Pada hakikatnya setiap manusia pasti terlahir sebagai manusia yang secara absolute memiliki kebebasan. Kebebasan adalah sesuatu yang inheren dalam diri manusia sejak lahir,; yang pada perkembangannya menjadi suatu yang legalistik formal yaitu subjek hukum yang memiliki “hak”. Misalnya, orang Yunani kuni memelopori kata “parhesia” yang berarti “kebebasan berbicara” atau “kebebasan untuk berbicara dengan argumentasi yang tajam dialektika yang rasional”.
Dua ide penting dari Hegel perlu dijelaskan di sini. Yang pertama adalah konsepsinya tentang kebebasan. Pada mulanya, orang menganggap kebebasan berarti melakukan tindakan yang ia suka. Menurut Hegel, anggapan tentang kebebasan seperti itu adalah abstraksi yang paling dangkal, yang sama sekali tak mengandung signifikansi etis. Bagi Hegel, kebebasan adalah kemampuan untuk merealisasikan diri. Diri bukanlah ego murni.
Terkait dengan konsepsi kebebasan, menurut Hegel, manusia pada awalnya menganggap kebebasan berarti melakukan segala tindakan yang ia putuskan dalam dirinya sendiri. Dalam artian ini, kebebasan merupakan abstraksi yang paling dangkal dan sama sekali tidak mengandung signifikansi etis. Secara konkret, ia adalah personalitas yang memiliki kecenderungan dan kapasitas yang pasti. Akan menjadi apa dirinya, hal itu sepenuhnya tergantung pada latihan dan pendidikan yang diterima individu itu dari lingkungan masyarakat tampat ia hidup.
***
Langkah pertama menuju pengatahuan diri dan pembudayaan diri dengan demikian adalah pengakuan atas kikutsertaan seseorang dalam komunitas yang berkembang secara historis. Hanya dengan cara itulah orang bisa merasa sebagai manusia yang utuh. Pribadi yang bebas adalah ia yang mampu mengidentifikasikan diri dengan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan padanya oleh negara, yang bagi Hegel merupakan lembaga sosial tertinggi.
Dalam filsafat hegel, terdapat bukti-bukti mentalitas birokratis yang mendalam. Akan tetap, ajarannya tentang kebebasan tidaklah benar-benar antti-individualistis dan liberal. Tan benar pula bahwa anggapan mengenai statismenya begitu tak terbatas, seperti yang diakatakan para pengkritik yang paling memusuhinya. Selain itu, Hegel berpandangan bahwa pribadi yang bebas adalah ia yang mampu mengidentifikasikan diri dengan tugas-tugas dan tanggung jawab yang diberikan padanya oleh negara, sebagai lembaga sosial tertingfi. Namun, ajarannya tehtang kebebasan tidak mengarah pada anti-individualistis dan liberal.
Lebih lanjut, Hegel menganggap negara sebagai perwujudan kebebasan rasional, yang merealisasikan dan mengorganisasikan dirinya dalam bentuk yang objektif. Menurutnya, negara adalah Ide Roh dalam bentuk manifestasi eksternal kehendak manusia dan kebebasannya. Namun, tahap kebudayaan manusia yang tertinggi hanya tercapai dalam seni, agama, dan filsafat. Hegel menyebutnya manifestasi manusiawi dari roh absolut. Inilah wilayah-wilayah kehidupan spiritual yang memiliki hukum-hukumnya sendiri.
***
Jadi, filsafat Hegel tentang kebebasan dengan demikian menunjukkan kombinasi yang paradoksikal antara kepatuhan ke luar—atau bahkan pengabdian terhadap negara dan kebebasan bersifat batiniah yang kerap ditemukan di kalangan intelektual Jerman. Ciri-ciri serupa itu juga bisa dilihat pada para wakil zaman kejayaan Jerman lainnya seperti Leibniz, Goethe, dan bahkan Kant.
Dalam kasus Hegel, hanya akan adil jika dikatakan bahwa ia menganggap ketaatan terhadap tugas-tugas terlembaga yang diberlakukan oleh masyarakat hanyalah salah satu aspek dari pembudayaan diri. Akan tetapi, seperti kebanyakan kaum tradisionalis, ia tidak selalu ingat bahwa rasio objektif yang terwujud dalam lembaga-lembaga sosial kadang kala bisa saja sekadar onggokan adat istiadat dan aturan-aturan yang tak bermanfaat lagi bagi fungsi-fungsi spiritual yang lebih mendasar.
Pemujannya yang tersamar, yang membuatnya lalai terhadap berbagai cacat negara Prusia, lantas melahirkan seorang filsuf yang mengonsepsikan seluruh filsafatnya, dalam pengertian tertentu, sebagai perenungan atas masalah kebebasan manusia atau bahkan pengabdian terhadap negara dan kebebasan bersifat batiniah yang kerap ditemukan dikalangan intelektual Jerman.
Sumber:
Referensi: Henry D.Aiken, Abad Ideologi: Kant, Fichte, Hegel, Schopenhauer, Comte, Mill, Spencer, Marx, Nietzche, Kierkegaard, 2020
Response (1)