Februari 2025 – Babak Kelam dalam Sejarah Mozambik Saat Pemilu Kontroversial Memicu Krisis, ketika pemilu presiden yang sangat diperebutkan membawa negara ini ke dalam kekacauan. Dengan protes yang meluas, bentrokan kekerasan, dan kekhawatiran internasional atas stabilitas negara, Mozambik berada di ambang kudeta atau konflik berskala penuh.
Pemilu Kontroversial: Pemicu Krisis
Kekacauan politik di Mozambik bermula dari pemilu presiden pada Oktober 2024, di mana kandidat dari partai berkuasa Frelimo, Carlos Chapo, dinyatakan sebagai pemenang. Namun, para pemimpin oposisi dengan cepat menolak hasil tersebut, menuduh adanya kecurangan besar-besaran, termasuk penggelembungan suara, intimidasi, dan manipulasi daftar pemilih.
Pengamat internasional, termasuk Uni Eropa dan Uni Afrika, melaporkan berbagai kejanggalan. Komisi pemilu Uni Eropa mengeluarkan pernyataan yang mengutuk “kurangnya transparansi” dan menyoroti banyaknya perbedaan antara hasil resmi dan data pemilih di lapangan. Partai oposisi utama, RENAMO, yang dipimpin oleh Venâncio Mondlane, mengklaim kemenangan dan menyerukan pemilu ulang.
Protes, Represi, dan Pertumpahan Darah: Jalanan Berubah Jadi Medan Perang
Saat kabar tentang hasil pemilu yang dipersengketakan menyebar, protes massal meletus di berbagai kota besar Mozambik. Awalnya berlangsung damai, demonstrasi tersebut dengan cepat berubah menjadi bentrokan kekerasan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Di Maputo, Beira, dan Nampula, polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata dan peluru karet untuk membubarkan massa, tetapi situasi semakin memburuk. Hingga pertengahan Februari 2025, keadaan semakin genting. Laporan independen memperkirakan lebih dari 300 orang tewas dalam bentrokan, sementara ribuan lainnya terluka atau ditahan.
Organisasi hak asasi manusia, termasuk Amnesty International, menuduh pemerintah menggunakan kekuatan berlebihan dan secara sewenang-wenang menahan tokoh oposisi. Pemadaman komunikasi diberlakukan di beberapa provinsi, yang semakin memperkuat tuduhan adanya represi negara. Banyak warga Mozambik khawatir bahwa tanpa intervensi internasional, krisis ini dapat semakin tak terkendali.
Tindakan Keras Pemerintah dan Reaksi Internasional
Pemerintah Mozambik merespons meningkatnya kerusuhan dengan tindakan keras. Keadaan darurat diberlakukan di kota-kota utama, jam malam ditetapkan, dan militer dikerahkan untuk menekan protes. Pemimpin oposisi, jurnalis, dan aktivis ditahan, yang memicu kemarahan global.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika menyerukan ketenangan dan mendesak kedua belah pihak untuk berdialog. Sementara itu, negara-negara tetangga seperti Afrika Selatan dan Zimbabwe menyatakan kekhawatiran bahwa ketidakstabilan Mozambik dapat menyebar ke wilayah mereka.
Negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan anggota Uni Eropa, telah memperingatkan kemungkinan sanksi jika pemerintah Mozambik tidak menghormati proses demokrasi. Namun, beberapa analis berpendapat bahwa tekanan eksternal saja mungkin tidak cukup untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
Negara di Ujung Jurang: Ketakutan Akan Kudeta atau Perang Saudara
Dengan semakin dalamnya perpecahan politik dan meningkatnya keterlibatan militer, kekhawatiran akan kudeta atau perang saudara semakin nyata. Beberapa laporan menunjukkan bahwa faksi-faksi dalam angkatan bersenjata tidak puas dengan cara pemerintah menangani krisis, sehingga memunculkan kekhawatiran tentang kemungkinan adanya pembelotan atau upaya pengambilalihan kekuasaan oleh militer.
Mozambik memiliki sejarah panjang dan berdarah terkait konflik, termasuk perang saudara selama 16 tahun yang berakhir pada tahun 1992. Kenangan akan kekerasan masa lalu masih segar, dan banyak warga khawatir bahwa sejarah dapat terulang jika tidak ada penyelesaian damai.
Para analis politik memperingatkan bahwa jika kedua belah pihak tidak menyepakati mediasi, Mozambik dapat menghadapi periode ketidakstabilan yang berkepanjangan, kemunduran ekonomi, dan krisis kemanusiaan yang semakin parah.
Jalan Keluar: Adakah Solusi Damai?
Saat Mozambik berada di persimpangan jalan, pertanyaan utama yang muncul adalah: Bisakah krisis ini diselesaikan secara damai?
Beberapa solusi telah diajukan:
- Investigasi Independen: Komunitas internasional mendesak pemerintah Mozambik untuk mengizinkan tinjauan independen terhadap hasil pemilu guna memulihkan kepercayaan publik.
- Perjanjian Pembagian Kekuasaan: Beberapa pakar menyarankan pembentukan pemerintahan sementara yang melibatkan Frelimo dan RENAMO untuk mencegah eskalasi lebih lanjut.
- Pemilu Ulang: Para pemimpin oposisi terus menuntut pemilu baru dengan pengawasan internasional, meskipun pemerintah dengan tegas menolak ide ini.
- Mediasi Diplomatik: Organisasi regional seperti Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) telah menawarkan diri untuk menengahi pembicaraan antara pihak yang berseteru.
Pada akhirnya, nasib Mozambik bergantung pada apakah para pemimpinnya memilih untuk mengutamakan demokrasi, perdamaian, dan kesejahteraan rakyat—atau terus melanjutkan jalur menuju otoritarianisme dan konflik.
Kesimpulan
Pemilu yang disengketakan di Mozambik telah memicu badai politik, membawa negara ini ke dalam ketidakpastian. Seiring dengan meningkatnya kekerasan dan komunitas internasional yang berusaha merespons, beberapa minggu ke depan akan menjadi penentu apakah negara ini dapat menghindari bencana atau semakin tenggelam dalam kekacauan.
Dunia menyaksikan dengan cermat, berharap Mozambik dapat menemukan jalan untuk memulihkan demokrasi dan menghindari kengerian perang.
Referensi:
- Al Jazeera – Mozambik dalam Krisis: Protes Pemilu Berujung Maut (aljazeera.com)
- BBC Africa – Pemilu Mozambik yang Dipersengketakan: Apa Selanjutnya untuk Negara Ini? (bbc.com)
- Amnesty International – Represi terhadap Demonstran di Mozambik Harus Dihentikan (amnesty.org)
- Reuters – Pemerintah Mozambik Dihadapkan pada Tekanan Internasional atas Kekerasan Pemilu (reuters.com)