Jumlah korban tewas warga Palestina akibat serangan Israel di Jalur Gaza telah mencapai 17.177 sejak 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut pada Jumat. Dalam konferensi pers, juru bicara kementerian, Ashraf al-Qudra, menyatakan bahwa sekitar 70 persen dari korban adalah anak-anak dan perempuan.
Selain itu, 46 ribu orang lainnya dilaporkan terluka sebagai dampak dari serangan gencar Israel di wilayah Palestina yang telah lama diblokade. Al-Qudra juga mengungkapkan dampak serius terhadap fasilitas kesehatan, dengan setidaknya 290 petugas medis yang tewas, 103 ambulans yang hancur, dan 160 pusat layanan kesehatan yang menjadi sasaran serangan Israel.
Situasi ini memberikan gambaran tragis tentang konsekuensi kemanusiaan yang dialami oleh penduduk Gaza sebagai akibat dari konflik berkelanjutan di wilayah tersebut. Meskipun terdapat upaya untuk mencapai gencatan senjata melalui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), tetapi upaya tersebut kembali terhambat.
Penolakan Resolusi Gencatan Senjata oleh AS
Amerika Serikat, dengan hak vetonya, menolak resolusi gencatan senjata, meskipun mayoritas anggota DK PBB, termasuk 13 dari 15 negara, mendukung langkah tersebut. Bahkan, Inggris memilih untuk abstain, menunjukkan perpecahan dalam pandangan terhadap penyelesaian konflik tersebut.
Penggunaan hak veto ini bukanlah kejadian pertama kalinya. Sebelumnya, pada bulan Oktober, AS juga menggunakan hak vetonya untuk menghalangi resolusi serupa dalam usaha menghentikan kekerasan di Gaza.
Sikap Amerika Serikat selalu memperumit upaya internasional untuk menemukan solusi damai. Dengan kegagalan ini, upaya untuk meredakan ketegangan dan melindungi warga sipil di Gaza semakin sulit, meninggalkan dampak kemanusiaan yang serius.
Jika situasinya terus seperti ini, bagaimana perang dapat dihentikan? Apakah hak veto negara dapat dicabut?
Apa itu Hak Veto
Hak veto adalah hak konstitusional penguasa untuk mencegah, menyatakan, menolak, atau membatalkan keputusan, serta hak membatalkan secara mutlak. Hak ini merujuk pada kekuasaan atau hak istimewa yang diberikan kepada pihak tertentu untuk menolak atau membatalkan keputusan atau tindakan yang diajukan oleh orang atau kelompok lain.
Dalam DK PBB, hak veto diberikan kepada lima anggota tetap (AS, Rusia, Cina, Prancis, Inggris) untuk menghentikan adopsi resolusi yang diusulkan oleh negara anggota lain, bahkan jika mendapatkan dukungan mayoritas..
Dalam praktiknya, veto berfungsi sebagai penghambat potensial terhadap adopsi resolusi yang tidak disukai oleh negara anggota tetap. Selain itu, hak veto juga memberikan kekuasaan besar kepada anggota tetap untuk memengaruhi dan membentuk keputusan internasional.
Sejarah Hak Veto di DK PBB
Sejarah Hak Veto dimulai pada tahun 1945, saat pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat itu perdebatan muncul ketika menentukan struktur Dewan Keamanan (DK), terutama seputar sejauh mana kekuasaan yang diberikan kepada negara-negara besar.
Peran utama negara-negara pemenang Perang Dunia II dalam perundingan dan penyusunan Piagam PBB membuat pertanyaan ini semakin penting. Mereka, sebagai kekuatan utama, dianggap memiliki tanggung jawab khusus dalam menjaga perdamaian dunia.
Hak veto dalam DK PBB menjadi salah satu hasil langsung dari dinamika pascaperang tersebut. Ketika Piagam PBB dirumuskan, hak veto diberikan kepada negara-negara pemenang Perang Dunia II sebagai bentuk pengakuan atas peran kunci mereka dalam upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.
Keberadaan hak veto juga dapat dipandang sebagai strategi untuk menjaga keseimbangan kekuatan di dalam organisasi ini. Pada waktu itu, pengalaman buruk dengan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), pendahulu PBB, yang gagal mengatasi krisis internasional dan terhambat oleh kepentingan nasional negara-negara besar, menjadi pelajaran berharga.
Kritik Terhadap Hak Veto
Hak veto menjadi dasar bagi keputusan-keputusan penting DK. Meskipun dirancang untuk mencegah tindakan sepihak, hak ini juga menimbulkan kontroversi. Beberapa kritikus menganggapnya sebagai kendala bagi efektivitas DK, karena satu suara bisa memblokir keputusan mayoritas.
Kritik terhadap Dewan Keamanan PBB (DK PBB) semakin berkembang, khususnya terkait dengan penyalahgunaan hak veto oleh negara-negara anggota tetap. Hak veto tersebut kerap digunakan untuk mempertahankan kepentingan nasional tanpa mempertimbangkan kepentingan umum.
Pandangan Indonesia dan Dukungan untuk Penghapusan Hak Veto
Indonesia, bersama dengan banyak negara lainnya, mengecam praktik penyalahgunaan hak veto ini. Negara kita secara tegas menyuarakan dukungannya untuk penghapusan hak veto di DK PBB. Alasannya sangat jelas yaitu Indonesia meyakini prinsip kesetaraan dan partisipasi yang lebih luas dalam pengambilan keputusan internasional.
Pandangan bahwa hak veto adalah tidak demokratis menjadi dasar kuat bagi kritik yang disampaikan oleh Indonesia. Menurut pandangan tersebut, hak veto tidak hanya menghambat partisipasi aktif negara-negara kecil, tetapi juga memperkuat dominasi negara-negara kuat. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam dinamika kebijakan global dan merugikan upaya mewujudkan perdamaian dan keadilan.
Indonesia percaya bahwa dengan menghapus hak veto, DK PBB dapat menjadi forum yang lebih demokratis dan responsif terhadap berbagai kepentingan internasional. Dengan demikian, negara-negara kecil akan memiliki suara yang lebih signifikan dalam proses pengambilan keputusan, dan kepentingan umum dapat ditempatkan di atas kepentingan nasional yang sempit.
Selain itu, banyak ahli berpendapat bahwa menghapus hak veto dapat menjadi langkah menuju struktur pengambilan keputusan internasional yang lebih adil dan setara. Hal ini dapat membuka pintu bagi negara-negara kecil dan berkembang untuk berkontribusi secara signifikan dalam membentuk isu-isu global.
Harapan Menuju Penghapusan Hak Veto
Dalam konteks ini, keberadaan hak veto seringkali dianggap sebagai hambatan terhadap kemajuan demokratisasi dalam forum internasional. Dengan menghilangkan hak veto, diharapkan setiap negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan memberikan kontribusi yang berarti tanpa ada kekuatan eksklusif yang dapat menghentikan suatu keputusan.
Penting untuk diingat bahwa langkah ini bukan tanpa tantangan dan perlu dilakukan dengan cermat. Namun, jika berhasil, penghapusan hak veto dapat membawa dampak positif dalam menjaga keadilan, keamanan, dan keberlanjutan global.
https://www.antaranews.com/berita/3861681/korban-tewas-akibat-serangan-israel-di-gaza-sudah-17200-orang
https://www.inews.id/news/internasional/as-lagi-lagi-veto-resolusi-dk-pbb-soal-gencatan-senjata-di-gaza-alasannya-tak-masuk-akal
https://kumparan.com/raihan-muhammad/tidak-demokratis-hak-veto-dewan-keamanan-pbb-layak-dihapus-20n8S4nAb3R