Kenalan Sama Ki Ageng Suryomentaram, Bangsawan Anti Pansos

iim maya sofa
Kenalan Sama Ki Ageng Suryomentaram, Bangsawan Anti Pansos
Foto dari Google Image, editing canva by iim maya sofa

Baru-baru ini saya menamatkan salah satu buku karya Fahrudin Faiz yang berjudul Filsafat Kebahagiaan. Di bagian bab terakhir buku ini, mengulas pemikiran Ki Ageng Suryomentaram.

Secara singkat, dalam buku ini mengulas bagaimana seorang bangsawan yang tidak berminat menggunakan gelarnya untuk mendapat kehormatan, atau kedudukan dalam istana. Nah ini yang menarik untuk dituliskan. Bisa disebut sebagai opini atau sekedar tulisan biasa, terserah pembaca.

Siapa Ki Ageng Suryometaram?

Seorang putra mahkota dari Hamengku Buwono VII yang lahur pada tanggal 20 Mei 1892 dan wafat pada 18 Maret 1962. Salah seorang putra mahkota dari 79 anak Hamengku Buwono VII yang memiliki pemikiran unik masa itu.

Memilih tinggal di luar istana, dengan alasan ingin mencari manusia. Baginya, di dalam Istana tempat ia dilahirkan, tidak ada manusia sejati di dalam sana. Namun sebelum itu, beliau sempat diangkat sebagai pangeran pada saat usia 18 tahun, dan mendapat gelar Bendoro Pangeran Haryo Suryomentaram.

Jadi Suryomentaram ini gelar, sebuah gelar yang memiliki makna mataharinya Mataram. Suryanya Mataram. Setelah lama kemudian, dipersingkat oleh Ki Hajar Dewantara, yang mana termasuk teman karib beliau menjadi Ki Ageng Suryomentaram. Kurang lebih demikian, menurut buku Filsafat Kebahagiaan.

Bagaimana Perjalanan Hidupnya?

Ki Ageng Suryomentaram memilih jalan hidup yang berbeda dari para bangsawan lainnya. Di usia 20 tahun, ia melepaskan gelar kebangsawanannya. Tindakan ini cukup mengejutkan, mengingat gelar tersebut bukan hanya simbol status, tetapi juga kekuasaan dan kehormatan.

Baginya, gelar dan kedudukan hanyalah beban yang membuat manusia kehilangan esensinya sebagai manusia. Lalu, apa yang dikejarnya? Ki Ageng Suryomentaram lebih tertarik mendalami kehidupan sebagai manusia biasa.

Ia percaya bahwa kebahagiaan tidak terletak pada kemewahan atau status sosial, melainkan pada pemahaman diri dan kedamaian batin. Istilah ini dikenal dengan Kebahagiaan mboten gumantung papan, wekdal, lan kawontenan. Artinya, Kebahagiaan sejati tidak bergantung pada waktu, tempat, atau keadaan.

Bagaimana Pemikiran Ki Ageng suryo Mentaram?

Dengan pandangannya, ia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati adalah ketika seseorang mampu mengenali dirinya sendiri tanpa terbelenggu oleh keinginan duniawi. Salah satu konsep yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryomentaram adalah tentang “kemauan” dan “kepuasan”.

Menurutnya, manusia sering terjebak dalam pusaran keinginan yang tidak pernah usai. Saat satu keinginan tercapai, muncul keinginan lain, dan begitu seterusnya. Hal ini menciptakan ketidakpuasan yang terus-menerus.

Untuk keluar dari siklus ini, seseorang harus belajar merasa cukup (nrimo) dan memahami bahwa kebahagiaan bukan berasal dari apa yang dimiliki, tetapi dari bagaimana ia memandang hidup.

Pemikiran-pemikiran ini ia sampaikan dalam bentuk cerita-cerita sederhana yang mudah dipahami oleh masyarakat umum. Ia sering mengadakan diskusi terbuka, di rumahnya yang saat ini menjadi gedung Perguruan Taman Siswa. Circlenya ya termasuk Ki Hajar Dewantara itu, di antara sembilan lainnya.

Selain itu, Ki Ageng Suryomentaram juga berperan sebagai pengajar dan filsuf yang membumikan pemikirannya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, khususnya untuk para orang-orang tua. Ia mendirikan lembaga pendidikan informal yang bertujuan untuk membantu orang-orang memahami diri mereka sendiri dan mengatasi masalah hidup melalui introspeksi.

Dengan pendekatan ini, Ki Ageng Suryomentaram menjadi sosok yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik dari masyarakat biasa hingga kaum intelektual. Ia membuktikan bahwa kebesaran seseorang tidak diukur dari gelar atau kedudukan, melainkan dari bagaimana ia mampu memberikan manfaat bagi sesama.

Opini Saya

Bagi saya, kisah Ki Ageng Suryomentaram adalah pengingat bahwa kebahagiaan tidak memerlukan pencitraan atau pengakuan dari orang lain. Di era sekarang, di mana banyak orang berlomba-lomba menunjukkan eksistensinya di media sosial, pemikiran Ki Ageng Suryomentaram terasa begitu relevan.

Ia mengajarkan bahwa menjadi manusia sejati lebih penting daripada sekadar menjadi terkenal. Jadi, apa yang bisa kita pelajari dari Ki Ageng Suryomentaram?

Barangkali, kita perlu lebih sering bertanya pada diri sendiri: apakah kebahagiaan yang kita cari benar-benar berasal dari dalam diri, atau hanya karena ingin diakui oleh orang lain? Dengan begitu, kita bisa mulai memahami makna hidup yang sesungguhnya, sebagaimana yang diajarkan oleh sosok bangsawan anti pansos ini.

Sekian opini tentang Ki Ageng Suryomentaram, semoga bisa bermanfaat bagi kita semua. Sampai jumpa di opini selanjutnya!

Referensi: Buku filsafat Kebahagiaan karya Fahruddin Faiz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *