Sastra  

Rahasia Hati (Alina dan Ayna)

Sebuah rahasia yang tak bisa diungkapkan menjadi titik nadir kisah cinta Alina.

Dwi Yulianti
Rahasia Hati: Alina dan Ayna (foto: pexels.com)
Rahasia Hati: Alina dan Ayna (foto: pexels.com)

Rahasia Hati – Hanya Alina yang tahu mengapa dia tak memedulikan pendapat orang di sekitarnya termasuk Ayna. Sekalipun dia adalah sahabat yang sudah tiga tahun besamanya. Ayna, tempat Alina berbagi suka dan duka dalam mengarungi perjalanan kehidupannya semenjak SMA dulu. Kini bangku kuliah menjadi pertarungan akhirnya untuk menggapai mimpi dan cita-citanya.

“Tinggal satu tahun lagi, Lin. Sepertinya aku harus berjuang lebih keras,” ucap Ayna saat mereka makan siang di kantin. Ayna memang mengambil mata kuliah lebih banyak dari Alina. Dia ingin menyelesaikan kuliahnya lebih cepat karena ingin bekerja membantu orang tuanya. Biaya kuliah yang mahal juga menjadi salah satu alasan mengapa dia ingin lekas lulus.

Berbanding terbalik dengan Alina. Santai menjadi prinsipnya, semua yang diinginkannya dengan mudah didapatkan. Selain kecantikannya, perusahaan besar yang akan menjadi miliknya kelak menjadi daya tarik tersendiri. Dia juga selalu mendapatkan prestasi menjadi yang terbaik di sekolah mereka dulu. Hal itulah yang membuatnya didekati banyak cowok ‘ganteng’ dan ‘tajir’.

Jika dihitung lebih dari sepuluh orang cowok yang pernah menjadi pacarnya, namun semua tak pernah bertahan lama. Alina sesalu memberikan alasan yang tak mudah dibantah. Terkadang Alina menerima dua cowok sekaligus untuk menjadi pacarnya. Namun tak ada satu cowok yang marah saat diputuskan oleh Alina.

Seperti saat ini, Kak Adrian dari fakultas ekonomi dan Kak Tyandra dari fakultas kedokteran yang sedang koas di sebuah puskesmas di luar kota, menjadi cowok yang dekat dengan Alina. “Alina, bagaimana hubunganmu dengan mereka? Amankah?” tanya Ayna sambil tersenyum. Alina hanya membalas senyuman Ayna dengan senyum yang lebih lebar.

“Aman Ay. Tak perlu khawatir aku bisa mengaturnya agar mereka tidak pernah bertemu,” jawab Alina tak memudarkan senyumannya. Ayna hanya mengangguk dan menghabiskan minumannya. “Lin, aku kembali ke kelas dahulu ya,” ucap Ayna saat melihat jam di pergelangan tangannya.

“Jam baru Ay?” tanya Alina tiba-tiba. Ayna mengangguk, sebenarnya dia tak tahu siapa yang memberikannya karena sudah satu bulan jam tangannya rusak dan saat membuka kado ulang tahunnya seminggu yang lalu, salah satu isinya adalah jam tangan yang dipakainya kini.

“Bukannya ini hadiah ulang tahunku darimu, Lin?” tanya Ayna heran. Hanya Alina yang tahu jika jam tangan satu-satunya rusak. Digelengkan kepala Alina sambil mengingatkan, “Sudah hampir pukul satu, nanti terlambat.” Ayna tersenyum, kemudian bangun dan beranjak sambil melambaikan tangannya. Alina tersenyum saat dia mengetahui siapa pemilik jam tangan pilihannya kemarin.

***

“Kak Adrian, jadi kita jalan ke Bandung? Papa dan mama menanyakan,” tanya Alina saat makan siang setelah selesai kuliah. Kak Adrian sedang menyelesaikan skripsinya, perusahaan papa menjadi tempatnya belajar menjadi karyawan. Alina juga membantunya membuatkan skripsi semenjak bab awal hingga akhir, kini tinggal menunggu pengumuman. Karena hal itulah Alina akhirnya dekat dengannya, apalagi papa bilang Kak Adrian sangat pandai jika memimpin perusahaan.

Saat ini, Alina mulai mencoba serius menjatuhkan hati, apalagi saat diketahuinya jika gadis yang diincar Kak Tyandra adalah Ayna, sahabatnya. Selama ini Ayna tak pernah melirik cowok manapun, tapi Kak Tyan sudah menjatuhkan hati padanya. Saat mereka bertemu terakhir kali dan memutuskan berpisah, Kak Tyan meminta maaf jika selama ini dia mendekati Alina hanya untuk mengetahui kebiasaan dan kesukaan Ayna saja.

“Maafkan aku Alina, aku berbohong padamu,” ucap Kak Tyan menuduk penuh penyesalan. “Tidak apa kak, aku senang jika Ayna nanti ada yang mendampinginya. Ayna gadis yang baik dan juga pekerja keras,” ucap Alina dengan perasaan yang tak karuan. Baru kali ini dia merasakan bagaimana jika berpisah dengan seorang yang dekat, walau tak pernah menaruh hati yang dalam.

“Alina, kok malah bengong? Mikirin apa sih Sayang?” tanya Kak Adrian yang melihat Alina terdiam tak merespon jawabannya. “Eh …, maaf kak, jadi kakak bisa ikut?” tanyanya mengulangi. Kak Adrian tersenyum dan menjawab, “Aku akan melihat hasil skripsiku dahulu ya, jika nanti sudah tidak ada lagi perbaikan aku akan memberikan jawabannya.”

Mungkin Kak Adrian khawatir ada perbaikan lagi, batinnya. Tak lama Alina mengangguk. Kini mereka melanjutkan makan yang masih belum selesai. Suara dering telepon menghentikan makan Kak Adrian, dimintanya izin untuk mengangkat telepon pada Alina. Setelah Alina mengangguk Kak Adrian beranjak mencari tempat yang agak sepi untuk mengangkat panggilan telepon.

“Sabar ya Hanny, tinggal selangkah lagi. Setelah aku berhasil dan membuktikan pada papa, aku akan menggantikan Om Indra memimpin di perusahaan papa. Setelah itu aku akan mengenalkanmu sebagai calon mantu mama dan papa,” ucap Adrian saat gadis diseberangnya marah melihatnya makan siang dengan Alina. Ayna yang mendengar tak sengaja tertegun menatap punggung Kak Adrian yang kembali menemui Alina.

***

“Sudahlah Ayna, jangan memutar kenyataan. Kak Tyan sudah mengatakan semuanya jika dia menyukaimu semenjak awal, aku hanya dijadikannya sebagai sumber informasi mengenaimu, sahabatku,” seru Alina saat disampaikan apa yang didengarnya kemarin. “Tapi, Lin …,” ucapan Ayna dipotong kembali hingga menggantung.

“Kini aku berusaha mencintai Kak Adrian dengan segala kekurangannya seperti yang kamu ajarkan, Ay. Disaat yang sama, aku juga sudah mulai mengikis rasa sakit hatiku pada sosok lelaki. Luka yang diderita Kak Amara  karena laki-laki tak bertanggung jawab yang mengejar harta keluarga kami mulai kulupakan,” ucap Alina yang mulai meneteskan air mata.

“Aku akan berusaha melupakan kepedihanku kehilangan Kak Amara seperti nasihat mama, jika semua sudah diatur Yang Maha Kuasa. Rasa sakit saat Kak Tyan memutuskanku juga ingin kulupakan. Aku tak ingin merasakan sakit yang kedua kalinya, aku mencintai Kak Adrian, Ay. Aku mencintainya,” ucapan Alina membuatku memeluknya erat.

Penyebab meninggalnya Kak Amara tak ada yang tahu, Alina hanya mengatakan jika kakaknya sakit. Tapi dari apa yang dikatakan Alina baru saja, Ayna menyadari betapa Alina mencintai kakaknya dan membenci penyebab meninggalnya.  Alina melepaskan pelukannya. “Lin, berbagilah denganku agar semua tak hanya menjadi bebanmu seorang. Aku akan selalu menjadi sahabatmu selamanya,” ucap Ayna pelan.

“Tidak Ayna, sejak Kak Tyan memilihmu, maka aku akan menjauh. Kak Tyan sudah menyakitiku. Aku tak membencimu tapi aku tak ingin melihatmu lagi. Ayna ini pertemuan terakhir kita. Semoga kamu bahagia,” ucap Alina pelan meninggalkan Ayna yang terdiam.

Saat Ayna mendengar langkah kaki di dekatnya, dia mencoba menghapus butir bening yang mengalir. “Ayna sudahlah, besok kita akan menemui ibumu. Semoga saja lamaranku tak ditolak keluargamu,” ucapan Kak Tyan membuatnya tersadar dan mengangguk. Kini dilangkahkan kakinya bersama Kak Tyan menuju mobil yang terparkir.

***

‘Amara binti Rudiansyah’ dan ‘Alina binti Rudiansyah’ dua makam yang setiap bulan selalu dikunjungi Ayna dan mamanya. “Alina satu tahun sudah kepergianmu, kini aku baru mengetahui semuanya. Jika bukan Kak Tyan yang menemukanmu dirawat di rumah sakit. Mungkin aku akan menyesal seumur hidupku. Saat kepergianmu tiba, akhirnya kamu mau menemuiku dan Kak Tyan,” ucap Ayna dalam hati.

Ayna dan Kak Tyan menunggunya hampir tiga bulan, mereka harus lebih bersabar setelah usaha mereka mencari keberadaan Alina didapatkan. “Dokter Tyan, ada pasien yang namanya sama persis seperti yang kamu cari. Bergegaslah menurut dokter sakitnya cukup parah,” ucap seorang perawat yang selalu membantu Kak Tyan mencari Alina.

Keluarga Alina pindah ke kota lain setelah perusahaan yang dimiliki keluarganya gulung tikar. Ternyata Kak Adrian adalah orang yang ada dibalik semua kehancuran ini, Alina meminta mama dan papanya agar mereka meninggalkan kota yang telah membuatnya hancur. Seperti yang dikatakan Ayna, Kak Adrian ternyata hanya memanfaatkannya untuk mengetahui seluk beluk perusahaan papanya.

Mama dan papa Alina sudah berkali-kali meminta Alina agar Ayna dan Kak Tyan dapat menemuinya, namun Alina selalu menolaknya. Hingga akhirnya Alina memberikan waktu yang tak lama. “Ayna aku minta maaf, aku titip mama dan papa padamu. Aku tidak ingin melihat mereka terpuruk karena apa yang aku lakukan. Aku ingin kamu menghiburnya seperti aku menghiburnya. Kak Tyan, aku titip sahabatku,” ucapan pelan Alina membuat Ayna menangis hingga air matanya tak lagi menetes.

“Sayang, ayo kita pulang. Mama sudah janji pada Tyan tidak membawamu sampai sore. Apalagi papa juga mau kita makan malam bersama. Kontrak dengan perusahaan yang diincarnya berhasil. Baru saja papa mengabari mama,” ucap mama Alina sambil tersenyum. “Alina, mamamu kini juga menjadi mamaku di kota ini.” batin Ayna berbisik.

“Iya ma, Ayna bantu mama memasak ya,” ucap Ayna sambil berjalan menggandeng tangan mamanya meninggalkan makam dua orang yang mereka sayangi. “Wah, sepertinya cucu mama perempuan dan jago masak seperti neneknya,” ucapnya sambil mengusap perut Ayna yang sedang mengandung.

Oleh: Oase_biru

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *