Yuk Intip Desa Haire, Desa Air ala Jepang!

Yuk Intip Desa Haire, Desa Air ala Jepang!
Yuk Intip Desa Haire, Desa Air ala Jepang! (Dreamstime)

Desa Air Hidup (Living Water) sepertinya memang merupakan panggilan yang cocok untuk desa yang satu ini. Perkenalkan Desa Harie, prefektur Shiga, yang menaungi sekitar 650 penduduk Jepang. 

Berada di tepi salah satu danau terbesar di Jepang, Danau Biwa, kita tentunya berpikir Desa Haire merupakan desa yang sangat berlimpah dalam sumber air. Keberlimpahan sumber daya air ini terbentuk dalam sebuah sistem yang menjadi keunikan tersendiri bagi Desa Harie. Di desa ini, suara air selalu terdengar dari puluhan sumur serta kanal-kanal air yang mengelilingi setiap rumahnya. 

Yuk, simak bagaimana harmonis kehidupan Desa Harie yang bersisian dengan karunia alamnya ini.

 

SISTEM AIR DESA HARIE

Air yang mengalir di Desa Harie rupanya datang dari tanah yang digali sedalam 20 meter. Air yang keluar dari tanah kemudian ditampung dalam sebuah pot batu yang berfungsi sebagai sumur rumah warga, dan digunakan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga seperti minum, memasak, mencuci, dan lain sebagainya. Karena air tersebut terus mengalir keluar, warga membentuk kolam untuk menampung air yang kemudian menjadi sebuah kabata

Kabata merupakan sebuah bangunan kecil yang terpisah dari rumah warga. Bangunan ini mengitari kolam air yang juga bisa digunakan untuk mencuci bahan dan menjadi dapur terpisah. Di tahun 2021, masih ada sekitar 110 kabata yang aktif digunakan oleh warga desa. Tidak dinyana, sistem kabata ini ternyata sudah ada sejak 300 tahun yang lalu, lho!

Air yang tidak tertampung dalam kolam, kemudian akan disalurkan kepada kanal air besar yang mengitari Harie. Saluran ini mengalirkan air ke hilir sebelum akhirnya lepas ke Danau Biwa. Sepanjang kanal, air sangatlah bersih dan bisa dipakai dan dikonsumsi oleh warga sekitar. Warga Harie juga memiliki saluran pembuangan air kotor yang berbeda sehingga tidak mengotori air dalam kanal tersebut.

Kira-kira apa trik lain yang digunakan oleh warga Harie untuk menjaga kualitas air mereka?

 

Kabata, sistem air peninggalan 3 abad lalu
Kabata, sistem air peninggalan 3 abad lalu (NHK Japan)

 

SIMBIOSIS MUTUALISME DALAM KEHIDUPAN HARIE

Salah satu kunci warga Haire dalam menjaga kebersihan air mereka adalah dengan memeliharan ikan. 

Sebenarnya ini tidak asing lagi. Apabila pembaca cukup doyan melihat kenampakan-kenampakan di Jepang, mungkin pembaca pernah melihat kondisi selokan di sana yang berbanding terbalik dengan Indonesia. Selokan di Jepang sangat bersih dan jernih hingga ikan-ikan koi bisa hidup di dalamnya. Warga Harie juga memakai trik yang sama. Dalam kabata-kabata tersebut, mereka banyak memelihara ikan karpen yang memakan sisa sayur dan serpihan-serpihan lain yang dapat mengotori sungai.

Warga memelihara dan merawat ikan-ikan tersebut, dan sebagai gantinya ikan-ikan tersebut menjadi pembersih alami di ekosistem air. Terbentuk sebuah hubungan mutualisme yang menguntungkan berbagai pihak di dalamnya, dan yang paling penting, lingkungan terjaga sebagaimana mestinya. Saat ini penggunaan ikan memang tidak lagi banyak diperlukan karena sudah ada pemisahan saluran air, akan tetapi warga desa tetap banyak menjadikan ikan karpen sebagai peliharan mereka.

Karena sangat jernih, dalam kanal Harie tumbuh sejenis alga bernama Baiwako (water plum blossom). Konon katanya, alga ini hanya bisa tumbuh di air yang bersih sehingga kita dapat melihat bagaimana kualitas air di desa ini.

 

KEUNIKAN AIR HARIE

Air tanah Desa Harie menjadi penyokong sehari-hari dalam kehidupan warganya. Tidak bersarang di kabata saja, air dipompa ke dalam keran-keran rumah untuk keperluan sehari-hari. Selain penyokong kehidupan, air di Harie juga dianggap bumbu dan bahan dari masakan desa. Menurut mereka, air tanah di desa ini unik karena membuat apapun yang dimasak menggunakannya menjadi lezat. Entah benar atau tidak ya, tetapi yang pasti memang air di desa Harie sangatlah jernih, sehingga memiliki kualitas yang tinggi dan aman untuk dipakai memasak.

Air Harie juga menjadi dingin pada saat musim panas, namun menjadi hangat di musim dingin. Hal ini sangat sesuai dengan kebutuhan warga Desa Harie

 

APA YANG HARUS DICONTOH DARI DESA AIR HARIE

Bila melihat kanal-kanal atau selokan air kita di kota, kita mungkin akan banyak melihat air yang keruh dan plastik-plastik sampah yang bertebaran.  Tentu, kita tidak bergantung pada air selokan sebagaimana Desa Harie bergantung pada kanal-kanal airnya. Tetapi, saya menangkap satu nilai yang mungkin dapat menjadi kunci kebersihan yang dapat dipetik oleh masyarakat Indonesia.

Air di kanal Harie dipakai untuk berbagai kebutuhan warga. Selain sistem air terpisah dan pembersihan secara alami, apalagi yang dilakukan warga Harie untuk menjaga kebersihan air mereka? 

 

Rasa Empati dan Kesadaran Diri Masyarakat


Pemeliharaan air Harie tidak serta merta dilakukan tanpa adanya motivasi yang menggerakan warga desa. Warga Harie di hulu menyadari bahwa air yang mereka pakai akan mengalir kepada masyrakat yang ada hilir. Hal itu menumbuhkan empati yang menjadi aksi. Karena mereka berbagi sumber air yang sama, masyarakat hulu merasa harus menjaga air agar tetap bersih agar dapat digunakan oleh warga-warga yang lain.

Sementara di hilir, masyarakat membangun rasa percaya kepada masyarakat hulu, dan tetap menjaga kualitas air agar dapat kembali ke danau dalam keadaan bersih. 

Masyarakat Indonesia belum memikirkan hal ini. Banyaknya sampah yang dibuang di selokan menunjukkan pola pikir yang hanya memikirkan kenyamanan sendiri. Karena masyarakat kita belum dapat berpikir jauh di luar diri sendiri, motivasi untuk merawat fasilitas bersama menjadi sulit tumbuh. Walhasil seperti yang banyak kita lihat, kanal-kanal air di kota banyak yang menjadi tercemar. Sangat mungkin kelalaian itu terjadi karena masyarakat tidak menemukan nilai guna dalam selokan. Bagi masyarakat kita saat ini, selokan ya hanya sekedar saluran pembuangan air agar tidak banjir. Mungkin dengan menemukan potensi-potensi lain dari pemanfaatan selokan, kita akan lebih berminat untuk menjaga kebersihannya. 

Infrastruktur Khusus untuk Limbah

Di sisi lain, di Indonesia belum ada program-program pembuangan atau daur ulang limbah rumah tangga. Limbah padat Indonesia saat ini pun masih banyak yang akhirnya hanya berakhir di laut. Ini belum menyangkut limbah cair domestik dan pabrik. Hal ini berbeda dengan Jepang yang memiliki saluran pembuangan khusus di mana limbah-limbah cair tersebut akan langsung disalurkan ke bangunan STP atau Sewage Treatment Plan. Sehingga selokan khusus digunakan hanya untuk menampung air hujan.

Seperti seharusnya, kebersihan lingkungan bukan hanya dibebankan kepada kepedulian masyarakat umum, tetapi perlu kontribusi dari pemegang kekuasaan juga. Kontribusi itu tidak melulu dilakukan dengan turun lapangan untuk bersih-bersih rutin, tetapi investasi dan pelaksanaan pembangunan yang mengarah pada perbaikan lingkungan dalam pentuk pengolahan limbah. Dengan musim pemilu yang akan datang di tahun 2024, mungkin tidak ada salahnya bagi calon-calon untuk memperhatikan dan  mengangkat program-program lingkungan hidup.

 

REFERENSI

https://www.researchgate.net/publication/298291064_The_KABATA_a_system_of_unique_water_utility_spaces_in_japan

http://ihcsacafe-en.ihcsa.or.jp/news/harie/

https://www.giwangkara.com/pendidikan/pr-851549040/tahukah-kamu-ini-alasan-selokan-di-jepang-bisa-dihuni-ikan-koi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *