Dubai, dikenal dengan kemewahan dan modernitasnya, sering dianggap sebagai simbol kesuksesan global. Kota ini terkenal dengan menara pencakar langit, pusat perbelanjaan kelas dunia, dan atraksi mewah yang menarik wisatawan. Namun, di balik kemegahan tersebut, Dubai menyimpan sisi gelap yang sering tidak terlihat oleh banyak orang. Ketimpangan sosial, eksploitasi pekerja, dan pelanggaran hak asasi manusia adalah masalah yang terus berkembang di kota ini.
Ketimpangan Sosial yang Mencolok
Salah satu sisi gelap Dubai yang paling mencolok adalah ketimpangan sosial yang sangat tajam. Walaupun kota ini dipenuhi dengan kemewahan, mayoritas penduduknya adalah pekerja migran yang berasal dari negara-negara seperti India, Pakistan, dan Bangladesh. Mereka bekerja keras di sektor konstruksi, rumah tangga, dan layanan dengan upah rendah, namun tidak menikmati kemewahan yang ada di sekitar mereka.
Banyak pekerja migran tinggal di tempat tinggal yang tidak layak, seperti kamp-kamp pekerja yang kondisinya sangat memprihatinkan. Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi yang keras dengan waktu kerja yang panjang dan sedikit istirahat, seringkali tanpa perlindungan yang memadai.
Eksploitasi Pekerja
Eksploitasi pekerja migran di Dubai adalah masalah yang sangat serius. Banyak pekerja terjebak dalam sistem kontrak kerja yang tidak adil dan membatasi kebebasan mereka. Beberapa pekerja bahkan dipaksa untuk bekerja tanpa bayaran atau upah yang tertunda dalam waktu yang lama.
Pembangunan infrastruktur megah seperti Burj Khalifa dan proyek-proyek besar lainnya banyak mengandalkan tenaga kerja dari pekerja migran yang harus merelakan kesehatan dan keselamatan mereka demi memenuhi tenggat waktu yang ketat. Bahkan ada laporan yang mengungkapkan bahwa sejumlah pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja atau kondisi kerja yang berbahaya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Selain masalah pekerja, Dubai juga menghadapi berbagai pelanggaran hak asasi manusia. Sistem “kafala” yang diterapkan untuk pekerja migran membatasi kebebasan mereka untuk berpindah pekerjaan atau pulang ke negara asal tanpa izin dari majikan. Sistem ini membuat banyak pekerja terjebak dalam kontrak yang tidak menguntungkan.
Selain itu, kebebasan berekspresi di Dubai sangat dibatasi. Aktivitas politik yang dianggap bertentangan dengan pemerintah dapat mengarah pada penangkapan dan deportasi. Jurnalis dan aktivis yang berusaha mengungkapkan ketidakadilan sosial sering kali menghadapi ancaman atau bahkan dipenjara.
Fenomena Porta Potty Dubai
Fenomena “Porta Potty Dubai” mengacu pada rumor dan cerita yang beredar di internet mengenai fetish ekstrem yang dilakukan oleh segelintir individu di Dubai, termasuk koprofilia (fetish terhadap kotoran manusia) dan zoofilia (fetish terhadap hewan). Istilah ini muncul dalam konteks viralitas video atau klaim yang beredar di media sosial, yang memperlihatkan praktik seksual yang dianggap sangat tabu dan ilegal.
Praktik semacam ini sangat ilegal dan bertentangan dengan norma-norma sosial dan hukum di Dubai dan UEA pada umumnya. Sementara fenomena ini sempat menjadi viral di dunia maya, itu lebih sering dipandang sebagai bagian dari rumor atau cerita yang dibesar-besarkan, bukan suatu fenomena yang terjadi secara luas. Diskusi semacam ini biasanya berfokus pada tabunya topik tersebut dan bagaimana hal itu bertentangan dengan citra modern dan mewah yang dimiliki oleh Dubai.
Ketergantungan pada Energi Fosil
Meskipun Dubai dikenal dengan beberapa proyek energi terbarukan, kota ini tetap sangat bergantung pada energi fosil. Ketergantungan ini berdampak pada polusi udara yang cukup tinggi, yang mengancam kualitas hidup masyarakat dan lingkungan di sekitar Dubai. Sementara kota ini berusaha untuk mengurangi dampak lingkungan, perubahan tersebut masih belum cukup signifikan, mengingat pesatnya perkembangan kota dan industri.
Kebijakan Sosial yang Kontroversial
Dubai juga dikenal dengan kebijakan sosial yang kontroversial, termasuk pembatasan terhadap kebebasan perempuan. Meskipun ada beberapa kemajuan dalam beberapa tahun terakhir, perempuan di Dubai masih menghadapi diskriminasi dalam banyak aspek kehidupan, seperti pendidikan dan pekerjaan. Selain itu, peraturan moralitas yang ketat, seperti larangan minuman keras di tempat umum dan hukum yang menghukum perzinaan dan homoseksualitas, menambah ketegangan dalam kehidupan sosial kota ini.
Penutupan
Sisi gelap Dubai mungkin tidak terlihat jelas bagi wisatawan atau pengunjung bisnis, yang hanya melihat kemewahan dan glamornya. Namun, kenyataan di balik gemerlap tersebut jauh lebih rumit dan penuh tantangan. Ketimpangan sosial, eksploitasi pekerja, pelanggaran hak asasi manusia, ketergantungan pada energi fosil, dan kondisi buruk di tempat kerja adalah masalah yang harus dihadapi oleh banyak penduduk Dubai yang terpinggirkan. Oleh karena itu, penting untuk memahami kedua sisi kota ini, agar kita tidak hanya terpesona oleh kemewahannya tetapi juga menyadari tantangan besar yang dihadapi oleh sebagian besar penduduknya.
Sumber:
Cr. X & TikTok
