Review Film “Survival Family” : Bertahan Hidup Tanpa Listrik

Ressy Octaviani
Survival Family (Foto : Pinterest.com)
Survival Family (Foto : Pinterest.com)

Apa jadinya jika listrik di dunia ini tiba-tiba padam dalam waktu yang lama? Air bersih sulit didapat, ponsel mati, persediaan makanan di lemari es membusuk, moda transportasi pun terganggu. Semua itu tergambar jelas melalui film asal negeri sakura Jepang, “Survival Family”. Salah satu karya terbaik besutan sutradara Shinobu Yaguchi yang dirilis tahun 2016, bergenre drama-komedi. Di tahun yang sama, film ini berhasil terpilih masuk dalam Festival dan Penghargaan Film Internasional di Macau. 

Survival Family mengajak kita untuk membayangkan, “Bagaimana jika skenario dalam film tersebut terjadi di kehidupan nyata?”

Ringkasan Film

Survival Family menceritakan kisah sebuah keluarga di Tokyo yang menjalani kehidupan seperti biasa. Ayah (Yoshiyuki Suzuki) seorang karyawan kantor, ibu (Mitsue Suzuki) mengurus rumah, anak perempuan (Yui Suzuki), serta anak laki-laki (Kenji Suzuki). Mereka sama seperti orang-orang di kehidupan modern lainnya “Tidak bisa lepas dari teknologi”.

Namun, kehidupan mereka berubah drastis ketika pemadaman listrik besar-besaran melanda Jepang. Ponsel mati karena tidak dapat mengisi daya, mesin air dan lift tidak berfungsi, bahkan transaksi di supermarket dilakukan secara manual. 

Suzuki mengira pemadaman tersebut hanya sementara dan tidak seserius itu, namun selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu listrik tak kunjung menyala. Akhirnya mereka harus mulai terbiasa dengan kebiasaan hidup baru, “Tanpa listrik dan teknologi”. Sisi positifnya semua anggota keluarga lebih sering berkumpul, melihat pemandangan langit yang terlihat jelas dalam kegelapan. 

Air dan makanan sudah mulai menipis, ditambah cuaca Tokyo yang semakin dingin. Keluarga Suzuki memutuskan untuk bermigrasi ke desa tempat orang tua sang ibu tinggal. Mereka berpikir kehidupan di desa akan lebih mudah, karena disana masih banyak sumber air dan makanan yang melimpah di alam.

(Foto : m.imdb.com)

Mereka memulai perjalanan panjang menggunakan sepeda yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk sampai ke desa. Banyak rintangan yang mereka hadapi, yang menguji kesabaran, serta kekuatan fisik dan mental keluarga ini. 

Review Film

Film Survival Family adalah tontonan menarik yang mengambil tema Survival, yang kita tahu kebanyakan bernuansa menegangkan. Mungkin kita sudah biasa menonton film bertahan hidup dari kejaran zombie atau kekacauan dunia karena virus mematikan. 

Namun, berbeda dari film-film Survival lain, film ini lebih menekankan pada sesuatu yang relate dengan kehidupan kita sehari-hari. Sehingga penonton mudah terbawa secara emosional dan membayangkan jika kejadian serupa benar-benar terjadi. 

Tidak hanya menghibur, film ini juga mengajarkan kita mengenai cara bertahan hidup dan beradaptasi menghadapi situasi sulit. Selain itu, dinamika keluarga juga sangat ditonjolkan di sepanjang film, membuat kita lebih menghargai arti keluarga. Keluarga merupakan fondasi utama untuk kita bisa bertahan dalam kondisi apapun. 

(Foto : https://www.filmlinc.org/films/survival-family/)

Secara visual, Shinobu Yaguchi berhasil menggambarkan transisi mulus dari sibuknya kehidupan perkotaan ke kehidupan tanpa listrik. Kontrasnya kehidupan perkotaan dengan keindahan desa di Jepang yang masih alami, juga digambarkan dengan baik dalam film ini. 

Meskipun tema film ini cukup menarik, namun menurut pandangan saya sebagai penonton ada beberapa hal yang terkesan kurang realistis. Contohnya, di saat keluarga Suzuki terlalu mudah untuk mendapat solusi. Selain itu, emosi dari keluarga ini kurang terasa ketika mereka mendapati sang ayah hanyut di sungai. 

Humor yang disajikan terkesan konyol dan garing namun tetap lucu untuk bisa membuat tersenyum geli. 

Bagaimana Jika Terjadi di Kehidupan Nyata

Film Survival Family memang hanya cerita fiksi, tetapi konteks “bergantung pada teknologi” sangat relate dengan kehidupan kita saat ini. Di era digital semua orang sibuk dengan gadget masing-masing. Jika kisah Survival Family benar-benar terjadi secara nyata, dunia akan sangat kacau bahkan bisa melebihi dari yang digambarkan dalam film. 

Sama halnya dengan Tokyo, kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta akan sangat berantakan. Aktivitas perkantoran, pendidikan dan perekonomian terganggu, transportasi lumpuh, alat komunikasi dan internet tidak berfungsi.

Namun dibalik itu semua, hubungan sosial sesama manusia akan kembali terjalin. Saling mendukung dan membantu walau tidak mengenal satu sama lain, adalah hal yang semakin sulit dijumpai saat ini. 

Cara Bertahan Hidup Tanpa Listrik ala Film Survival Family

1. Memanfaatkan Sumber Daya Alami

(Foto : m.imdb.com)

Semua film yang mengusung tema “survival” sudah pasti masalah utama yang akan dihadapi adalah krisis air dan makanan. Begitu pun dalam film ini, ada adegan di mana keluarga Suzuki kehabisan air dan makanan. Hingga mereka bertemu dengan suatu komunitas yang mengajarkan bagaimana cara mendapatkannya dari alam. 

2. Berburu dan Terampil

(Foto : m.imdb.com)

Saat kehabisan makanan, kemampuan berburu sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup, selain itu keterampilan mengolah makanan di alam juga penting. Dalam adegan Survival Family, keluarga Suzuki sudah sangat kelaparan dan tidak sengaja melihat seekor babi, namun mereka kesulitan untuk memotongnya.

3. Memanfaatkan Alat-alat Sederhana

(Foto : https://www.filmlinc.org/films/survival-family/)

Hidup tanpa listrik memaksa kita untuk perlahan terlepas dari teknologi canggih, dan harus memulai memanfaatkan alat sederhana. Dalam film, keluarga Suzuki memanfaatkan sepeda sebagai alat transportasi dan peta manual sebagai penunjuk arah. 

4. Saling Menjaga Satu Sama Lain

(Foto : https://www.filmlinc.org/films/survival-family/)

Meskipun sikap dari masing-masing anggota keluarga Suzuki terkesan cuek dan sering berdebat, tetapi mereka tetap kompak menjaga satu sama lain. Seperti yang tergambar dalam adegan ketika Yui dan Kenji kesal kepada ayahnya, namun mereka tetap mengkhawatirkannya.

5. Berhubungan Baik dengan Orang Lain

Selain dengan keluarga, berhubungan baik dengan orang lain juga sangat penting untuk bertahan hidup di masa-masa sulit. Saling membantu dalam sistem “barter” air dan makanan atau bertukar informasi menjadi sesuatu yang sangat berguna.

6. Ketahanan Fisik dan Mental

Cara terakhir namun paling penting dalam konteks “bertahan hidup”. Jika kita berada dalam situasi seperti yang ada di dalam film ini, ketahanan fisik dan mental sangat diuji. Kita harus terbiasa menahan lapar dan haus, juga kesiapan dalam menghadapi cuaca buruk yang tidak dapat diprediksi. 

Referensi

https://m.imdb.com/title/tt5890000/reviews

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *