YONO vs YOLO: Gaya Hidup Baru Gen Z

YONO singkatan dari "You Only Need One", sebuah konsep gaya hidup yang menjadi titik balik dari tren YOLO (You Only Live Once) yang lebih dahulu populer.

Untung Sudrajad
Gaya Hidup Baru Gen Z (Foto: Canva - Desain: YettiRock)
Gaya Hidup Baru Gen Z (Foto: Canva - Desain: YettiRock)

YONO vs YOLO: Gaya Hidup Baru Gen Z – Di era yang semakin dipenuhi oleh tren konsumsi dan berbagai gerakan gaya hidup, Gen Z terus mengeksplorasi berbagai filosofi baru yang lebih relevan dengan nilai dan tantangan yang mereka hadapi.


Salah satu tren terbaru yang muncul adalah YONO, singkatan dari “You Only Need One”, sebuah konsep gaya hidup yang menjadi titik balik dari tren YOLO (You Only Live Once) yang lebih dahulu populer.

Sementara YOLO mendorong perilaku hidup spontan dan sering kali cenderung konsumtif, YONO hadir sebagai respons terhadap kebutuhan akan keberlanjutan dan kesadaran akan dampak jangka panjang dari setiap keputusan konsumsi.

Dalam artikel ini, kita akan mengulas lebih mendalam tentang apa itu gaya hidup YONO, bagaimana perbedaan mendasarnya dengan YOLO, serta mengapa tren ini begitu menarik perhatian Gen Z.

Baca juga: aktor Pemicu Utama Gen Z Banyak yang Memilih Resign 

Dari YOLO ke YONO: Perubahan Paradigma Gaya Hidup

Gaya hidup YOLO pernah sangat populer di kalangan milenial dan Gen Z pada dekade terakhir. YOLO, yang berarti “Anda hanya hidup sekali,” mendorong orang untuk mengejar pengalaman baru dan kepuasan diri tanpa terlalu khawatir akan konsekuensi jangka panjang. Istilah ini sering dikaitkan dengan keberanian mengambil risiko, mengejar kesenangan, dan berfokus pada hidup di saat ini. Slogan ini secara tidak langsung mengarahkan generasi muda untuk hidup lebih bebas dan spontan, namun, sayangnya, kerap pula diasosiasikan dengan perilaku konsumtif dan impulsif.

Namun, seiring berjalannya waktu dan berbagai tantangan global yang dihadapi, terutama di tengah krisis ekonomi, lingkungan, dan sosial, banyak anggota Gen Z yang mulai mempertanyakan keberlanjutan dari gaya hidup seperti YOLO. Di tengah kesadaran akan krisis lingkungan dan ekonomi global, muncul tren baru yang disebut YONO, yang merespons kebutuhan akan pendekatan yang lebih bijaksana dan berkelanjutan terhadap kehidupan.

YONO, singkatan dari You Only Need One, menganjurkan prinsip konsumsi yang lebih selektif dan minimalis. Alih-alih mengutamakan kepuasan instan dan pengalaman yang menghabiskan sumber daya, YONO menekankan pentingnya meminimalkan konsumsi barang-barang yang tidak diperlukan dan memilih produk yang lebih berkualitas, ramah lingkungan, dan memiliki dampak jangka panjang yang positif, baik untuk individu maupun lingkungan.

YONO dan Minimalisme: Akar dari Gerakan Hemat dan Berkelanjutan

YONO dapat dianggap sebagai perpanjangan dari gerakan minimalisme yang sudah lebih dulu populer di kalangan generasi muda, terutama di negara-negara seperti Jepang. Konsep minimalisme seperti Danshari dan Gonmari (Marie Kondo) mengajarkan pentingnya hanya memiliki barang-barang yang benar-benar membawa kebahagiaan dan ketenangan.

Danshari menekankan pentingnya melepaskan barang-barang yang tidak lagi diperlukan, sementara Gonmari mengajarkan untuk hanya mempertahankan barang-barang yang ‘memercikkan kegembiraan’.

Namun, YONO mengambil konsep ini lebih jauh dengan menekankan aspek keberlanjutan. Pengikut gaya hidup YONO tidak hanya fokus pada apa yang diperlukan secara emosional, tetapi juga memperhitungkan dampak konsumsi terhadap lingkungan. Mereka cenderung memilih produk-produk berkualitas tinggi yang tahan lama, terbuat dari bahan ramah lingkungan, serta mendukung ekonomi lokal melalui pembelian produk-produk daerah. Filosofi ini mencerminkan sikap bijaksana dan bertanggung jawab terhadap sumber daya, baik ekonomi maupun lingkungan.

Krisis Ekonomi Global dan Relevansi YONO

Kemunculan YONO juga tidak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi global yang semakin menantang. Krisis ekonomi, kenaikan harga, inflasi, dan peningkatan suku bunga telah memaksa banyak orang, terutama Gen Z, untuk menata ulang gaya hidup mereka. Dalam situasi ini, YONO menawarkan solusi yang relevan, sebuah gaya hidup yang mempromosikan konsumsi yang hemat, namun tetap berkualitas, dan berfokus pada keberlanjutan jangka panjang.

Salah satu contoh nyata dari implementasi gaya hidup YONO adalah tantangan ‘10.000 Won Challenge’ yang populer di Korea Selatan. Dalam tantangan ini, seseorang berusaha hidup hanya dengan 10.000 won (sekitar 120.000 rupiah) per hari. Tujuan dari tantangan ini adalah untuk menunjukkan bahwa meskipun hidup dengan anggaran terbatas, seseorang masih bisa menjalani hidup dengan bahagia tanpa kehilangan esensi penting dalam kehidupan. Prinsip YONO tercermin di sini, di mana kebutuhan diprioritaskan di atas keinginan, dan kreativitas serta kesederhanaan menjadi kunci untuk bertahan di tengah keterbatasan.

YONO: Gaya Hidup Hemat yang Tetap Stylish

Meski mendorong konsumsi minimalis, gaya hidup YONO tidak berarti hidup dalam kesederhanaan yang membosankan. YONO menganjurkan untuk memilih barang-barang dengan kualitas dan nilai yang tinggi, sehingga barang-barang tersebut bisa bertahan lama dan tetap memberikan nilai estetika atau fungsional yang diinginkan. Dalam hal fashion misalnya, banyak pengikut YONO yang lebih memilih membeli pakaian dari bahan berkualitas yang tahan lama, atau memilih produk second hand yang memiliki nilai sejarah dan estetika tersendiri.

Dengan demikian, YONO memberikan pandangan baru tentang bagaimana seseorang dapat tetap stylish tanpa harus terjebak dalam siklus konsumsi berlebihan yang tidak berkelanjutan. Lebih dari sekadar hemat, YONO mencerminkan penghargaan terhadap barang-barang yang dipilih dengan bijak dan penuh pertimbangan.

Dampak Jangka Panjang dan Masa Depan YONO

Melalui penerapan gaya hidup YONO, Gen Z tidak hanya membantu diri mereka sendiri untuk menghadapi tantangan ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Gaya hidup ini mendorong pengurangan limbah, penggunaan sumber daya yang lebih bijak, serta mendukung industri lokal yang ramah lingkungan. Dengan demikian, YONO tidak hanya merupakan respons terhadap tantangan individu, tetapi juga bagian dari solusi global terhadap krisis lingkungan yang semakin mendesak.

Berdasarkan tren yang terus berkembang, gaya hidup YONO memiliki potensi untuk semakin populer di masa depan, terutama di kalangan generasi muda yang sangat peduli pada isu-isu keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya konsumsi berkelanjutan, YONO dapat menjadi gaya hidup yang diadopsi secara luas sebagai respons terhadap kebutuhan untuk hidup lebih bijaksana dan bertanggung jawab.

Kesimpulan

Dalam era di mana konsumsi berlebihan sering kali dianggap sebagai standar kebahagiaan, YONO menawarkan alternatif yang lebih bermakna dan berkelanjutan.

Dengan fokus pada kebutuhan, keberlanjutan, dan kualitas, YONO adalah titik balik dari filosofi YOLO yang lebih konsumtif. Tren ini bukan hanya tentang mengurangi konsumsi, tetapi juga tentang menciptakan kehidupan yang lebih terfokus dan penuh makna, baik bagi individu maupun bagi lingkungan.

Di kalangan Gen Z, YONO adalah lebih dari sekadar gaya hidup, ini adalah gerakan

Referensi

https://www.marketeers.com/setelah-yolo-muncul-tren-gaya-hidup-yono-di-kalangan-gen-z-apa-itu/
Arti “YONO”, Istilah yang Lagi Tren di Netizen Gen Z sebagai Lawan “YOLO”

https://tekno.kompas.com/read/2025/01/07/12350017/arti-yono-istilah-yang-lagi-tren-di-netizen-gen-z-sebagai-lawan-yolo-?page=all



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *