Opini  

Ada Apa dengan Meta: Fakta dibalik Pembatasan Konten Pro-Palestina di Medsos

Kecaman organisasi HAM dunia dan janji Meta yang diingkari

Ressy Octaviani
Pile of 3D Popular Social Media Logos (foto: freepik.com)
Pile of 3D Popular Social Media Logos (foto: freepik.com)

Ada Apa dengan Meta – Tiga bulan berlalu sejak konflik kemanusiaan di Palestina dimulai pada 07 Oktober 2023 lalu. Namun belum ada titik temu antara kedua belah pihak untuk mendeklarasikan perdamaian. Hingga saat ini masih banyak korban berjatuhan, terutama dari warga sipil Palestina. Terhitung dalam update yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan Gaza pada minggu (07/01/2024) jumlah tewas telah mencapai angka 22.722 dan luka 58.166 orang, dimana dalam jumlah tersebut menunjukkan bahwa angka 10.000 adalah anak-anak.

Sampai saat ini dukungan demi dukungan masih terus mengalir untuk Palestina, terutama di dunia maya. Namun ada beberapa keluhan dari pengguna media sosial yang mengunggah postingan yang mengandung konten dukungan terhadap Palestina. Dimana mereka mengalami Shadow Banned (Pembatasan distribusi dan visibilitas konten) karena telah membagikan postingan tersebut.

Mengapa bisa seperti itu? Ada apa dibalik semua pembatasan konten-konten Pro-Palestina di medsos?  Dalam artikel ini penulis akan mencoba menjabarkan beberapa hal terkait dengan masalah tersebut.

Kontroversi

Baru-baru ini beredar sebuah informasi di media berita online. Bahwa Organisasi Hak Asasi Manusia (HAM) dunia, Human Rights Watch (HRW) menduga salah satu perusahaan platform media sosial terbesar di dunia dengan jutaan pengguna aktif bernama Meta Platform, Inc. Induk perusahaan yang menaungi Instagram, Facebook, Whatsapp dan lain-lain itu dengan sengaja membatasi konten-konten Pro-Palestina di sejumlah platform miliknya.

HRW menilai, tindakan Meta merupakan sensor daring sistemik. Mereka mengungkapkan terdapat lebih dari 1.050 konten, termasuk di dalamnya soal pelanggaran HAM di Gaza dihapus Meta dari instagram dan facebook di 60 Negara sekaligus. 

HRW mengidentifikasi konten yang dibatasi dan dihapus tersebut berupa :

  1. Postingan, cerita, dan komentar
  2. Penangguhan atau penonaktifan akun secara permanen
  3. Pembatasan aktivitas akun sementara
  4. Tidak dapat mengikuti atau menandai akun lain,
  5. Adanya pembatasan fitur (tidak dapat melakukan live), serta
  6. Shadow banning (penurunan visibilitas atau jangkauan yang bisa melihat postingan dan cerita kita menjadi terbatas orang).

Fakta dibalik masalah ini adalah terletak pada peran perusahaan. Meskipun Meta telah mengklaim bahwa kebijakan mereka tidak memihak politik manapun. Namun, tetap saja ada banyak pihak yang berasumsi bahwa alasan utamanya adalah tekanan politik dari pihak-pihak tertentu yang ingin mempengaruhi narasi seputar konflik tersebut.

Isu yang Sensitif

Membahas hal-hal yang menyangkut dengan pembatasan konten Pro-Palestina adalah isu yang sangat sensitif. Hal ini dikarenakan konflik antara Israel dan Palestina merupakan isu global yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Dalam hal ini, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pandangan terhadap pembatasan konten Pro-Palestina dan dianggap sebagai konten yang sangat sensitif, berikut penjelasannya :

Baca juga: Brand Fashion Zara Sindir Genosida Palestina?

Pertama

ada perbedaan pandangan yang sangat kuat antara pendukung Israel dan pendukung Palestina. Masing-masing pihak memiliki keyakinan dan pandangan politik yang berbeda terkait konflik tersebut. Pembatasan konten dukungan kepada Palestina bisa dianggap oleh pihak yang mendukung Israel sebagai propaganda atau penyebaran informasi yang tidak akurat. Sebaliknya, bagi pihak yang mendukung Palestina, pembatasan konten ini dianggap sebagai upaya untuk menyensor suara-suara kritis terhadap Israel dan mencoba menutupi kebenaran yang ada.

Kedua

ada juga faktor politik yang mempengaruhi pandangan terhadap pembatasan konten. Beberapa negara atau lembaga internasional memiliki kebijakan atau kepentingan politik tertentu terkait konflik tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi bagaimana pembatasan konten dilihat dan dipersepsikan di mata masyarakat internasional.

Ketiga

ada juga peran teknologi dan platform media sosial yang menjadi faktor penting dalam isu ini. Platform-platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan lain-lain memiliki kebijakan dan aturan sendiri terkait konten yang diperbolehkan atau tidak. Ketika konten Pro-Palestina dibatasi atau dihapus, hal ini dapat memicu protes dari para pengguna medsos yang menganggap ini sebagai pelanggaran dalam kebebasan berbicara dan berekspresi.

Peran Meta

Tentu kita mengetahui bahwa Meta memiliki kebijakan komunitas yang sangat ketat dalam mengatur konten yang diperbolehkan dan yang dilarang di platform mereka. Meta menyatakan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga keamanan dan keberagaman pengguna serta mencegah penyebaran konten yang melanggar hukum atau berpotensi berbahaya. 

Namun, HRW menilai bahwa penerapan kebijakan Meta tidak konsisten dan tidak jelas, khususnya pada pengecualian untuk konten yang layak diberitakan menurut mereka sendiri, dimana terdapat kelonggaran terhadap konten-konten yang melanggar, tetapi memiliki nilai berita yang tinggi sehingga tetap boleh muncul dalam platform, dengan menghapus puluhan konten yang mendokumentasikan cedera dan kematian warga Palestina yang memiliki nilai berita yang sangat penting namun dinilai tidak menguntungkan bagi mereka.

Meta diduga menggunakan kebijakan “organisasi dan individu berbahaya” atau DOI secara menyeluruh untuk membatasi topik seputar konflik, terutama pada konten Pro-Palestina dan ini telah terjadi selama bertahun-tahun. Seperti yang telah disampaikan oleh HRW di dalam laporannya, Meta pernah meminta maaf dan berjanji untuk mengatasi permasalahan itu pada tahun 2022, namun dua tahun sudah berlalu dan Meta tidak memenuhi janjinya tersebut, perusahaan itu gagal memenuhi tanggung jawab untuk mematuhi hak asasi manusia dengan membawa peran sebagai perusahaan media sosial terbesar di dunia yang sangat berpengaruh.

Alasan-alasan Meta

Ada dua alasan yang diungkap Meta menjadi penyebab utama mereka membatasi konten Pro-Palestina di platform miliknya, antara lain:

Pembatasan Konten

didasarkan pada kebijakan internal mereka yang melarang promosi kekerasan, kebencian, dan penghasutan. Mereka mengklaim bahwa konten-konten tersebut tentu melanggar ketentuan ini dan dapat memicu konflik antara komunitas yang berbeda.

Kerangka Hukum

Meta juga mengacu pada kerangka hukum yang berlaku di beberapa negara. Mereka mengklaim bahwa ada undang-undang yang mengatur konten terkait konflik Israel-Palestina, dan mereka harus mematuhi aturan tersebut. Demi menjaga keberlanjutan bisnis dan menghindari sanksi hukum, Meta mengambil langkah-langkah untuk membatasi konten yang dikategorikan sebagai dukungan terhadap Palestina.

Namun, beberapa pihak skeptis terhadap alasan yang dikemukakan oleh Meta. Mereka berpendapat bahwa pembatasan konten Pro-Palestina ini mencerminkan bias politik dan preferensi perusahaan terhadap pihak tertentu dalam konflik tersebut. HRW menganggap bahwa Meta seharusnya menjadi platform yang netral. Di mana berbagai sudut pandang dapat diungkapkan tanpa ada kesan diskriminasi terhadap kedua kubu.

Dampak

Pembatasan konten Pro-Palestina telah menjadi topik dan isu yang sangat kontroversial. Sehingga menimbulkan dampak yang sangat berpengaruh terhadap kebebasan berbicara dari perspektif yang mewakili. Dalam konteks konflik Israel-Palestina, banyak orang dari seluruh dunia memiliki pandangan yang berbeda-beda. Maka dari itu, sangat penting untuk memfasilitasi pandangan tersebut agar tidak terjadi kesalahpahaman.

Ketika perusahaan platform media sosial seperti Meta membatasi konten yang mendukung Palestina. Dalam hal ini, banyak pihak yang merasa bahwa tindakan ini merupakan pembatasan terhadap hak mereka untuk menyuarakan dukungan terhadap Palestina dan keadilan di wilayah tersebut.

Pembatasan ini juga dapat menciptakan ketimpangan informasi yang signifikan. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi dan pemahaman publik tentang konflik, serta menghambat upaya untuk tercapainya perdamaian dan keadilan yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Setelah melihat fakta-fakta yang ada, kita dapat menyimpulkan. Bahwa transparansi dan keadilan adalah kunci utama untuk mengatasi masalah ini. Ketika perusahaan platform media sosial memiliki kontrol penuh atas apa yang dapat dilihat dan didengar oleh pengguna. Penting bagi mereka untuk beroperasi dengan prinsip transparansi. Pengguna memiliki hak untuk mengetahui algoritma dan kebijakan yang digunakan. 

Selanjutnya, keterbukaan ini akan membangun kepercayaan dan memastikan bahwa keputusan pembatasan konten didasarkan pada prinsip keadilan.

Selain itu, keadilan juga harus menjadi faktor penting dalam pembatasan konten. Tidak ada ruang untuk diskriminasi atau penindasan terhadap suara-suara yang mendukung Palestina. Memang sudah seharusnya, semua pihak yang terlibat harus menjaga integritas dan memastikan bahwa keputusan mereka tidak didasarkan pada kepentingan tertentu. Demi mendukung hak asasi manusia bagi semua orang, dan terwujudnya perdamaian di seluruh dunia.

Referensi :

https://20.detik.com/detikupdate/20240107-240107086/update-korban-di-gaza-22-722-orang-tewas-58-166-luka-luka

https://internasional.republika.co.id/berita/s60mg4423/hrw-meta-sensor-konten-propalestina-di-instagram-dan-facebook

https://www.hrw.org/report/2023/12/21/metas-broken-promises/systemic-censorship-palestine-content-instagram-and

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *