Fatherless dan Pentingnya Peran Ayah dalam Perkembangan Anak

Elsa Silalahi
Father and Daughter

Fenomena “Fatherless” ketidakadaan figur ayah dalam kehidupan seorang anak semakin menjadi perhatian di berbagai belahan dunia. Fenomena ini sering dikaitkan dengan berbagai dampak negatif terhadap perkembangan psikologis dan sosial anak. Selain itu, perdebatan mengenai “bare minimum sebagai ayah” juga semakin ramai, yang merujuk pada standar minimal yang sering kali diambil oleh beberapa ayah dalam menjalankan peran mereka. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai kedua topik tersebut dan menjelaskan pentingnya peran ayah bagi perkembangan anak.

1. Memahami Fenomena Fatherless

Fenomena fatherless terjadi ketika seorang anak tumbuh tanpa kehadiran atau keterlibatan seorang ayah dalam kehidupannya. Ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti perceraian, kematian, pekerjaan yang mengharuskan ayah berada jauh dari rumah, atau bahkan ketidakmauan ayah untuk terlibat dalam pengasuhan anak. Di Indonesia sendiri, data menunjukkan bahwa jumlah anak yang tumbuh tanpa figur ayah terus meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 15% anak di Indonesia hidup dalam keluarga yang tidak utuh, dengan peran ayah yang tidak hadir secara fisik maupun emosional.

Menurut sebuah artikel dari KOMPAS, anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah cenderung mengalami berbagai masalah, termasuk kecenderungan untuk mengalami gangguan mental dan emosional. Ketidakhadiran ayah bisa menyebabkan perasaan ketidakamanan dan ketidakstabilan yang berdampak pada perkembangan sosial dan emosional mereka. Sebuah artikel dari The Jakarta Post mengungkapkan bahwa ketiadaan figur ayah dapat meningkatkan risiko kenakalan remaja, kecanduan narkoba, dan masalah kriminal lainnya. Peran ayah dalam menyediakan struktur dan disiplin sangat penting dalam membantu anak-anak mengembangkan batasan perilaku yang sehat.
Beberapa dampak dari ketidakadaan figur ayah antara lain:

  • Kesejahteraan Emosional:

    Anak-anak yang tumbuh tanpa figur ayah cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah emosional seperti depresi, kecemasan, dan rasa tidak aman. Mereka juga cenderung memiliki kepercayaan diri yang rendah.
  • Prestasi Akademis:

    Studi menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga fatherless sering kali mengalami kesulitan dalam bidang akademis. Hal ini dapat dihubungkan dengan kurangnya dukungan emosional dan motivasi dari figur ayah.
  • Perilaku Sosial:

    Anak tanpa figur ayah lebih rentan terhadap masalah perilaku seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku agresif. Kehadiran ayah ternyata berperan dalam menanamkan disiplin dan batasan perilaku yang sehat.
  • Hubungan Interpersonal:

    Mereka mungkin kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat di masa depan, baik dengan teman sebaya maupun dalam hubungan romantis. Kurangnya contoh dari hubungan ayah-anak yang sehat dapat mempengaruhi bagaimana mereka membangun hubungan dengan orang lain.

Sebuah artikel di The Conversation menyebutkan bahwa salah satu alasan mengapa banyak anak tumbuh dalam situasi fatherless adalah karena norma sosial yang masih menempatkan ibu sebagai pengasuh utama, sementara ayah lebih sering dianggap sebagai pencari nafkah . Hal ini menyebabkan kurangnya partisipasi ayah dalam pengasuhan sehari-hari dan interaksi langsung dengan anak.

2. Bare Minimum sebagai Ayah: Melampaui Standar Minimal

Konsep “bare minimum” dalam konteks peran ayah merujuk pada keterlibatan ayah yang sebatas pada kebutuhan dasar anak, seperti memberikan nafkah finansial tanpa adanya interaksi emosional atau dukungan psikologis yang memadai. Banyak ayah yang merasa bahwa memenuhi kebutuhan materi saja sudah cukup untuk memenuhi peran mereka sebagai orang tua. Namun, pandangan ini semakin dipertanyakan seiring dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya peran emosional dan keterlibatan aktif seorang ayah dalam pengasuhan anak. Fenomena ini sering kali membuat kita takjub dan merasa senang ketika melihat seorang ayah yang benar-benar menunjukkan kasih sayang dan perhatian kepada anak-anak mereka, walaupun kita menyadari bahwa tindakan tersebut seharusnya menjadi hal yang biasa dan diharapkan dari setiap ayah.

Artikel di KOMPAS menguraikan bahwa banyak ayah merasa sudah memenuhi perannya dengan memberikan dukungan finansial. Sayangnya, dukungan dalam bentuk materi saja tidak cukup. Banyak penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan emosional dan interaksi langsung dengan anak jauh lebih berdampak pada perkembangan mereka.The Conversation juga menyebutkan bahwa banyak ayah masih memilih untuk “absen” dalam aspek perkembangan anak mereka karena merasa sudah memberikan dukungan dalam bentuk materi . Padahal, peran ayah dalam pengasuhan dan interaksi sehari-hari sangat penting dalam membantu anak-anak tumbuh menjadi individu yang seimbang dan percaya diri. Beberapa tantangan yang menyebabkan beberapa ayah hanya memenuhi peran “bare minimum” antara lain:

  • Tuntutan Pekerjaan:

    Banyak ayah yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga, sehingga waktu untuk berinteraksi dengan anak menjadi terbatas. Artikel dari Tribun News menyoroti bagaimana jadwal kerja yang padat sering kali menjadi alasan utama ayah kurang terlibat dalam kehidupan anak.
  • Norma Sosial Tradisional:

    Di banyak masyarakat, peran ayah sering kali dianggap sebagai pencari nafkah utama, sementara pengasuhan anak lebih diidentikkan dengan peran ibu. Pandangan ini dapat menghambat ayah untuk terlibat secara emosional dalam kehidupan anak. Sebuah artikel dari Detik menunjukkan bagaimana stereotip ini dapat menghalangi perkembangan hubungan ayah-anak yang lebih intim.
  • Kurangnya Pemahaman:

    Beberapa ayah mungkin tidak menyadari pentingnya keterlibatan mereka dalam aspek non-material seperti dukungan emosional dan pengasuhan langsung. Sebuah artikel di Liputan6 menyebutkan bahwa edukasi mengenai peran ayah yang lebih holistik perlu ditingkatkan untuk mengubah persepsi ini.
  • Ketidakmampuan Emosional:

    Sebagian ayah mungkin merasa tidak nyaman atau tidak terampil dalam mengekspresikan emosi dan berinteraksi dengan anak secara intim. Menurut CNN Indonesia, banyak pria merasa tidak siap untuk terlibat dalam pengasuhan emosional karena kurangnya contoh dari generasi sebelumnya.

Melihat seorang ayah yang secara aktif terlibat dalam kehidupan anaknya adalah sesuatu yang seharusnya kita lihat sebagai hal yang normal dan diharapkan, bukan sebagai pengecualian . Sayangnya, karena banyak ayah yang hanya memenuhi “bare minimum”, ketika kita melihat ayah yang benar-benar peduli dan terlibat, hal itu menjadi sesuatu yang mengejutkan dan menyenangkan.

3. Pentingnya Peran Ayah dalam Perkembangan Anak

Peran ayah dalam perkembangan anak tidak bisa dianggap remeh. Penelitian menunjukkan bahwa ayah yang terlibat secara aktif dalam kehidupan anak dapat memberikan berbagai manfaat positif, antara lain:
Perkembangan Emosional yang Sehat: Ayah yang terlibat dapat membantu anak-anak mengembangkan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Kehadiran mereka memberikan rasa aman dan dukungan emosional yang penting bagi anak-anak. Merdeka.com menekankan bahwa anak-anak yang merasa didukung oleh ayah mereka cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dan kemampuan untuk mengelola stres dengan lebih baik.

  • Peningkatan Prestasi Akademis:

    Anak-anak yang memiliki hubungan positif dengan ayah cenderung memiliki prestasi akademis yang lebih baik. Kehadiran ayah yang mendukung dapat meningkatkan motivasi dan rasa percaya diri anak dalam belajar . Artikel dari The Jakarta Post menunjukkan bahwa dukungan ayah dalam hal pendidikan dapat meningkatkan prestasi akademik dan mengurangi risiko putus sekolah.
  • Pengembangan Keterampilan Sosial:

    Ayah yang terlibat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan sosial yang baik. Mereka belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain, mengelola konflik, dan membangun hubungan yang sehat. Republika mencatat bahwa anak-anak dengan ayah yang terlibat secara aktif cenderung lebih mudah beradaptasi dalam lingkungan sosial dan memiliki empati yang lebih tinggi.
  • Model Peran Positif:

    Ayah yang terlibat secara positif dalam kehidupan anak memberikan contoh yang baik tentang bagaimana menjadi individu yang bertanggung jawab, empati, dan berkomitmen. Ini akan membantu anak-anak memahami pentingnya nilai-nilai ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Fenomena fatherless dan praktek bare minimum sebagai ayah menyoroti pentingnya kehadiran dan keterlibatan ayah dalam kehidupan anak. Seorang ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendukung emosional, pendidik, dan teladan bagi anak-anaknya. Memahami peran ini dan melampaui batasan tradisional dapat memberikan dampak positif yang besar bagi perkembangan anak.

Referensi

  1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Anak di Indonesia 2023. BPS. Retrieved from [bps.go.id]
  2. Wibowo, A. (2023. Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak: Menyeimbangkan Karir dan Keluarga. The Conversation. Retrieved from [theconversation.com]
  3. Prasetyo, D. (2023). Mengenal Konsep Bare Minimum dalam Peran Ayah dan Dampaknya pada Anak. KOMPAS. Retrieved from [kompas.com]
  4. Kurniawan, H. (2023). Stereotip Gender dalam Pengasuhan Anak dan Dampaknya pada Hubungan Ayah-Anak. Detik. Retrieved from [detik.com]
  5. Nurhadi, A. (2023). Pentingnya Edukasi Peran Ayah dalam Pengasuhan Anak. Liputan6. Retrieved from [liputan6.com]
  6. Rahmawati, L. (2023). Pengaruh Keterlibatan Ayah terhadap Keterampilan Sosial Anak. Republika. Retrieved from [republika.co.id]
  7. Setiawan, D. (2023). Peran Ayah Sebagai Model Peran Positif dalam Keluarga. Kompasiana. Retrieved from [kompasiana.com]
  8. Wijayanti, F. (2023). Bare Minimum Parenting: A New Challenge for Modern Dads. Detik. Retrieved from [detik.com]
  9. Saraswati, N. (2023). The Role of Fathers in Emotional Development of Children. Republika. Retrieved from [republika.co.id]
  10. Nugraha, B. (2023). Understanding the Bare Minimum Role of Fathers in Modern Society. CNN Indonesia. Retrieved from [cnnindonesia.com]
  11. Handayani, L. (2023). The Impact of Absent Fathers on Children’s Academic Performance. The Jakarta Post. Retrieved from [thejakartapost.com]
  12. Gunawan, M. (2022). The Impact of Fatherless Families on Child Development. The Jakarta Post. Retrieved from [thejakartapost.com]
  13. Ramadhan, S. (2022). Ayah dan Keterlibatan Emosional dalam Pengasuhan Anak. Tribun News. Retrieved from [tribunnews.com]
  14. Susanto, T. (2022,). Dukungan Ayah dalam Pendidikan dan Pengaruhnya pada Prestasi Anak. The Jakarta Post. Retrieved from [thejakartapost.com]
  15. Safitri, R. (2022). Fatherless and the Long-term Impact on Children. Liputan6. Retrieved from [liputan6.com]
  16. Hidayat, R. (2022). Balancing Work and Family: How Fathers Can Get Involved in Childcare. The Conversation. Retrieved from [theconversation.com]
  17. Wahyuni, A. (2022).The Importance of Father’s Emotional Involvement in Child Development. Merdeka.com. Retrieved from [merdeka.com]
  18. Paruntu, G. (2021). Fenomena Fatherless di Indonesia dan Dampaknya pada Anak. KOMPAS. Retrieved from [kompas.com]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *