Stereotip Mahasiswa Jurusan Akuntansi dan Fakta di Baliknya

Luna Septalisa
ilustrasi stereotip mahasiswa jurusan akuntansi
ilustrasi stereotip mahasiswa jurusan akuntansi (Foto: Stanley Morales from pexels)

Jurusan kuliah itu ada banyak. Saking banyaknya, ada jurusan-jurusan yang jarang terdengar namanya sehingga tidak banyak orang yang mengenal. Tidak heran jika kemudian orang jadi salah sangka mengenai apa yang dipelajari dan prospek karir dari jurusan tersebut. Artikel ini akan membahas ‘Stereotip Mahasiswa Jurusan Akuntansi dan Fakta di Baliknya‘, yuk kita simak.

Jangankan jurusan yang jarang dikenal, jurusan-jurusan populer pun tidak lepas dari stereotip. Misalnya, stereotip pintar ngomong pada mahasiswa jurusan komunikasi, mahasiswa hukum yang disangka cuma menghafal pasal-pasal atau mahasiswa jurusan sastra Jepang yang sering dianggap wibu. 

Sebagai salah satu jurusan dengan banyak peminat dan passing grade yang tinggi, mahasiswa jurusan ini juga menghadapi beberapa stereotip yang kadang bikin ketawa kadang bikin kesal. Beberapa memang ada yang benarnya, tapi tidak sedikit juga yang tidak terbukti. Nah, buat kamu yang sekarang berstatus sebagai mahasiswa maupun sarjana jurusan akuntansi, mungkin kamu tidak asing dengan stereotip di bawah ini. 

 

1. Dicap ‘Halu’ Karena Kerjanya Menghitung Uang Fiktif

Sudah uangnya fiktif, banyak pula angka nol nya. Iya apa iya? 

Sebenarnya, soal uang fiktif ini tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah.

Apakah disebut fiktif karena kita tidak melihat dan menghitungnya secara fisik? Di perkuliahan mungkin iya, tapi ketika sudah di dunia kerja, tidak mesti demikian.

ilustrasi dicap halu karena menghitung uang fiktif (Foto: Karolina Grabowska from pexels)
ilustrasi dicap halu karena menghitung uang fiktif (Foto: Karolina Grabowska from pexels)

Coba bayangkan, para staf akuntansi atau keuangan yang bekerja di korporasi besar dengan aset mencapai ratusan miliar rupiah. Masa sih, dengan aset sebesar itu mereka benar-benar akan menghitung selembar demi selembar uang kas (sebagai salah satu komponen aset lancar) yang jumlahnya mencapai satu koma sekian miliar? Jumlah sebesar itu kalau disimpan dalam bentuk fisik justru lebih berisiko.

 

2. Kalau Sudah Lulus Kerjanya Jadi Teller Bank 

Mahasiswa jurusan akuntansi itu tidak hanya belajar menjurnal debet kredit dan membuat laporan keuangan. Lebih jauh, mereka dituntut untuk bisa berpikir secara sistematis, kritis dan analitis agar selain bisa menghitung juga bisa membuat keputusan keuangan yang baik bagi kelangsungan bisnis.

ilustrasi teller bank (Foto: Alkwarismi15 from pixabay)
ilustrasi teller bank (Foto: Alkwarismi15 from pixabay)

Dengan demikian, prospek kerja lulusan akuntansi itu luas, bukan hanya di perbankan atau secara spesifik jadi teller bank. Lulusan akuntansi bisa bekerja sebagai auditor, konsultan keuangan, pegawai pajak, pegawai perusahaan asuransi, pebisnis, dosen akuntansi dan sebagainya.

Bahkan, kalau kamu punya keahlian di bidang software developing, selain keahlian akuntansi dan statistik, kamu bisa jadi accounting software developer. 

 

3. Perhitungan dan Pintar Mengatur Keuangan

Buat kamu yang mengenyam pendidikan di jurusan akuntansi, kamu pasti paham rasanya ketika jumlah debet kredit tidak balance. Selisih satu rupiah pun bakal dicari sampai besok pagi. Nah, karena kebiasaan berhadapan dengan hitung-hitungan keuangan selama kuliah inilah banyak yang menganggap kalau hal itu ikut terbawa juga ke kehidupan sehari-hari. Padahal ya ada juga yang kalau habis jajan, uang kembaliannya tidak dihitung lagi. 

ilustrasi perhitungan dan pintar mengatur uang (Foto: fauxels from pexels)
ilustrasi perhitungan dan pintar mengatur uang (Foto: fauxels from pexels)

Saya juga kurang sepakat kalau anak akuntansi dianggap lebih pintar mengatur keuangan. Sebab, bapak saya yang juga alumni jurusan akuntansi ternyata kalah jago dari ibu soal perencanaan dan pengelolaan keuangan pribadi dan rumah tangga. 

Padahal ibu saya bukan lulusan jurusan akuntansi atau fakultas ekonomi dan bisnis. Bukan juga karena ibu saya perempuan. Karena kemampuan mengelola keuangan pribadi maupun rumah tangga tidak mengenal gender dan bisa dipelajari oleh siapapun. 

 

4. Kaku, Membosankan dan Hanya Bekerja di Balik Meja 

Pekerjaan yang banyak berurusan dengan angka, kalkulator, Microsoft Excel, software akuntansi, bukti transaksi dan data-data keuangan membuat orang akuntansi sering dicap kaku, membosankan dan hanya bekerja di balik meja. Seolah-olah menjalankan pekerjaan yang bersifat teknis membuat seseorang jadi lebih kaku dan membosankan dalam pergaulan. Padahal orang yang kaku dan membosankan tidak hanya ada di jurusan akuntansi. 

ilustrasi kerja di belakang layar (Foto: project RDNE production from pexels)
ilustrasi kerja di belakang layar (Foto: project RDNE production from pexels)

Bekerja di bidang akuntansi juga tidak sekadar duduk manis berjam-jam di balik meja, menghadap komputer, mengolah angka dan data. Kemampuan berkomunikasi dan bekerja sama dengan orang lain pun perlu dimiliki oleh mereka yang bekerja di bidang akuntansi. Apalagi kalau ia bekerja sebagai akuntan publik, auditor eksternal, konsultan atau perencana keuangan yang membuatnya harus berinteraksi dengan banyak orang. 

Begitulah stereotip yang sering saya dengar terkait mahasiswa atau lulusan jurusan akuntansi. Apakah kamu merasa relate dengan hal-hal di atas atau ada stereotip lain yang pernah kamu dengar? 

Meski kadang bikin tersenyum kecut, stereotip jurusan seperti ini lahir karena kurangnya pengetahuan. Yang jelas, hanya ulah satu atau beberapa orang, bukan berarti semua mahasiswa atau lulusan jurusan tersebut bisa digeneralisasi. So, apakah artikel ‘Stereotip Mahasiswa Jurusan Akuntansi dan Fakta di Baliknya’ related dengan pengalaman kalian?

 

Baca juga: 7 Tips Memilih Jurusan Kuliah Agar Tidak Salah dalam Menentukan Pilihan

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *