Seperti yang kita tahu bahwa kini memasuki masa akhir jabatan presiden beserta jajarannya. Yang artinya sistem pemerintahan hingga pendidikan akan mengalami perbaikan yang menimbulkan perubahan lagi dari sebelumnya. Yang sebenarnya juga belum benar-benar final.
Bapak Anindito Aditomo selaku kepala BSKAP Kemdikbudristek mengatakan bahwa kurikulum merdeka telah dirancang untuk jangka waktu yang lama dan kalau bisa sustainable. Namun tidak menutup kemungkinan akan adanya evaluasi, perbaikan dan perubahan dalam sistem kurikulumnya.
Kita tahu bersama, bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia telah melalui berbagai tahap perkembangan dan melakukan inovasi-inovasi terbaru untuk menjawab kebutuhan zaman. Namun, pernahkah kalian bertanya bagaimana sosok Ki Hajar Dewantara bisa menjadi ikon penting dalam sejarah pendidikan Tanah Air ini.
Siapa Ki Hajar Dewantara?
Sebenarnya dalam opini kali ini saya sedang tidak ingin menuliskan biografi Ki Hajar Dewantara, karena untuk informasi biografi beliau bisa dengan mudah kamu dapatkan di mana pun. Namun saya tetap harus menjelaskan secara singkat siapa sebenarnya Ki Hajar Dewantara ini.
Ki Hajar Dewantara merupakan menteri pendidikan pertama yang sekaligus pencetus konsep Taman Siswa yang hingga saat ini beliau mendapat gelar kehormatan, sebagai bapak pendidikan Indonesia. Peran beliau tidak perlu diragukan lagi. Pelopor Tut Wuri Handayani ini mencita-citakan pendidikan yang menghasilkan SDM yang berkarakter.
Lalu apa upaya Ki Hajar Dewantar?
Seperti yang saya jelaskan sebelumnya bahwa beliau adalah sang pelopor konsep “Taman Siswa”. Yaitu sebuah gerakan pendidikan yang menekankan pada kebebasan belajar dan pengembangan karakter. Artinya, sebelum ada kurikulum merdeka Ki Hajar Dewantara telah jauh merumuskan konsep kebebasan belajar dan pengembangan Karakter.
Meskipun, mungkin pada saat itu cakupan kebebasan yang dimaksud adalah kesetaraan hak setiap anak untuk belajar. Namun menurut saya, dengan berbekal konsep pendidikan ala Ki Hajar Dewantara saja, kita sudah bisa mengembangkan lebih luas tentang makna kebebasan belajar.
Misalnya seperti, kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir kritis untuk para siswa, kebebasan lainnya yang memerdekakan konsep belajar para siswa. Bukankah itu tujuan kurikulum merdeka?
Apa tantangan kita?
Konsep kedua yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara adalah pengembangan Karakter. Mengingat filosofi pendidikan ala Ki Hajar Dewantara adalah siswa yang berkarakter, justru inilah tantangan kita yang sebenarnya.
Konsep merdeka atau kebebasan belajar telah dan sedang kita upayakan. Namun kita masih jauh dari konsep pengembangan karakter bagi para siswa.
Berkarakter yang dimaksudkan adalah seorang pelajar yang tahu tujuan ia belajar, sehingga sekolah tidak hanya menjadi tempat transfer informasi saja. Apalagi di era digital seperti itu, informasi sangat mudah didapatkan. Jika sekolah hanya wadah formal transfer informasi, maka perlu dipertanyakan apa peran sekolah di era digital seperti saat ini?
Artinya, kita sudah saatnya melangkah pada konsep pengembangan karakter yang diwariskan oleh Ki Hajar Dewantara. Karena, saat ini kita semua tahu bahwa banyak para pelajar yang kehilangan identitasnya sebagai pelajar karena tidak dibentuknya karakter sebagai terpelajar.
Siapa Penerus Ki Hajar Dewantara?
Seiring perubahan zaman, muncul pertanyaan kritis: siapakah yang akan menjadi “Ki Hajar Dewantara” berikutnya? Sosok ini nantinya yang akan menjadi pemimpin dan mampu melanjutkan legacy Ki Hajar Dewantara dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif, progresif, dan berorientasi pada perkembangan karakter.
Tidak perlu melangkah jauh untuk ikut andil mengusulkan siapa yang akan menjadi menteri pendidikan, tetapi mulai dari diri sendiri untuk belajar menjadi terpelajar itu jauh lebih baik.
Misalnya seperti, menanamkan landasan filsafat dalam pendidikan. Jadi, sebuah proses belajar itu tidak serta merta hanya belajar saja, menerima informasi saja, atau memberi informasi saja. Jauh dari itu, para guru bisa menanamkan landasan filsafat dalam mendidik seorang siswa.
Ki Hajar Dewantara menekankan inklusivitas dalam pendidikan, memperjuangkan hak belajar bagi semua. Maka pewaris Ki Hajar Dewantara perlu terus mendorong akses pendidikan yang adil, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau budaya. Kesetaraan harus menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan pendidikan.
Selanjutnya, pewarisnya perlu memahami bahwa pendidikan bukan hanya soal akademis, tetapi juga pembangunan karakter dan kepemimpinan. Kepemimpinan moral dan etika menjadi pondasi utama dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bertanggung jawab sosial.
Yang terakhir, Ki Hajar Dewantara adalah sosok kreatif dan inovatif dalam menciptakan metode pembelajaran baru. Pewarisnya perlu menggali kreativitas dan inovasi untuk mengatasi tantangan zaman, menciptakan metode pembelajaran yang menarik, dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi dunia yang terus berubah.
Kesimpulan
Menciptakan perubahan dalam sistem pendidikan membutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat. Seorang calon pemimpin pendidikan perlu memiliki kemampuan diplomasi dan keterampilan kepemimpinan untuk mengoordinasikan upaya bersama demi kemajuan pendidikan nasional.
Dalam menghadapi era yang semakin kompleks, pendidikan membutuhkan pemimpin yang visioner, berkarakter, dan memiliki dedikasi tinggi terhadap perbaikan sistem pendidikan. Siapapun yang akan menjadi “Ki Hajar Dewantara” berikutnya perlu mengemban tugas mulia ini dengan penuh tanggung jawab.
Selain tanggung jawab, pewaris ini harus mengedepankan kepentingan generasi mendatang, dan membawa Indonesia ke puncak prestasi pendidikan. Mulai beranjak dari keributan administrasi yang ruwet, menjadi seorang yang memiliki misi menjadikan SDM kita menjadi terpelajar dan berkarakter.
Sekian opini tentang penerus Ki Hajar Dewantara dari saya, semoga kita semua bisa saling membantu dalam membangun negeri menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sampai jumpa di opini selanjutnya!
Sumber: