Aku Menulis Maka Aku Eksis, Tanpa Tulisan Aku Terlupakan!

“Aku Menulis Maka Aku Ada!” Begitulah kutipan menarik dari Penulis sekaligus Pelawak Indonesia, Kang Maman Suherman.

Izhar Arjuna
Plato
Plato, Nietzsche, Socrates, Marcus Aurelius, tidak akan eksis jika mereka tidak menulis. (Foto: Instagram Quote_Nietszche ; @Socratesphilosopher; @Astoicsfeed(Aurelius); @Platoquote) Edited by: Izhar Arjuna

“Aku Menulis Maka Aku Ada!” Begitulah kutipan menarik dari Penulis sekaligus Pelawak Indonesia, Kang Maman Suherman. Kutipan tersebut merupakan pelesetan dari adagium terkenal Cogito Ergo Sum—saya berpikir maka saya ada, yang dipopulerkan oleh Rene Descartes. Namun apakah benar menulis itu akan membuatmu menjadi ada? Kalau begitu kenapa orang enggan untuk menulis?

Tulisan ini akan mencoba menunjukkan bahwa menulis itu akan menunjukkan eksistensi diri dan menjelaskan apa saja hambatan dalam menulis.

Tak lupa juga dalam tulisan ini akan menyajikan cara meningkatkan kemampuan tulis-menulismu.

Tak perlu berlama-lama langsung saja check this out!

Apa itu Menulis?

Menurut Muhammad Yunus, menulis merupakan sebuah kegiatan komunikasi yang medianya berupa tulisan. Tulisan yang dimaksud dapat berbentuk huruf, simbol, kata, atau kalimat yang disusun sedemikian rupa hingga memuat sebuah informasi.

Menulis, Metode Komunikasi level tinggi. (Foto: Unsplash @lilartsy)

Menulis adalah salah satu metode dalam berkomunikasi. Hanya saja dalam praktiknya, metode ini sangat jarang sekali digunakan. Hal ini dirasa cukup wajar, mengingat kegiatan menulis merupakan tingkatan tertinggi dari komunikasi.

Sebagai tingkatan tertinggi dari komunikasi tentu saja ada banyak hambatan-hambatan yang muncul ketika hendak menulis. Biasanya hambatan tersebut membuat seseorang mengurungkan niat untuk memulai mengerjakan tulisannya.

Lalu apa kira-kira bentuk hambatan tersebut?

Apa saja hambatannya?

Setidaknya ada 2 hal yang seringkali menghambat seseorang  saat akan menulis, yaitu:

Pertama, Takut untuk memulai.

Ketakutan dalam menulis sudah pasti dirasakan oleh setiap orang. Ketakutan tersebut biasanya didasari takut tulisan yang dihasilkan kurang baik. Padahal dalam segala hal, untuk mencapai kesempurnaan maka harus melalui ketidaksempurnaan terlebih dahulu.

Ketakutan lain untuk mulai menulis adalah, takut mendapatkan kritikan orang lain. Biasanya orang yang hendak menulis sudah memiliki ketakutan tersendiri jika tulisannya mendapatkan kritikan. Kritikan merupakan hal normal dalam dunia kepenulisan. Ada banyak sekali penulis-penulis besar yang saling melemparkan kritikan atas tulisan orang lain. Contohnya bagaimana Imam al-Ghazali dan Ibnu Rusyd yang saling mengkritisi tulisan satu sama lain.

Lagipula bukankah ketika sebuah tulisan mendapatkan kritikan tandanya tulisan tersebut sudah dibaca dengan baik?

Kedua, Tidak Tahu kapan harus memulai.

Hal lain yang menghambat seseorang untuk mulai menuangkan ide dalam bentuk tulisan adalah tidak tahu harus memulainya dari mana.

Ingat film Spongebob yang salah satu episodenya menceritakan tugas sekolah yang diberikan kepadanya? Dalam episode itu, Spongebob mendapatkan tugas dari Mrs. Puff membuat tulisan yang memuat 500-700 kata. Awalnya Spongebob sangat excited dalam mengerjakannya. Namun, setelah lama mengerjakan, ternyata dirinya hanya stuck di kata pertama. Saat itu dirinya hanya menuliskan kata “The” yang bahkan dalam Bahasa Indonesia kata tersebut tidak ada maknanya jika berdiri sendiri.

Spongebob The
Ketika Spongebob hanya mampu menulis kata “The” (Foto: YouTube Spongebob Squarepants Official)

Namun di akhir episode, Spongebob akhirnya dapat menyelesaikan artikel dengan cepat setelah tahu apa yang hendak dia tuliskan. Bahkan Spongebob tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan tugas artikel tersebut.

Dari episode tersebut, Stephen Hillenburg mencoba menjelaskan seperti itulah gambaran ketika tidak tahu kapan seseorang harus memulai tulisannya. Dia akan kebingungan sebagaimana yang dialami Spongebob.

Namun ketika dia tahu apa yang hendak dia tulis, niscaya tulisan tersebut akan selesai secepat kilat!

Lalu kapan kah harus memulainya? Maka jawabannya mulailah sekarang, tanpa perlu bertanya!

Meningkatkan kemampuan menulis

Ada beberapa tips yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis. Setidaknya ada beberapa langkah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan tersebut menurut website perpustakaan UMY, yaitu:

  1. Memperbanyak diri membaca tulisan

Membaca dan menulis merupakan suatu kegiatan yang saling berikatan. Kegiatan ini harus berjalan beriringan tanpa terpisah. Seperti kata kang Maman “menulis” adalah kegiatan membaca yang dilakukan berulang-ulang.

Jadi dengan memperbanyak bacaan sama saja seperti memproduksi tulisan sebanyak-banyaknya.

Bacalah, lalu tulislah!

Membaca
Menulis artinya membaca berulang-ulang (Foto: Unsplash @Michał Parzuchowski)
  1. Mencatat segala ide yang muncul

Seperti di film kartun zaman dahulu, ide biasanya muncul tiba-tiba dalam wujud lampu dari atas kepala. Lantas apa yang dilakukan karakter kartun tersebut? Yaps mereka langsung mengambil lampu tersebut!

Mungkin itu menggambarkan bagaimana seharusnya merespon ide yang muncul dalam kepala, yaitu segera menangkapnya!

Catat ide yang muncul
Mencatat ide yang muncul adalah cara meningkatkan kemampuan menulis!

Begitu pula dalam menulis, ketika merasa ada ide menarik yang hendak diangkat, maka segera catat ide itu. Catatlah walau di selembar tisu, di catatan handphone atau di pesan WhatsApp. Apapun itu tuliskanlah!

Seperti kata Wiji Tukul dalam potongan puisinya yang berjudul “Penyair”

Jika tidak ada mesin ketik/aku akan menulis dengan tangan/jika tak ada tinta hitam/aku akan menulis dengan arang/jika tak ada kertas aku akan menulis di dinding….

Oleh karena itu, tulislah idemu, di mana pun dan dengan apa pun!

  1. Mendawamkan rutin mencatat setiap hari

Mendawamkan mencatat setiap hari menjadi salah satu cara meningkatkan kemampuan tulis-menulis. Rutin mencatat setiap hari sama seperti sebuah pisau yang diasah terus menerus. Hal tersebut akan membuatnya makin tajam. Tuliskan apa saja yang hendak dituliskan. Bisa berupa sajak 4 baris, puisi, sebuah refleksi diri atau hanya sekedar tulisan keresahan dalam satu hari. Tulislah sedikit demi sedikit, lama-lama itu akan meningkatkan kemampuan menulismu!

  1. Belajar membuat rangkuman.

Membuat rangkuman
Membuat rangkuman menjadi salah satu upaya meningkatkan skill menulis. (Foto: Unsplash @AaronBurden)

Salah satu metode untuk meningkatkan kemampuan menulis adalah dengan membuat rangkuman. Membuat rangkuman berarti mengambil intisari dari bacaan yang telah selesai dibaca. Tujuannya adalah menemukan inti dari sebuah bacaaan dan kemudian menyusun dengan kalimat sendiri. Cara ini tergolong efektif untuk meningkatkan kemampuan menciptakan tulisan yang baik. Karena ketika membuat rangkuman, seseorang cenderung akan menggunakan gaya bahasa pribadi miliknya.

 

Aku menulis, maka aku Eksis, Tanpa tulisan aku terlupakan!

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian” begitulah sepenggal kutipan yang diucapkan Pramoedya Ananta Toer, Penulis Novel Bumi Manusia. Kalimat tersebut seperti ada benarnya, mengingat banyak sekali orang-orang yang tetap abadi dengan tulisannya. Sebut saja penulis-penulis besar seperti Marah Rusli, Muhammad Hatta, bahkan Tan Malaka adalah orang-orang yang meninggalkan tulisannya. Meskipun sudah wafat, mereka abadi dengan tulisannya. Bukan hanya yang sudah wafat, bahkan yang masih hidup dapat mempertahankan eksistensinya dengan menghasilkan tulisan. Dari Indonesia misalnya, penulis macam Raditya Dika, Tere Liye, dan nama besar lain adalah penulis bisa eksis melalui tulisan.

Kemudian di mancanegara kita mengenal J.K Rowling dengan Harry Potternya, Dan Brown dengan kisah Professor Langdonnya. Ada juga nama-nama seperti Haruki Murakami, Shoji Shimada, hingga Robert T. Kiyosaki dengan konsep ekonominya.

Semua nama-nama tersebut dapat menjadi eksis karena mereka telah menghasilkan karya berupa tulisan. Ingatlah “Menulis membuat seseorang menjadi eksis!

Bukan hanya menjadi eksis, kegiatan ini membuatmu tak akan terlupakan oleh zaman. Mungkin saja kita tidak akan mengenal siapa Socrates seandainya Plato tidak menuliskan kisahnya. Bagaimana kita tahu siapa Nietzsche dan cara berpikirnya kalau dia tidak mencatatkannya pada sebuah buku harian. Pun bisa saja aliran stoikisme tak pernah ada seandainya tidak dicatat oleh Marcus Aurelius karena sibuk mengatur kerajaannya.

Plato
Nietzsche, Socrates, Marcus Aurelius, Plato tidak akan eksis jika mereka tidak menulis. (Foto: Instagram Quote_Nietszche ; @Socratesphilosopher; @Astoicsfeed(Aurelius); @Platoquote) Edited by: Izhar Arjuna

Semua tokoh-tokoh di atas merupakan tokoh-tokoh yang tidak pernah terlupakan oleh zaman karena meninggalkan karya berupa tulisan.

Mereka memang tidak abadi, tapi karya mereka yang berjuang melawan zaman yang terus bergerak maju.

Seperti kata pepatah lama, “harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama.

Bukan hanya nama, manusia mati pun harusnya meninggalkan tulisan!

Menulislah! Dengan tulisan, dirimu akan terus dikenang.

Sekian opini dari saya, semoga bermanfaat!

Sampai bertemu di artikel selanjutnya!

Sumber Artikel: Trismanto, “Keterampilan Menulis dan Permasalahannya” dalam Jurnal Bangun Rekaprima Vol. 3 April 2017;

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *