Opini  

Krisis Demografi Jepang dan Korea Selatan

Ressy Octaviani
Penurunan Populasi (Foto : Freepik.com)
Penurunan Populasi (Foto : Freepik.com)

Dalam beberapa dekade terakhir, krisis demografi telah menjadi topik hangat di kalangan negara maju, khususnya Jepang dan Korea Selatan. Krisis ini tidak hanya membawa tantangan jangka pendek tapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang kelangsungan jangka panjang kedua negara tersebut. Penurunan populasi yang semakin parah, disertai dengan meningkatnya jumlah populasi lanjut usia, telah mengancam keberlangsungan ekonomi dan sosial mereka. 

Apa itu Krisis Demografi? 

Krisis demografi adalah kondisi ketika sebuah negara mengalami ketidakseimbangan antara jumlah penduduk yang menua dan jumlah penduduk yang baru lahir. Hal ini ditandai dengan melambatnya pertumbuhan penduduk dan rendahnya angka kelahiran, yang kebanyakan dialami oleh negara-negara maju. 

Menurut data Proyeksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang diproses oleh (www.macrotrends.net). Data menunjukkan bahwa, angka kelahiran dunia tahun 2024 adalah 17.299 kelahiran per 1000 orang, turun 0,94 persen dari tahun 2023. Sedangkan, angka kesuburan (fertility rate) dunia tahun 2024, adalah 2.410 kelahiran per wanita turun 0,33 persen dari tahun 2023. 

Itu artinya, penurunan populasi memang telah terjadi secara global, tak terkecuali Tiongkok, negara yang dikenal dengan populasi terbanyak di dunia.

Penurunan Populasi Dunia

Meskipun pada November 2022, populasi dunia mencapai angka delapan miliar. Namun PBB telah memperkirakan akan ada puluhan negara yang mengalami penurunan populasi hingga puncaknya di tahun 2050. Menurut Ahli Biologi mungkin ini sangat melegakan, karena penurunan jumlah penduduk akan mengurangi tekanan yang diberikan oleh delapan miliar orang. 

Sedangkan, bagi para ekonom, menurunnya angka kelahiran sangat berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan sosial suatu negara. Dengan kata lain “lebih sedikit bayi yang lahir, berarti lebih sedikit pekerja dan konsumen di masa depan”. (https://www.scientificamerican.com/article/population-decline-will-change-the-world-for-the-better/)

Dampak Krisis Demografi Jepang dan Korsel

Jepang

  1. Meningkatnya Beban Sosial

Jepang merupakan satu-satunya negara Asia yang memiliki populasi lansia (lanjut usia) terbanyak di dunia. Sekitar 30% dari populasi Jepang berusia 65 tahun atau lebih. Populasi lansia menambah beban pada sistem pensiun dan layanan kesehatan. 

Pemerintah harus mengalokasikan lebih banyak dana untuk perawatan lansia, yang dapat mengarah pada defisit anggaran dan peningkatan utang publik. 

  1. Penurunan Tenaga Kerja

Penurunan populasi Jepang yang signifikan, dapat mengakibatkan penurunan jumlah tenaga kerja. Hal ini menghambat pertumbuhan ekonomi, karena perusahaan kekurangan pekerja untuk mendukung produksi.

Berkurangnya jumlah tenaga kerja dapat mengurangi produktivitas dan inovasi. Meskipun Jepang memiliki teknologi tinggi, tantangan demografi dapat memperlambat kemajuan jika tidak ada cukup tenaga kerja yang terampil.

Korea Selatan

  1. Meningkatnya Tingkat Ketergantungan

Penurunan angka kelahiran dan peningkatan usia lanjut di Korea Selatan mengarah pada rasio ketergantungan yang lebih tinggi, di mana lebih banyak lansia bergantung pada populasi yang lebih kecil dan lebih muda untuk mendukung sistem sosial dan ekonomi.

  1. Penurunan Konsumsi dan Pertumbuhan Ekonomi

Dengan penurunan jumlah penduduk yang aktif secara ekonomi, daya beli dan konsumsi rumah tangga bisa menurun. Ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, karena pengeluaran konsumen adalah salah satu pendorong utama ekonomi.

Faktor Penyebab Penurunan Populasi di Jepang dan Korsel

Beberapa faktor telah berkontribusi terhadap penurunan populasi di Jepang dan Korea Selatan, termasuk perubahan nilai sosial, tekanan ekonomi, dan kondisi kerja yang menantang. Masyarakat muda di kedua negara cenderung menunda atau menghindari pernikahan dan memiliki anak, hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi dan keinginan untuk memprioritaskan karier. 

Selain itu, tingginya biaya hidup dan pendidikan membuat banyak pasangan ragu untuk membesarkan anak. Faktor-faktor ini, bersama dengan peningkatan harapan hidup, menciptakan “perangkap demografi” yang sulit untuk diatasi tanpa perubahan kebijakan yang signifikan.

Kebijakan Pemerintah untuk Mengatasi Krisis Demografi

Jepang

  1. Imigrasi : Dari tahun 1990-an,  pemerintah Jepang sudah berfokus pada keimigrasian untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja yang disebabkan oleh fenomena shoushika. Hasilnya, pada tahun 2013 jumlah TKA (Tenaga Kerja Asing) meningkat sebanyak 40%, hingga saat ini banyak imigran yang datang ke Jepang untuk bekerja.
  2. Berikutnya, masih di tahun yang sama, pemerintah Jepang membuat kebijakan lain, yaitu karyawan yang telah berkeluarga diperbolehkan untuk cuti agar bisa mengurus anak.
  3. Insentif Kelahiran : Pada tahun 2023, Jepang akan menyiapkan 3,5 triliun yen per tahun untuk meningkatkan jumlah kelahiran anak. Sayang, kebijakan ini dinilai tidak cukup untuk menaikkan angka kelahiran, karena sama sekali tidak berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga. (https://www.dw.com/id/jepang-siapkan-miliaran-dolar-untuk-tingkatkan-kelahiran/a-65800547)

Korsel

  1. Insentif Kelahiran : Korsel menyiapkan dana untuk bayi yang lahir pada tahun 2024, seorang anak memperoleh dukungan tunai sebesar 29,6 juta won ($22.100). Insentif ini diberikan selama delapan tahun sejak saat dilahirkan. (https://m.koreaherald.com/view.php?ud=20240122000698
  2. Dukungan untuk Perawatan Anak: Program dukungan seperti pengasuhan anak gratis atau berbiaya rendah, dan peningkatan fasilitas perawatan anak. Program ini dirancang untuk mengurangi beban finansial pada orang tua.
  3. Keseimbangan Kerja dan Kehidupan: Korea Selatan memperkenalkan kebijakan yang mendorong keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Hal ini termasuk cuti melahirkan dan cuti ayah yang lebih baik, serta jam kerja yang lebih fleksibel.
  4. Program Pemukiman dan Subsidi Perumahan: Untuk mengurangi biaya hidup, pemerintah menyediakan subsidi perumahan dan yang terjangkau bagi keluarga muda.

Data Demografi Jepang dan Korea Selatan 

Jepang

Jumlah populasi Jepang tahun 2024 adalah 122.585.912. Sejak tahun 2009 populasi Jepang terus menurun setiap tahunnya, bahkan diperkirakan akan turun dibawah 100 juta jiwa pada tahun 2058. Jumlah kelahiran bayi pada tahun 2023 sebanyak 758.631 bayi, turun 5,1 persen dari tahun sebelumnya. (https://worldpopulationreview.com/countries/japan-population

Korsel

Jumlah populasi Korea Selatan tahun 2024 adalah  51.737.834 orang. Laju pertumbuhan penduduk Korsel melambat setiap tahunnya, bahkan tingkat kesuburannya adalah yang terendah di dunia, yaitu 0,92 yang berarti bahwa secara rata-rata, perempuan memiliki kurang dari satu anak. (https://worldpopulationreview.com/countries/south-korea-population

Kesimpulan

Solusi untuk krisis demografi di Jepang dan Korsel memerlukan kombinasi dari kebijakan pemerintah, perubahan budaya masyarakat, dan kerja sama internasional. Implementasi kebijakan yang efektif akan membutuhkan pengakuan bahwa perubahan demografi adalah realitas yang tidak dapat dihindari. Serta, adaptasi proaktif adalah kunci untuk keberlangsungan ekonomi dan sosial kedua negara.

Dalam menghadapi krisis demografi, Jepang dan Korea Selatan berada di persimpangan jalan, di mana keputusan hari ini akan menentukan masa depan mereka dalam beberapa dekade mendatang. Melalui kolaborasi, inovasi, dan keberanian untuk mengimplementasikan perubahan, kedua negara ini dapat menavigasi tantangan. Hingga akhirnya, akan maju sebagai pemimpin global dalam mengatasi krisis demografi.

Referensi

“Demographic Change and Economic Growth in Korea” – Korea Development Institute (KDI)

“South Korea’s Demographic Crisis: Challenges and Policy Responses”– Asian Development Bank (ADB)

“The Economic Impact of Demographic Changes in Japan” – International Monetary Fund (IMF)

“Aging and Its Economic Impact: The Case of Japan” – Bank of Japan

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *