi ekosistem hutan sebagai daya tampung air. Bahkan, diperkirakan pada tahun 2040, pulau Jawa akan mengalami krisis air yang sangat parah.
“Menurut perkiraan, dalam kurun waktu 15 tahun mendatang, pulau Jawa tidak akan memiliki cadangan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya,” jelas Guru Gembul. “Hal ini disebabkan oleh minimnya daerah tangkapan air akibat kerusakan hutan yang dialih fungsikan menjadi resort, hotel, dan lainnya.”
Sebegitu besarnya dampak hutan untuk keberlangsungan hidup kita. Maka tidak salah jika masyarakat adat Papua ingin melindungi tempat tinggal mereka, melindungi tempat penghidupan mereka.
Bahkan diperkirakan proyek pelebaran lahan sawit oleh PT.IAL ini mampu menghasilkan emisi 25 juta ton CO2 yang sama dengan 5 tingkat emisi karbon di tahun 2030.
Kesimpulan
Kita sebagai masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk bersuara dan bertindak demi kelestarian hutan kita.
“All Ayes on Papua” bukan sekadar seruan di media sosial, tetapi sebuah panggilan untuk melindungi warisan alam yang tak ternilai.
Hutan Papua, dengan kekayaan keanekaragaman hayati dan perannya yang signifikan dalam menjaga keseimbangan ekosistem global, saat ini terancam akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Penting bagi kita untuk terus mendukung upaya masyarakat adat dan mendesak pemerintah serta perusahaan agar bertanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya alam.
Hanya dengan kesadaran dan tindakan bersama, kita bisa memastikan bahwa hutan kita tetap lestari dan memberikan manfaat bagi generasi mendatang. Mari kita jaga hutan, karena masa depan kita bergantung padanya.
Desak pemerintah untuk tidak memberikan karpet merah kepada oligarki. Ini menyangkut hak asasi manusia, bukan hanya keadilan untuk para oligarki semata. All Ayes on Papua. ***