Boikot merupakan tindakan yang dilakukan secara massif, terorganisir, juga terencana dengan niat dan tujuan agar pihak yang diboikot mengubah sebuah kebijakan.
Boikot umumnya dilakukan dalam bidang kerjasama bisnis dan ekonomi dengan menolak melakukan tindakan kerjasama ekonomi terhadap pihak yang diboikot (https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/business/finance/amp/rinda-faradilla/apa-itu-boikot).
Sejarah Hukum Boikot
Boikot bukanlah hal baru, istilah boikot pertama kali dipopulerkan oleh Charles Stewart Parnell dalam kasus konflik Agraria di Irlandia pada tahun 1880 yang memprotes tingginya harga sewa tanah dan dampaknya berupa pengusiran terhadap para penyewa tanah. Boikot sendiri diambil dari nama seorang pejabat pertanahan Inggeris Charles Cunningham Boycott yang digunakan oleh Parnell untuk menekan kebijakan pertanahan Inggeris kala itu (https://www.britannica.com/money/boycott).
Hal tersebut merupakan bentuk sanksi dalam hukum internasional. Boikot diperkenankan dalam hukum internasional jika perbuatan yang dilakukan oleh sebuah negara merupakan sebuah tindakan yang dianggap ilegal (Hyde, https://www.jstor.org/stable/i25656853). Boikot terhadap Israel pernah dilakukan oleh negara-negara Arab dengan menggunakan strategi minyak terhadap negara Eropa pendukung Israel. Tindakan ini mengakibatkan banyak negara mencari alternatif pasokan minyak dari negara-negara non-Arab seperti Indonesia dan Venezuela (Muir, 1974).
Baca juga: Problem Kemanusiaan Palestina: Masih Adakah Hukum Internasional?
Negara yang Pernah di Boikot
Negara-negara muslim sebelumnya telah melakukan boikot terhadap Denmark atas terbitnya kartun Nabi Muhammad Saw pada tahun 2005-2006. China memboikot masuknya barang dari Jepang akibat adanya konflik perebutan pulau Senkaku-Diaoyu pada tahun 2012. Turki juga pernah melakukan boikot terhadap produk barang dari Israel dalam konflik Gaza sebelumnya pada tahun 2014 (Heilman, 2016, DOI: https://doi.org/10.1016/j.jinteco.2015.11.008).
Bahkan jauh sebelum itu tindakan boikot telah dilakukan. Pada tahun 1791 para aktivis anti perbudakan Inggeris mendesak parlemen Inggeris untuk mengesahkan RUU anti perbudakan. Aktivis menyerukan boikot terhadap produksi gula Karibia yang telah memerah habis tenaga para budak.
Sekitar 400.000 rumah tangga di Inggeris telah berhenti mengkonsumsi gula asal Karibia dan mengalihkannya dengan produk gula dari daerah lain. Akibat dari tindakan boikot ini, parlemen Inggeris akhirnya menyetujui pengesahan RUU Anti Perbudakan pada tahun 1833 (https://www.google.com/amp/s/amp.dw.com/id/boikot-kekuatan-konsumen-yang-mampu-hentikan-ketidakadilan/a-55560803).
Boikot dan Perlawanan atas Genosida
Proses dehumanisasi dalam bentuk genosida yang terjadi di Bumi Palestina akibat agresi Israel telah memunculkan protes keras berbagai bangsa di dunia. Berbagai negara menolak agresi tersebut dengan berbagai cara, mulai mengecam dalam sidang di PBB, pengiriman bantuan kemanusiaan, hingga upaya boikot yang dilakukan oleh masyarakat internasional terhadap produk-produk yang dianggap mendukung pemerintahan pendudukan Israel selama ini.
Tindakan boikot merupakan sebuah upaya penolakan secara bersama untuk bekerjasama dengan lembaga tertentu dengan tujuan menyatakan ketidaksetujuan atas sebuah perilaku tertentu, serta dapat pula memaksa penerimaan atas kondisi tertentu (https://www-merriam–webster-com.translate.goog/dictionary/boycott?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc).
Tindakan boikot kini gencar dilakukan oleh warga internasional untuk menekan Israel melakukan tindakan dehumanisasi berbentuk genosida yang dilakukannya di Gaza Palestina.
Produk-produk yang diduga mendukung tindakan Israel diboikot oleh warga internasional ini, termasuk oleh masyarakat Indonesia secara massif. Ada satu hal yang perlu dicermati oleh warga masyarakat yaitu jangan sampai tindakan boikot ini dilakukan secara membabi-buta.
Jangan Mudah Termakan Isu
Tidak semua perusahaan (khususnya penanam modal asing) mendukung tindakan Israel tersebut. Jangan mudah termakan isu atas beredarnya daftar perusahaan pendukung genosida di sosial media.
Untuk menghindarinya dan sekaligus memastikan produk-produk apa saja yang diduga melakukan dukungan terhadap kebijakan pemerintahan Israel, dapat dilihat pada link: https://bdsmovement.net/Act-Now-Against-These-Companies-Profiting-From-Genocide, atau dapat pula dicek melalui link: https://boycott.thewitness.news/categories.
Tindakan atas perbuatan boikot kini dilakukan sebagai upaya aktif warga internasional secara ekonomi untuk menekan kepentingan Israel atas perilaku genosida. Di Indonesia sendiri Majelis Ulama Indonesia tegas telah memberlakukan Fatwa No.83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Perjuangan Palestina.
Berdasarkan fatwa tersebut dinyatakan bahwa Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram (https://ekonomi.republika.co.id/berita/s421lo457/fatwa-mui-haram-beli-barang-israel-dan-gerakan-kembali-ke-lokal).
Majelis Ulama Indonesia menegaskan bahwa Pemerintah RI harus mengambil langkah tegas dalam memperjuangkan Palestina melalui perjuangan diplomasi di PBB dan juga melalui Organisasi Kerjasama Islam (OKI) untuk menghentikan serangan Israel ke Palestina.
Dalam fatwa tersebut juga dinyatakan bahwa dukungan terhadap perjuangan Palestina hukumnya adalah wajib (https://mui.or.id/baca/berita/keluarkan-fatwa-terbaru-mui-imbau-umat-islam-berhenti-konsumsi-produk-perusahaan-pendukung-israel).
Potensi Kebangkitan Produk Lokal
Tekanan dan boikot ekonomi terhadap Israel walau bukan hal baru terjadi, tetapi memiliki sedikit perbedaan. Tindakan boikot yang umumnya selama ini secara aktif dilakukan oleh negara, kali ini dilakukan oleh masyarakat warga masyarakat internasional.
Negara Indonesia sendiri tidak secara tegas melakukan tindakan boikot terhadap produk-produk pendukung genosida, tetapi masyarakat umum melakukan tindakan secara aktif dalam melakukan dukungan atas perjuangan Palestina selama ini.
Tindakan boikot masyarakat umum tidak hanya terjadi di dalam negeri, tetapi juga dilakukan oleh warga masyarakat di Malaysia dan negara-negara muslim lainnya di timur-tengah.
Hal tersebut dilakukan secara massif jika dilakukan dalam jangka panjang sedikit banyak tentunya akan melemahkan ekonomi negara zionis ini. Penindasan yang dilakukan dengan dalih mempertahankan kedaulatan zionis dengan dukungan negara besar tampaknya dapat dilawan dengan boikot secara massif dalam jangka panjang.
Dalam konteks boikot kali ini memiliki dua kepentingan sekaligus: bahwa tindakan boikot terhadap perbuatan genosida di Bumi Palestina selain sebagai upaya penolakan atas perilaku dehumanisasi tersebut juga bermakna membangkitkan ekonomi dalam negeri Indonesia. Masyarakat mulai membiasakan diri dengan produk lokal Indonesia yang telah ada sejak puluhan tahun lalu.
Brand Lokal Indonesia
Di sektor produk air kemasan mineral lokal terdapat merek air minum kemasan Club milik Indofood, Le Minerale milik PT Mayora, Cleo milik PT Sariguna Primatirta, Air minum Pristine milik PT Sumber Wahana Tehno (Sinar Mas Group) dan masih banyak yang lain. Di bidang produk kecap terdapat merek lokal seperti: Kecap cap Jeruk (Surabaya), Kecap cap Laron (Tuban), kecap cap Udang Sari (Cirebon), kecap cap Sapi dan cap Anggur (Bandung), kecap cap Benteng SH (Tangerang), kecap cap Sawi (Kediri), ataupun kecap cap Hati Angsa (Medan) yang mudah diperoleh melalui platform online.
Kita juga telah mengenal produk-produk makanan Indofood, dan juga produk-produk makanan dan kebutuhan rumah tangga dari Wings Group. Produk-produk makanan cepat saji mulai CFC, D’Kriuk, Sabana, Lawless Burger, Burger Blenger, Burger Bangor, dan lainnya kini dapat menjadi pilihan pengganti produk-produk konsumsi makanan pendukung genosida sebagai bentuk boikot.
Kini saatnya bagi Kemenparekraf melalui kebijakan diplomasi gastro internasionalnya membangun ekonomi lokal dengan memperkenalkan produk lokal Indonesia di pentas produk makanan internasional.
Penutup
Tindakan boikot adalah pilihan logis dalam sebuah konflik atau sengketa internasional. Tindakan ini walau tanpa menggunakan jalur kekerasan bersenjata jika dilakukan secara aktif dan massif dapat menjadi senjata yang ampuh melawan adanya tindakan genosida.
Hal ini sebenarnya dilakukan dalam jangka waktu panjang dan bersifat permanen, bertujuan untuk menghapus penindasan dan genosida yang telah terjadi di tanah Palestina sejak tahun 1948, yang hingga kini telah menimbulkan kematian ratusan ribu nyawa.
Sejak puluhan tahun yang lalu, Presiden Sukarno dengan tegas menolak eksistensi negara Israel, menganggapnya sebagai bentuk kolonialisme di tanah Palestina. Selain itu, pentingnya boikot dan fatwa haram MUI terhadap produk-produk pendukung genosida adalah potensi untuk mengembangkan ekonomi lokal melalui penguatan produk UMKM.
Kereen sekali ini Pak tulisan sangat setuju… Supaya ada perubahan dan tidak semena2 terhadap sesama. Pri Kemanusiaan & Pri Keadilan bisa di tegakkan… Salam damai selalu👌🤝👏💐💦💦💦