Opini  

30 Wakil Menteri Rangkap Jabatan, Ribuan Rakyat Berebut Kerja

Ressy Octaviani
Ilustrasi Rangkap Jabatan (Foto: Freepik, Edit YettiRock)
Ilustrasi Rangkap Jabatan (Foto: Freepik, Edit YettiRock)

30 Wamen Rangkap Jabatan, Ribuan Rakyat Berebut Kerja – Saat jutaan rakyat masih sibuk menyebar lamaran ke sana kemari demi pekerjaan tetap. Dan, banyak lainnya harus berdesakan hanya untuk satu lowongan kerja, ada pejabat yang justru diberi dua hingga tiga jabatan sekaligus.

Satu Dunia Bergelut Demi Kelangsungan Hidup

Dalam opini kali ini. Saya akan membahas salah satu isu yang tengah ramai dibicarakan publik belakangan ini yaitu, rangkap jabatan para Wakil Menteri (Wamen). Tiga puluh Wamen merangkap posisi sebagai komisaris di sejumlah BUMN maupun anak perusahaannya. Ya, tiga puluh. Bukan satu, dua, atau lima.

Realita Pengangguran

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran per Februari 2025, yaitu 7,28 juta. Fakta yang mencengangkan, dari jumlah tersebut, lebih dari satu juta-nya adalah lulusan perguruan tinggi. (BPS.go.id, 2025)

Bagi saya, angka tersebut bukan sekadar statistik di layar. Itu adalah bayangan dari jutaan anak muda yang tiap pagi bangun dengan kecemasan. Tentang impian. Tentang harapan orang tua. Serta nasib yang belum juga berpihak. Maka ketika melihat pejabat bisa rangkap jabatan, pertanyaannya bukan hanya “boleh atau tidak”, tapi

“Masih adakah kepekaan di antara para penguasa kita?”

Potret Nyata Antrean Pelamar di Cianjur

Sementara di atas meja kekuasaan jabatan bisa digandakan, di lapangan, rakyat justru berebut peluang kerja seadanya. Di Cianjur (Senin, 14 Juli 2025), ribuan pelamar memadati sebuah toko ritel lokal. Mereka datang dari berbagai kota: Bogor, Sukabumi, Bandung, hingga Pangandaran. Antrean itu mengular sampai ratusan meter dan menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Apa yang mereka incar? Bukan posisi manajer. Bukan gaji puluhan juta. Hanya 50 posisi kerja dengan gaji Rp1,8 juta selama masa pelatihan. (iNews, 2025)

Kita hidup di negeri di mana ribuan orang rela mengantre untuk pekerjaan bergaji di bawah UMR (itupun masih pelatihan). Sementara di atas sana, jabatan didistribusikan seperti suvenir politik. Ini bukan lagi soal teknis atau hukum. Ini soal hati nurani.

Masih Ingat Soal Janji 19 Juta Lapangan Kerja?

Selain makan bergizi gratis, apa lagi yang kalian ingat tentang janji kampanye Prabowo-Gibran? Ya betul, 19 juta lapangan kerja selama periode 2024–2029. Ini menjadi pembahasan panas di media sosial, bahkan menjadi bahan satire netizen. (metrotvnews, 2025)

Angka tersebut bukan sekadar narasi pemanis dalam janji kampanye. Tapi tertulis jelas dalam visi-misi resmi dan beberapa kali ditegaskan dalam debat calon presiden.

Tapi, hampir setahun sejak dilantik, yang muncul justru praktik lama: bagi-bagi jabatan. Bukan menciptakan kerja, tapi menciptakan rangkap jabatan. Lalu rakyat diberi iming-iming janji yang semakin jauh dari kenyataan.

Siapa Saja yang Rangkap Jabatan?

Pemerintah saat ini menunjuk setidaknya 30 wakil menteri untuk duduk rangkap sebagai komisaris BUMN. Beberapa di antaranya adalah Sudaryono (Wamen Pertanian) dan Immanuel Ebenezer (Wamenaker) yang sama-sama menjabat di PT Pupuk Indonesia; Giring Ganesha (Wamen Kebudayaan) di PT GMF Aero Asia; Taufik Hidayat (Wamenpora) di PLN Energi Primer; Fery Juliantono (Wamen Koperasi) di Pertamina Patra Niaga; serta Veronica Tan (Wamen PPPA) di Citilink Indonesia.

Dan ini belum semua. Masih ada puluhan nama lain yang mengisi jabatan ganda serupa. (Kompas, 2025). Lalu, muncul pertanyaan yang mengusik di kepala saya:

“Apakah tidak ada profesional lain di luar lingkar kekuasaan yang layak diberi kepercayaan?”

Dan,

“Apakah para wamen ini sungguh masih punya waktu dan fokus untuk menyelesaikan tugas utama mereka?”

Gelombang Kritik

Kritik keras pun datang dari kalangan parlemen. Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menilai praktik rangkap jabatan yang dilakukan para Wamen adalah bentuk ketidakpekaan sosial terhadap situasi masyarakat. Ia menyebut bahwa persoalan ini bukan sekadar pelanggaran norma hukum, tapi juga soal moralitas dan rasa keadilan.

“Di tengah jutaan rakyat yang kesulitan mencari pekerjaan, negara malah membuka jalan bagi segelintir elite untuk menguasai dua hingga tiga posisi sekaligus,” ujarnya (detik.com, 2025).

Tidak hanya dari kalangan legislatif, suara kritis juga datang dari organisasi keagamaan besar. Ketua PBNU, Savic Ali turut menyoroti isu rangkap jabatan Wamen ini. Ia mengungkapkan, bahwa praktik ini melanggar prinsip good governance dan meritokrasi. “Ini sangat menyakiti perasaan rakyat yang sulit cari kerja.” katanya. (nu.or.id, 2025)

Dan, saya sepakat. Meskipun tak pernah terlibat langsung ke dalam antrean panjang para pelamar kerja seperti di Cianjur. Saya pernah menjadi salah satu dari anak muda yang sulit mencari kerja. Bagaimana bisa tidak merasa dikhianati?

Uji Materi yang Gugur di Tengah Jalan

Sebenarnya, sudah ada upaya hukum untuk menggugat ketentuan ini. Juhaidy Rizaldy Roringkon, Direktur ILDES, mengajukan uji materi Pasal 23 UU No. 39 / 2008 ke Mahkamah Konstitusi, mempertanyakan apakah larangan menteri merangkap jabatan juga berlaku untuk wakil menteri.

Tapi, proses hukum yang telah berlangsung otomatis gugur karena Juhaidy meninggal dunia pada 22 Juni 2025. (mkri.id, 2025)

Namun, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri juga harus diterapkan kepada wakil menteri. Mengingat keduanya merupakan satu entitas dalam tatanan pemerintahan. Tapi masalahnya, apakah para Wamen tersebut mau tunduk pada ketetapan MK?

Sampai artikel ini ditulis, masih belum ada kabar terbaru tentang hal ini.

Fokus pada Amanah, Bukan Posisi Tambahan

Coba bayangkan jika Wamen Ketenagakerjaan benar-benar fokus pada tugasnya: mengembangkan pelatihan vokasi berbasis wilayah, memperluas digitalisasi pencocokan kerja, atau memperkuat sinergi antara UMKM dan lulusan sarjana. Bukankah itu lebih berdampak?

Alih-alih duduk manis dalam rapat komisaris yang bergaji tinggi. Mengapa tidak turun langsung mendengar curhat anak muda yang tiap hari buka email tapi belum juga mendapat balasan?

Penutup: Jabatan Bukan Kerja Sambilan

Kami tidak iri. Kami hanya ingin keadilan berdiri di tempat yang semestinya – di sisi rakyat.

“Karena jabatan, apalagi di pemerintahan bukanlah kerja sambilan yang bisa dijalankan di sela-sela rapat lain. Ia adalah amanah. Amanah itu harusnya dikerjakan dengan sepenuh waktu, sepenuh tenaga, dan sepenuh hati.”

Jika rakyat masih harus mengantre ratusan meter demi pekerjaan bergaji di bawah UMR. Maka sudah sepantasnya pejabat memfokuskan diri mencari solusi. Bukan menambah pengalaman kerja dan penghasilan pribadi.

Sumber Referensi

https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/05/05/2432/tingkat-pengangguran-terbuka–tpt–sebesar-4-76-persen–rata-rata-upah-buruh-sebesar-3-09-juta-rupiah-.html

https://www.google.com/amp/s/www.inews.id/amp/news/nasional/1000-lebih-pelamar-berebut-50-posisi-kerja-toko-di-cianjur-digaji-rp18-juta-selama-pelatihan

https://www.metrotvnews.com/play/NnjCew9y-janjinya-19-juta-lapangan-kerja-tapi-di-mana

https://money.kompas.com/read/2025/07/10/211832326/daftar-30-wakil-menteri-rangkap-jabatan-komisaris-bumn-siapa-saja

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *