Di era modern ini, rekayasa genetika telah banyak menciptakan banyak inovasi, salah satunya dalam sektor pertanian yaitu produk Genetically modified organism (GMO) yang merupakan organisme yang gen-gennya telah diubah dengan menggunakan teknik rekayasa genetika yang meningkatkan produktivitas, daya tahan terhadap hama, dan efisien panen. Tujuan utama pengembangan GMO adalah untuk mengatasi berbagai masalah kekurangan pangan yang dihadapi penduduk yang tidak mampu dipecahkan secara konvensional, karena pertumbuhan penduduk yang begitu cepat.
Pro dan Kontra Pengembangan GMO
Namun, terdapat pro dan kontra terhadap pengembangan GMO hingga saat ini.
(kontroversi) di seluruh dunia, baik di negara-negara yang mengembangkan GMO maupun di negara-negara yang menggunakan produk GMO.
Ketergantungan Indonesia pada produk pangan berbasis GMO impor seperti contoh kedelai transgenik dan benih-hibrida menimbulkan dilema serius bagi kedaulatan pangan nasional. Indonesia masih mengimpor hingga 90 % kebutuhan kedelai, banyak di antaranya berbasis GMO untuk pakan ternak atau industri tinta, namun diolah menjadi tempe, tahu, dan produk pangan lainnya. Ketergantungan pada GMO bukan hanya sekedar soal ekonomi dan teknologi, tetapi juga menyangkut kedaulatan pangan nasional, keberlanjutan petani lokal dan ketahanan pangan jangka panjang.
Potensi Ancaman GMO
Ketahanan pangan merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga stabilitas nasional, terutama di negara agraris seperti Indonesia. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia menghadapi tantangan yang signifikan terkait ketahanan pangan, salah satunya adalah ketergantungan pada impor bahan pangan.
Produk pangan dalam negeri saat ini tidak mampu mengatasi masalah kekurangan pangan, dan hal ini menjadi tantangan bagi pembanguan pertanian Indonesia. Indonesia telah mengembangkan produksi GMO sejak tahun 1999. Namun, sepuluh bahan makanan berikut terus diimpor dari berbagai negara, termasuk beras, jagung, kedelai, biji gandum, tepung terigu, gula pasir, garam, daging sapi, daging ayam, singkong, dan kentang.
Ketergantungan pada GMO
Ketergantungan pada GMO impor melemahkan kedaulatan pangan karena meningkatnya dominasi perusahaan multinasional pembuat benih. Petani lokal menjadi tergantung pada benih berlisensi dengan biaya tinggi, sementara keputusan penting seperti distribusi benih ada di tangan swasta, bukan negara atau komunitas lokal.
Ketergantungan impor pada GMO juga melemahkan posisi tawar Indonesia dalam menghadapi fluktuasi pasar global. Harga pangan global mudah berubah akibat kebijakan ekspor negara produsen, perubahan nilai tukar, atau gangguan rantai pasok. Ketika impor jadi solusi utama, ketahanan pangan nasional semakin rentan.
Sementara itu, kebijakan impor GMO yang lebih longgar setelah pencabutan beberapa pembatasan dalam Undang‑Undang Cipta Kerja (UU No. 11/2020) membuat GMO masuk lebih mudah ke Indonesia tanpa memperkuat sistem produksi lokal. Regulasi ini memicu kekhawatiran bahwa impor GMO akan semakin dominant di pasar pangan, meredam pengembangan benih lokal.
Dampak Jangka Panjang terhadap Ketahanan Nasional
Dalam jangka pendek, impor pangan GMO memang memberikan fleksibilitas pasokan. Namun ketergantungan berlebih juga menciptakan kerentanan sistemik. Bila terjadi gangguan seperti perubahan kebijakan eksport di negara produsen, fluktuasi harga global, atau gangguan rantai logistik, maka Indonesia bisa kehilangan sumber pangan utama. Ini sangat berbahaya jika tidak disertai strategi produksi lokal yang kuat .
Penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan pertanian memang berkontribusi terhadap keamanan pangan (food security), tetapi secara bersamaan mengancam “food sovereignty” ketika impor mengambil alih peran produksi domestik .
Strategi Mengurangi Ketergantungan
Untuk meminimalisasi ancaman terhadap kedaulatan pangan, berikut beberapa langkah strategis yang sangat perlu diambil:
Proteksi Kebijakan Terhadap GMO Impor
Mengadopsi kebijakan yang menjadikan impor GMO benar‑benar sebagai last resort, sambil memperkuat regulasi keamanan hayati berdasarkan Prinsip Kehati‑hayatian.
Pengembangan dan Regenerasi Benih Lokal
Mengembangkan benih lokal yang dikelola komunitas petani dan riset varietas lokal adaptif terhadap kondisi iklim tropis Indonesia, sebagai alternatif produktif terhadap benih GMO.
Peningkatan Kesadaran Publik dan Edukasi Konsumen
Mengedukasi masyarakat soal implikasi GMO terhadap kesehatan, lingkungan, dan kedaulatan pangan, sehingga konsumen dapat membuat pilihan pangan berdasarkan nilai lokal dan keberlanjutan.
Ketergantungan Indonesia pada produk genetik impor (GMO) membawa ancaman tersembunyi terhadap kedaulatan pangan nasional mengikis kekuatan dan kontrol petani lokal, merusak keanekaragaman hayati, serta memperbesar kerentanan terhadap fluktuasi pasar global. Sementara impor mungkin membantu memenuhi kebutuhan pangan jangka pendek, ketergantungan struktural jangka panjang melemahkan ketahanan nasional.
Dalam kondisi demikian, kebijakan, riset, dan semangat lokal memegang peran penting. Indonesia perlu menguatkan produksi dan konsumsi komoditas pangan berbasis kedaulatan lokal: menumbuhkan benih lokal, memperkuat petani, memastikan regulasi ketat terhadap GMO impor, dan mengedukasi masyarakat agar memilih pangan yang sehat, adil, dan berdaulat.
Dengan langkah-langkah sistemik tersebut, ketergantungan akan produk genetik impor bisa diturunkan, sambil memperkuat arah pembangunan pangan yang berkelanjutan dan berdaulat.
Daftar Referensi
- DITJEN PERBENDAHARAAN KEMENKEU RI ” Dampak Kebijakan Impor terhadap ketahanan Pangan Indonesia “
- Mahrus, ” Kontroversi Produk Rekayasa Genetika Yang Dikonsumsi Masyarakatb”, Jurnal Biologi Tropis Vol 14 No 2
- Yuwono dan swara, ” Tanaman Genetically Modified Organism (GMO) dan Persfektif Hukumnya Di Indonesia, Jurnal Al Kauniyah : Journal Of Biology Vol 10 No 2
- Artikel Serikat Pertanian Indonesia https://spi.or.id/aksi-ke-kementan-benih-gmo-bukan-solusi-kementan-gagal-atasi-ancaman-krisis-pangan/?utm_source=chatgpt.com