Semua saja Korupsi: Penyebab Apatisme Politik Generasi Muda

Putri Rizky Rahmadina
ilustrasi Korupsi (foto: freepik.com)
ilustrasi Korupsi (foto: freepik.com)

Seakan mengambil obor dari kasus-kasus terdahulu, petinggi Negara kembali menemukan cara untuk mengecewakan rakyat. Tentunya kita sudah mendengar kasus Firli Bahuri. Ketua KPK yang terkenal justru sebagai tersangka pelaku pemerasan terhadap mantan menteri pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Cukup mengejutkan sekaligus menggelikan, bagaimana Ketua KPK yang mengepalai badan anti-korupsi, kini malah menjadi tersangka koruptornya sendiri. 

Namun perlu dilihat kasus-kasus lain yang mengitarinya. Syahrul Yasin Limpo sendiri saat ini sedang ditahan karena sangkaan penerimaan suap. Pada saat yang bersamaan, dilansir dari BBC News Indonesia (2/12), Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar S.H. juga menjadi tersangka dua kasus suap yang berbeda lagi. Kemudian datang mantan ketua KPK Agus Raharjo yang mengaku dimarahi Presiden Jokowi dan diperintahkan untuk menghentikan penyidikan korupsi e-KTP oleh Setya Novanto.

Cuitan-cuitan menyangkut nama-nama dari keluarga Presiden memenuhi laman Twitter. Akan tetapi tidak ada yang benar-benar pasti, mana yang benar dan yang salah. 

Semua saja korupsi. Sudah basi melihat bagaimana Negara kita ini sangat sarat dengan budaya korupsi. Politik menjadi alat kekuasaan pribadi semata, sedangkan rakyat ditinggal dalam kegelapan. Lihat saja konten sosial media KPK, setiap hari ada saja orang-orang berkuasa yang melakukan korupsi. Selama ada kuasa, ada saja cara untuk menyalahgunakannya. 

Kalau ditanya apa solusinya, banyak yang akan berkata pada generasi muda perlu dididik dengan nilai-nilai anti-korupsi. Agar dimasa mendatang, mereka mampu meningkatkan mutu politik menjadi lebih bersih, lebih transparan, dan lebih memajukan pembangunan Nasional. Padahal dengan kondisi seperti ini, sangat mungkin politik Indonesia semakin terkubur di mata generasi muda. Mengakibatkan semakin maraknya antipati terhadap politik. 

Baca juga: KPK: Fiat Justitia Ruat Caelum

Apatisme Politik Pada Masyarakat dan Penyebabnya

Apatisme politik adalah kurangnya ketertarikan atau adanya sikap apatis terhadap politik. Hal ini terjadi ketika masyarakat tidak memiliki kepedulian atau pemikiran yang kritis terhadap dinamika politik yang terjadi. Contohnya fenomena golput, ketidaktahuan terhadap situasi politik, dan ketidaktertarikan dalam agenda politik negara. Hal ini mengkhawatirkan karena negara memerlukan input dari masyarakat untuk menentukan nasib Bangsa ke depannya. 

Lebih mengkhawatirkan lagi apabila generasi muda, sebagai generasi yang nantinya akan meneruskan bangsa, menunjukkan minat yang kian menurun pada politik. Lantas siapa yang akan memimpin negara apabila anak muda zaman sekarang tidak mau berkancah dalam politik? Tidak usah berpikir terlalu jauh, lantas bagaimana nanti nasib pemilu di tahun 2024?

Namun apa yang menjadi penyebab apatisme politik?

Apatisme terhadap politik tidak terjadi sekedar karena malas saja, tetapi karena kekecewaan terhadap transisi politik. Dari sebuah posisi yang diisi karena kecintaan terhadap politik dan keinginan untuk meperbaiki kondisi Negara menjadi politisi “karir” yang lebih dingin (Dan R., 2002). Karir yang tujuannya hanya untuk mempertahankan kekuasaan partai atau perusahaan saat ini tanpa memperhatikan apa yang terjadi di negara secara keseluruhan. Sehingga orang, terutama anak muda, menjadi tidak tertarik lagi dengan politik. 

Kita dapat melihat bagaimana saat ini, politik dianggap sebagai sesuatu yang “kotor”. Hal itu terjadi karena kaum muda masih menilai politik itu rebutan kekuasaan, urusan orang tua, korupsi, janji-janji politik (Sarpandi, 2023). Namun apakah itu salah? Tidak juga, karena inilah realitas politik Indonesia saat ini. 

Apalagi, muda-mudi mungkin melihat bagaimana politikus-politikus saat ini tidak mewakilkan suara mereka. Hal ini menimbulkan rasa ketidakberdayaan pada generasi muda. Memilih kemudian menjadi hal yang sia-sia, sehingga mereka akhirnya menjadi apatis. 

Korupsi Saat ini dan Dampaknya Pada Generasi Muda

Kasus-kasus korupsi ini nyaris serupa dengan gerakan #percumalaporpolisi yang terjadi setahun dua tahun silam, bersamaan dengan kasus perundungan dalam KPI. Di mana masyarakat  menunjukkan ketidakpercayaan pada lembaga kepolisian yang dianggap lalai dan lambat. Di mana masalah apapun harus dibuat viral dulu di media sosial agar polisi mau mengurus. 

Masyarakat sudah tidak lagi percaya pada polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat. Kini kepercayaan mereka kembali dirusak oleh aparat negara. Terutama oleh KPK yang seharusnya menjadi ujung tombak kejujuran dalam politik Indonesia. Kalau begini caranya, lantas masyarakat Indonesia harus mempercayai siapa? Pada akhirnya, mereka pun merasa bahwa pemegang kekuasaan itu sama saja, tidak ada yang bisa dipercaya. 

Jangan pula hanya menekankan solusi pada anak muda sebagai agen perubahan. Apa gunanya agen perubahan kalau pemegang kekuasaan yang sudah sepuh-sepuh juga tidak bergeming? Mau bersuara pun percuma. Entah menjadi komoditas, atau malah tidak digubris oleh yang di atas. Sudah berapa kasus di mana muda-mudi Indonesia yang bersuara malah ditangkap atau dilempari gas air mata? Pada akhirnya pemberdayaan generasi muda-mudi dalam politik menjadi pedang bermata dua. Tanggung jawab untuk memperbaiki politik dibebankan pada anak muda yang tidak benar-benar memiliki kuasa dalam kancah politik. 

Sekarang, para pemegang kekuasaan justru harus berpikir bagaimana caranya memulihkan citra politik yang sudah rusak oleh keserakahan pelaku-pelaku politik sendiri. Dengan adanya kasus-kasus korupsi ini, semakin terlihat wajah politik Indonesia yang semakin tercoreng.

Entah bagaimana citra politik Indonesia akan membaik kembali. Tetapi yang pasti, apabila politik Indonesia tidak segera direformasi dari susunan pemerintahan itu sendiri, Indonesia akan semakin mematikan politik di mata muda-mudi Indonesia. 

REFERENSI

Sarpandi. (2023). Sikap Apatis Terhadap Politk Di Kalangan Anak Muda. Dapat diakses di https://kepri.nu.or.id/opini/sikap-apatis-terhadap-politk-di-kalangan-anak-muda-AUGpa

BBC News Indonesia. (2023) Suara pemuda dalam Pemilu 2024, sekadar komoditas politik atau benar-benar didengar aspirasinya?. Dapat diakses di https://www.bbc.com/indonesia/articles/c29814geg2eo

BBC News Indonesia. (2023). Firli Bahuri dan pengungkapan korupsi sejumlah petinggi negara di era Presiden Jokowi, ‘mengapa baru sekarang?’. Dapat diakses di https://www.bbc.com/indonesia/articles/c8788y370y4o

Sarfaraz, A., Ahmed, S., Khalid, A., & Ajmal, M. A. (2012). Reasons for political interest and apathy among university students: A qualitative studyPakistan Journal of Social and Clinical Psychology10(1), 61-67.

Marsuki, N. R., Oruh, S., & Agustang, A. (2022). Youth Apathy in Political Contest: A Case Study in the 2020 Gowa Regency Head Election. JED (Jurnal Etika Demokrasi)7(1), 73-82.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *