Arti Kebhinekaan – Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keberagaman budaya, suku, agama, dan adat istiadat, tumbuh subur dan terrawat dengan baik. Indonesia, sebagai negara dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika,” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” menjadi fondasi utama yang menyatukan berbagai elemen masyarakat Indonesia. Namun, dalam perjalanannya, konsep kebhinekaan ini sering kali dihadapi pada berbagai tantangan yang memerlukan refleksi mendalam, terutama terkait dengan isu-isu kebebasan beragama dan ekspresi identitas.
Di tengah persiapan HUT RI ke-79, isu keberagaman diuji oleh kontroversi pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka, yang merupakan perwakilan dari berbagai daerah, dengan penyelenggara berdalih bahwa hal ini untuk menjaga semangat kebhinekaan.
Peristiwa ini memicu polemik dan perdebatan sengit di masyarakat tentang batasan antara kebebasan beragama dan penegakan disiplin di Paskibraka, serta dianggap bertentangan dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika.
Bhineka Tunggal Ika, yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu,” adalah dasar filosofis Indonesia yang menekankan penghargaan terhadap keberagaman SARA. Pelarangan jilbab tampaknya mengabaikan hak individu untuk berekspresi dan menjalankan keyakinan agamanya.
Baca juga: Pancasila Sebagai Nilai Universal Untuk Perdamaian di Dunia
Paskibra dan Kebhinekaan dalam Identitas Keyakinan
Paskibraka (Pasukan Pengibar Bendera Pusaka) adalah salah satu elemen penting dalam perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah para pemuda pemudi terpilih yang diberikan kehormatan untuk mengibarkan bendera Merah Putih pada upacara kenegaraan. Sebagai simbol kebangsaan, anggota Paskibraka diharapkan mencerminkan nilai-nilai nasionalisme, disiplin, dan persatuan.
Namun, ketika aturan internal Paskibraka yang melarang penggunaan jilbab bagi anggotanya, banyak pihak berkomentar negatif apakah kebijakan ini sejalan dengan semangat kebhinekaan dan toleransi yang dipegang teguh oleh bangsa ini. Di satu sisi, adanya alasan disiplin dan keseragaman yang dijadikan dasar kebijakan tersebut. Di sisi lain, ada hak konstitusional setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinan agama mereka, termasuk mengenakan jilbab bagi perempuan muslim.
Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak asasi yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam konteks kebhinekaan, keberagaman dalam ekspresi keagamaan seharusnya dihargai dan dilindungi. Jilbab, sebagai salah satu bentuk ekspresi keagamaan bagi perempuan muslim, bukan hanya sekedar simbol keagamaan tetapi juga bagian dari identitas diri yang melekat. Oleh karena itu, pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka memunculkan pertanyaan serius tentang bagaimana negara dan masyarakat seharusnya menyikapi keberagaman identitas keyakinan.
Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia
Para kritikus berpendapat bahwa larangan penggunaan jilbab merupakan bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hak untuk beragama dan beribadah merupakan hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 29 UUD 1945 menjamin kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan mengamalkan agamanya masing-masing. Dalam konteks ini, pelarangan jilbab bagi anggota Paskibraka dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya kebebasan beragama. Keputusan untuk memakai jilbab adalah bagian dari identitas dan keyakinan pribadi yang seharusnya dihormati.
Sebagai negara yang menjunjung demokrasi dan hak asasi manusia, Indonesia harus memastikan kebijakan publik, termasuk di Paskibraka, tidak diskriminatif dan menghormati keberagaman untuk menjaga citranya sebagai negara mayoritas Muslim yang toleran dan pluralis.
Kesatuan dalam Keberagaman
Kasus pelarangan jilbab di Paskibraka ini juga mengingatkan kita pada pentingnya merawat kesatuan dalam keberagaman. Keseragaman dalam berbusana mungkin dianggap penting dalam konteks disiplin militeristik seperti Paskibraka, namun harus ada ruang untuk mengekspresikan identitas pribadi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakininya.
Di era modern, banyak institusi global, termasuk militer di Amerika Serikat dan Inggris, serta TNI dan Kepolisian di Indonesia, telah mengakomodasi kebutuhan beragama dengan mengizinkan jilbab dalam seragam. Langkah ini mencerminkan inklusivitas dan penghormatan terhadap hak individu tanpa mengorbankan disiplin.
Toleransi adalah kunci dalam menjaga keberagaman dan persatuan. Namun, kebijakan pelarangan jilbab justru menunjukkan kurangnya toleransi terhadap perbedaan keyakinan. Toleransi tidak hanya berarti membiarkan orang lain melakukan apa yang mereka inginkan, tetapi juga berarti menghormati hak-hak orang lain, meskipun kita tidak sependapat dengan mereka.
Refleksi dan Pembelajaran
Kasus pelarangan jilbab di Paskibraka seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua tentang pentingnya menyeimbangkan antara kepentingan nasional dengan penghormatan terhadap kebhinekaan dan kebebasan individu. Dalam masyarakat beragam seperti Indonesia, persatuan nasional tidak berarti penyeragaman, melainkan pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan.
Negara dan lembaga-lembaga terkait perlu memikirkan kebijakan-kebijakan yang ada agar tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kebebasan beragama dan ekspresi identitas. Selain itu, pendidikan tentang nilai-nilai kebhinekaan dan toleransi harus terus digalakkan, terutama di kalangan generasi muda, agar mereka dapat tumbuh dengan pemahaman yang lebih baik tentang penting kebhinekaan.
Peristiwa ini seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat kembali komitmen kita terhadap Bhinneka Tunggal Ika. Keberagaman bukanlah halangan untuk bersatu, melainkan kekuatan yang harus dirayakan dan dihargai. Indonesia, sebagai negara yang beragam, mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap warganya, tanpa memandang agama, suku, atau budaya, merasa dihargai dan diterima sebagai bagian dari bangsa yang majemuk dan beradab.
Kesimpulan
Pelarangan penggunaan jilbab pada Paskibraka merupakan contoh nyata bagaimana kebijakan yang tidak sensitif terhadap keberagaman dapat memicu konflik dan mengancam persatuan bangsa. Untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan beradab, kita perlu kembali pada nilai-nilai luhur Pancasila, terutama sila pertama yang menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Keberagaman adalah kekayaan Indonesia yang harus dijaga. Kasus pelarangan jilbab di Paskibraka menantang semangat kebhinekaan kita. Melalui dialog dan kebijakan inklusif, kita dapat memperkuat persatuan tanpa mengabaikan perbedaan. Indonesia yang kuat adalah Indonesia yang merangkul semua perbedaan.
Kita harus ingat bahwa kebhinekaan berarti menghargai keberagaman, bukan keseragaman; merangkul perbedaan dengan rasa hormat dan cinta. Semoga peristiwa ini menjadi pelajaran berharga untuk terus memperjuangkan keadilan, kesetaraan, dan kebebasan bagi semua warga negara.