Kisah Roberto Baggio, Sang Fantasista yang Dicintai Masyarakat Italia

Roberto Baggio, adalah salah satu fantasista terbaik yang dimiliki timnas Italia. Nama ini bersanding dengan nama terkenal seperti Del Pierro, Totti hingga Andrea Pirlo. Namun tahukah kamu, pemain berbakat satu ini merupakan pemain sepak bola yang sangat dicintai oleh masyarakat Italia.

Izhar Arjuna
Roberto Baggio, Sang Fantasista yang Dicintai Masyarakat Italia (Foto: Instagram@Roberto_Baggio10
Roberto Baggio, Sang Fantasista yang Dicintai Masyarakat Italia (Foto: Instagram@Roberto_Baggio10

Roberto Baggio, adalah salah satu fantasista terbaik yang dimiliki timnas Italia. Nama ini bersanding dengan nama terkenal seperti Del Pierro, Totti hingga Andrea Pirlo. Namun tahukah kamu, pemain berbakat satu ini merupakan pemain sepak bola yang sangat dicintai oleh masyarakat Italia.  Sang Fantasista ini merupakan salah satu pemain Italia yang berhasil meraih penghargaan Ballon D’or 1993.

Pemain “ajaib” ini juga yang mengantarkan Gli Azzuri mencapai puncak piala dunia 1994 di Amerika Serikat. Kelak di partai puncak piala dunia 1994 itulah dirinya mendapat julukuan “The man who died standing

Lalu Siapakah Roberto Baggio? Dan Kenapa dirinya menjadi “the man who died standing”? Simak ulasan berikut!

“Maradona” dari Italia

Jika di medio 90-an Argentina punya pemain fenomenal seperti Diego Armando Maradona, maka Italia juga memiliki “Maradona” versinya sendiri. Dia adalah Roberto Baggio, pesepakbola kesayangan masyarakat Italia. Gelar “Maradona”nya Italia langsung disematkan oleh Arrigo Sacchi—pelatih Italia kala itu kepada Roberto Baggio. Hal ini tidak lepas dari kemampuan dan bakat sepakbola yang dimiliki fantasista kelahiran 18 Februari 1967 tersebut.

Maradona dari Italia
Roberto Baggio, “Maradona” dari Italia (Foto: Instagram@Roberto_Baggio10)

Memiliki ciri khas rambut yang dikuncir kuda, Baggio mendapat julukan The divine Ponytail. Julukan itulah yang melekat padapemain fantasista timnas Italia yang sangat berbakat tersebut. Fantasista merupakan sebutan kepada seorang pemain yang memiliki kemampuan individu luar biasa yang membuat penonton terpukau.

Dengan bakat yang luar biasanya, Roberto Baggio pernah meraih penghargaan FIFA Ballon D’or pada tahun 1993. Penghargaan itu diraihnya ketika membela tim asal Kota Turin, Juventus di tahun 1990-1995. Kendati memiliki bakat yang cukup mumpuni, sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan fisik yang mendukung. Roberto Baggio banyak diterpa  badai cedera.

Nyatanya bakat cemerlang “The Divine Ponytail” mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan cedera lutut. Cedera lutut menjadi salah satu faktor yang menghambat karier sempurna sang fantasista sebagai seorang pesepakbola berbakat. Cedera ini jugalah yang kelak membuatnya mengalami mimpi buruk yang menghantuinya sepanjang karier sepak bolanya.

 

Karier Selama di Klub

Cidera menjadi salah satu kawan setia yang menemani perjalanan karier Roberto Baggio. Memulai karier professional sepakbola dari klub asal kota kelahirannya, Caldogno. Sebagai pemain yang berbakat, Baggio menarik perhatian tim sekelas Fiorentina untuk merekrutnya.

Pada usia 16 tahun Roberto Baggio bergabung dengan AC Fiorentina dan menjadikannya pemain termuda yang bermain di Serie-A. Dengan bakat yang dimilikinya, Roberto Baggio sempat bermain untuk tim-tim besar, seperti Juventus, AC Milan hingga Inter Milan. Kendati pernah bermain di tim-tim besar, justru The Divine Ponytail menghabiskan karier sepakbolanya di tim semenjana yang berhasil dia selamatkan dari jurang degradasi, Brescia Calcio. Roberto Baggio memutuskan pensiun dari sepak bola pada usia 37 tahun usai memperkuat Brescia Calcio selama 4 musim.

Selama kariernya di level klub, Roberto Baggio total mencetak 277 goal dari 604 pertandingan yang dimainkannya. Gol terbanyak dicetak oleh “The Divine Ponytail”  ketika masih berseragam Juventus. Dirinya melesakkan 115 gol dari 200 pertandingannya bersama Si Nyonya Tua—julukan Juventus.

Karier Roberto Baggio di level Klub
Roberto Baggio melesakkan 115 gol dari 200 pertandingannya bersama Juventus. (Foto: Instagram@10.RobertoBaggio)

Namun dari semua tim yang pernah dibelanya, Brescia menjadi tim yang paling berkesan dalam hidupnya. Hal ini karena Brescia menjadi tim terakhir yang dibelanya sebelum memutuskan pensiun di tahun 2004.

Karier Sang Fantasista di Timnas

Karier Baggio di timnas pun tak kalah mentereng dengan penampilannya di klub. Selama berkarier di Timnas Italia, total Baggio berhasl tampil sebanyak 56 kali dan mencetak 27 gol bersama timnas Italia. Sepanjang kariernya membela tim nasional, Roberto Baggio mengikuti 3 edisi piala dunia di tahun 1990, 1994 dan 1998.

Dari ketiga edisi piala dunia yang diikutinya, gelaran piala dunia edisi tahun 1994 di Amerika Serikat menjadi puncak penampilan impresifnya. Namun penampilan impresifnya bersama timnas itu sekaligus menjadi mimpi buruk bagi sang pemain. Pasalnya “The Divine Ponytail” gagal menjalankan tugasnya sebagai eksekutor pinalti bagi Italia. Tendangannya penaltinya itu membuat Gli Azzuri gagal meraih juara kala itu. Kelak kegagalan pinalti itulah yang membuatnya dikenal sebagai “the man who died standing” oleh penduduk Italia.

Piala dunia 1998 menjadi kompetisi terakhir yang diikuti oleh Roberto Baggio membela timnas Italia. Pasalnya, setelah itu namanya tidak masuk lagi dalam daftar skuad timnas Italia dalam ajang internasional.

The Divine Ponytail memutuskan pensiun dari tim nasional setelah memainkan laga terakhirnya bersama timnas Italia pada 28 April 2004. Kala itu Timnas Italia memainkan pertandingan persahabatan melawan Spanyol pada laga persahabatan. Kemudian memutuskan untuk gantung sepatu dan berhenti merumput selama-lamanya.

Karier Roberto Baggio di Timnas
The Divine Ponytail memutuskan pensiun dari tim nasional pada 28 April 2004. (Foto: Instagram@10.robertobaggio)

The Man Who Died Standing” yang dicintai Rakyat Italia

“Socrates died poisoning, Nietszche died hallucinating and Baggio died standing.” 
Roberto Baggio, “The Man Who Died Standing”
Roberto Baggio, “The Man Who Died Standing” yang dicintai Rakyat Italia. Foto: Instagram@Roberto_Baggio10
 

Begitulah adagium terkenal  yg merujuk pada respon sang Fantasista, ketika gagal mengeksekusi tendangan pinalti pada Piala Dunia tahun 1994.

Padahal di ajang tersebut dirinya tampil sangat cemerlang dengan mengantarkan Italia melaju hingga babak final untuk menghadapi Brazil. Namun, di partai puncak justru dirinya melakukan kesalahan fatal dengan gagal mencetak tendangan dalam adu pinalti melawan Brasil. Tendangannya melayang jauh di atas gawang yang dijaga Claudio Tafarel.

Pada saat gagal mengeksekusi pinalti tersebut The Divine Ponytail terdiam mematung beberapa saat dalam keadaan berdiri selayaknya orang yang sedang mati. Pose memtung itulah yang membuatnya dikenal sebagai “the man who died standing.” Kegagalan di ajang tersebut membuat mental sang fantasista terguncang.

Kegagalan nya tidak lepas dari ulah cidera lutut yang dialaminya. Akibat cidera berkepanjangan, kariernya perlahan meredup baik di level klub maupun timnas. Usai kegagalan tersebut dia berpindah dari Juventus ke Ac Milan, lalu ke Bologna sebelum akhirnya ke Brescia. Namun, cidera tidak serta-merta menurunkan semangatnya dalam bermain sepak bola. Meskipun diterpa badai cidera lutut berkali-kali,  Roberto Baggio terus berusaha menampilkan skil terbaiknya. Terbukti selama bermain di Brescia Roberto Baggio tampil kembali pada performa terbaiknya.

Berkat kerja keras dan performa apiknya, supporter Brescia pun sangat mencintai sosoknya. Bahkan saat dirinya pensiun nomor punggung miliknya, yakni nomor 10 dipensiunkan sebagai bentuk penghormatan klub kepadanya. Dirinya tak hanya dicintai di level klub, tapidi level timnas pun rakyat italia mencintai sang fantasista.

Hal ini dibuktikan dengan sebuah polling internet yang dilakukan pada 2001 tentang pemain yang paling dicintai masyarakat Italia. Hasilnya  bahwasanya pemain dengan status paling dicintai masyarakat Italia jatuh ke tangan Roberto Baggio. Selain itu, dirinya juga meraih Pengahrgaan ‘Most Loved Player’ di Italian Football Oscars 2002. Dua penghargaan tersebut seolah menegaskan status sang fantasista sebagai pemain paling dicintai oleh masyarakat Italia.

Itulah kisah the man who died standing yang dicintai masyarakat Italia, Sang Fantasista berbakat, Roberto Baggio. Kendati gagal mengantarkan Italia menjadi juara dunia, dirinya mampu mendapatkan cinta dari masyarakat Italia. Hal ini tidak lepas dari  dedikasi, cita-cita, bakat serta perjuangannya membela negeri pisa.  Kisah perjuangan sang Fantasista dapat juga diikuti lewat film documenter yang berjudul The Divine Ponytail yang dirilis tahun 2021 silam.

Referensi: https://www.antaranews.com/berita/354810/baggio-mundur-dari-figc

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *