Di tengah derasnya arus globalisasi dan dominasi kekuatan ekonomi dunia, Indonesia menyimpan kekayaan intelektual tak ternilai yang lahir dari akar budayanya sendiri: pengetahuan tradisional. Mulai dari ramuan obat herbal, praktik pertanian berkelanjutan, hingga teknik pewarnaan batik yang unik, semuanya merupakan manifestasi kebijaksanaan lokal yang dibentuk melalui proses panjang dan diwariskan secara turun-temurun. Namun, pengetahuan tradisional ini masih sering luput dari perlindungan hukum yang memadai, sementara negara maju semakin agresif mematenkan teknologi berbasis riset laboratoriumnya. Inilah saatnya Indonesia berbicara serius tentang HKI untuk melindungi warisan leluhur agar tidak dirampas di depan mata.
Baca juga: Pentingnya Perlindungan Pengetahuan Tradisional Indonesia dalam HKI
Biopiracy Rempah dan Jamu Asli Indonesia
Kasus signifikan terjadi pada 1999, saat perusahaan kosmetik Jepang Shiseido mengajukan permohonan 51 paten untuk tanaman obat dan rempah asli Indonesia (seperti kayu rapet, kemukus, beluntas) di Kantor Paten Jepang serta di Eropa. Protes dari LSM lokal berhasil menggagalkan paten-paten tersebut, karena temuan tersebut sudah merupakan pengetahuan tradisional jamu sejak lama https://www.foxip.co.id/news/detail/kasus-pengetahuan-tradisional-dalam-kekayaan-intelektual
Kontroversi Internasional: Kunyit dan Neem
Pada 1995, paten AS diberi untuk penggunaan kunyit sebagai obat luka. Dokumen kuno Sanskrit menunjukkan penggunaannya tradisional di India, akhirnya dibatalkan pada 1997. Paten fungisida neem yang dikeluarkan oleh EPO untuk W.R. Grace dan USDA ditentang oleh koalisi aktivis dan petani. Setelah protes panjang, paten tersebut dibatalkan sepenuhnya pada 2000. https://intellectual-property-helpdesk.ec.europa.eu/news-events/news/latest-developments-traditional-knowledge-digital-library-2025-02-07_en
Pengaruh TKDL India sebagai Percontohan
India membangun Traditional Knowledge Digital Library (TKDL) sejak 2001, yang mengubah 80.000 formulasi Ayurveda, 1 juta Unani, dan 12.000 Siddha ke dalam database terstruktur untuk memblokir paten tidak sah. Wawasan ini telah digunakan untuk menolak lebih dari 300 paten asing (30 di EPO, 40 di USPTO, dan ratusan lainnya mundur) https://intellectual-property-helpdesk.ec.europa.eu/news-events/news/latest-developments-traditional-knowledge-digital-library-2025-02-07_en. Dengan TKDL, India berhasil mencegah klaim paten atas turmeric, neem, dan beras basmati secara sistematik sebagai upaya melawan biopiracy.
Hutang Regulasi Indonesia
Meskipun Indonesia memiliki regulasi: UU Paten 2016, UU Hak Cipta 2014, dan aturan Kekayaan Intelektual Komunal, namun peraturan ini belum cukup kuat. Indonesia belum memiliki database nasional pengetahuan tradisional yang terstruktur, sehingga membuktikan prior art menjadi sulit, utamanya saat menghadapi klaim paten asing. Untuk menjamin perlindungan pengetahuan tradisional (PT) secara komprehensif, Indonesia perlu menerapkan serangkaian solusi strategis yang menyeluruh.
Pertama, negara harus segera merumuskan dan mengesahkan UU khusus tentang pengetahuan tradisional yang secara tegas mengakui hak komunal masyarakat adat sebagai pemilik sah kekayaan ini. UU tersebut harus mewajibkan penerapan prinsip Prior Informed Consent (PIC) dan Access and Benefit Sharing (ABS) dalam setiap bentuk pemanfaatan PT oleh pihak ketiga, baik domestik maupun internasional, agar tidak terjadi eksploitasi sepihak.
Kedua, diperlukan sistem pendataan digital nasional yang komprehensif dan terstruktur, meniru model sukses Traditional Knowledge Digital Library (TKDL) milik India. Basis data ini harus mampu mencatat, menyimpan, dan menyajikan bukti eksistensi pengetahuan tradisional dari seluruh nusantara secara terbuka namun terlindungi, sehingga bisa dijadikan acuan formal oleh lembaga pemeriksa paten di dalam dan luar negeri untuk menolak permohonan paten yang melanggar hak masyarakat adat. Ketiga, pemberdayaan masyarakat adat merupakan kunci utama.
Oleh karena itu, mereka harus dilibatkan secara langsung dalam proses dokumentasi pengetahuan, mendapatkan akses pelatihan hukum, edukasi HKI, serta diberi hak suara dalam setiap negosiasi yang melibatkan pemanfaatan kekayaan mereka. Selanjutnya, negara harus menjamin penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran dan memastikan adanya mekanisme pembagian manfaat (benefit-sharing) yang adil dan transparan.
Setiap pihak yang menggunakan pengetahuan tradisional untuk kepentingan komersial wajib memberikan kontribusi kembali kepada komunitas pemiliknya, baik dalam bentuk royalti, investasi sosial, maupun kerja sama pengembangan berkelanjutan. Strategi ini bukan hanya soal perlindungan hukum, tetapi juga bentuk nyata keadilan sosial bagi penjaga kearifan lokal Indonesia.
Mengapa Ini Mendesak
Perlindungan PT bukan hanya soal menjaga identitas budaya, tetapi juga keadilan sosial dan ekonomi. Semua kekayaan intelektual itu dapat menjadi sumber inovasi berkelanjutan. Contoh temuan jamu modern atau teknologi pewarna batik digital membutuhkan regulasi untuk memberi manfaat nyata pada masyarakat adat. Dengan sistem hukum yang inklusif, negara dapat berdiri tegak di panggung global, menjaga kedaulatan budaya, dan meningkatkan kesejahteraan lokal.
Pengetahuan tradisional bukan sekadar memori masa lalu, tetapi fondasi masa depan jika kita mampu memberdayakan masyarakatnya, membentengi dengan hukum, dan memastikan bahwa warisan leluhur terus hidup dalam setiap inovasi bangsa.