Energi Negatif Mudah Menular, Begini Cara Menangkalnya

Menghadapi badai emosi orang lain tanpa ikut terseret arus, sekaligus belajar menebarkan energi positif di sekitar kita.

Energi Negatif Mudah Menular (foto: freepik.com)
Energi Negatif Mudah Menular (foto: freepik.com)

Energi Negatif Mudah Menular – Pernahkah kamu merasa baik-baik saja, lalu tiba-tiba suasana hatimu berubah gara-gara orang di dekatmu terlihat muram, marah, atau penuh keluh kesah? Sebaliknya, pernahkah kamu merasa lebih ceria saat bersama teman yang penuh energi dan tertawa lepas? Itu bukan kebetulan semata. Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap lupa bahwa emosi itu mirip virus, ia bisa menular dengan cepat tanpa kita sadari. Bedanya, penularannya tidak terjadi lewat batuk atau bersin, melainkan melalui ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, bahkan energi yang menyertai seseorang. Fenomena ini dalam psikologi disebut emotional contagion, penularan emosi.

Bayangkan kamu sedang antre di kasir, lalu di depanmu ada orang yang menggerutu panjang lebar, wajahnya masam, suaranya tinggi. Meski tidak ada hubungannya denganmu, tiba-tiba dadamu terasa sesak, kesal ikut naik, bahkan tanganmu jadi dingin karena jengkel. Padahal, sebelum itu, kamu mungkin sedang tenang-tenangnya. Hal ini membuktikan betapa rentannya kita terkena “cipratan” emosi orang lain.

Tentu saja, tidak semua penularan emosi itu buruk. Ada kalanya kita ikut tertular bahagia ketika melihat orang lain tertawa, atau termotivasi ketika berada di sekitar orang yang penuh semangat. Namun, yang kerap jadi masalah adalah ketika emosi negatif yang menular. Sebab, jika dibiarkan, ia bisa memengaruhi kesehatan mental, produktivitas, bahkan relasi dengan orang lain.

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa tetap menjaga diri agar tidak gampang terseret arus emosi negatif dari sekitar? Mari kita bahas dengan cara yang sederhana, supaya lebih mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menyadari bahwa emosi memang menular

Langkah pertama yang paling penting adalah menyadari dulu bahwa emosi memang bisa menular. Ibarat sebuah masker, kesadaran ini melindungi kita dari paparan “virus emosional”. Begitu kita paham bahwa suasana hati orang lain bisa memengaruhi kita, kita jadi lebih waspada untuk tidak larut begitu saja. Misalnya, ketika teman kerjamu datang dengan wajah penuh stres dan nada bicara ketus, kamu bisa berkata pada dirimu sendiri: “Oke, ini bukan tentang aku. Dia sedang tidak baik-baik saja, dan aku tidak harus ikut terbawa.”

Kesadaran ini juga membuat kita lebih mudah membedakan mana emosi milik kita, mana emosi hasil “serapan” dari orang lain. Tanpa itu, sering kali kita bingung kenapa mood bisa turun drastis padahal tidak ada alasan jelas.

Menjaga jarak emosional tanpa harus menjauh fisik

Siapa yang kita temui hari ini bukanlah sesuatu yang bisa kita pilih. Di kantor, rumah, atau lingkungan sosial, ada saja orang yang sedang dikuasai emosi negatif. Namun, kita bisa memilih sikap. Salah satunya adalah menjaga jarak emosional. Bukan berarti kita harus menghindar atau kabur setiap kali bertemu orang yang sedang marah, melainkan menjaga agar hati kita tidak ikut terseret.

Sesederhana menarik napas dalam, itulah cara yang bisa dilakukan ketika kita berhadapan dengan orang yang emosinya tengah memuncak. Atau, bayangkan ada “dinding kaca transparan” yang memisahkan energinya dengan dirimu. Dengan begitu, kamu tetap bisa mendengarkan atau menanggapi seperlunya tanpa harus menyerap semua yang ia pancarkan.

Mengatur respon, bukan situasi

Realitanya, kita tak berkuasa mengatur mood orang lain. Kamu tak bisa menuntut atasan selalu ramah, memastikan pasangan selalu sabar, ataupun berharap orang tua tidak pernah mengeluh. Namun, satu hal yang sepenuhnya berada di bawah kendalimu adalah responmu sendiri.

Ketika ada orang melontarkan kata-kata negatif, coba tunda reaksimu sejenak. Hitung sampai tiga dalam hati sebelum menjawab. Itu memberi ruang agar kamu bisa merespons dengan kepala dingin, bukan sekadar memantulkan energi yang sama. Ingat, api tidak akan padam jika dibalas dengan api, tetapi dengan air.

Memelihara energi positif dalam diri

Cara paling ampuh menangkal penularan emosi negatif adalah dengan memperkuat energi positif dalam dirimu sendiri. Layaknya tubuh yang sehat memiliki daya tahan lebih baik terhadap penyakit, hati yang kuat juga lebih sanggup menahan gempuran emosi eksternal.

Ada banyak cara sederhana untuk menjaga energi positif:

1. Mulai pagi dengan rutinitas yang membuatmu bersemangat, entah itu olahraga ringan, musik favorit, atau secangkir kopi hangat yang dinikmati perlahan.

2. Latih diri untuk bersyukur, sekecil apa pun hal baik yang terjadi. Misalnya, bisa sampai di rumah dengan selamat setelah seharian macet pun sudah layak dirayakan.

3. Batasi asupan berita atau konten yang membuat hati penuh kecemasan. Saat terlalu banyak drama di media sosial membuatmu sumpek, itu tandanya sudah saatnya menggunakan fitur unfollow atau mute. Semakin stabil emosi kita, semakin sulit kita “ditulari” hal negatif.

Lingkungan adalah cermin

Ada pepatah yang bilang, “Kamu adalah rata-rata dari lima orang yang paling sering bersamamu.” Ini juga berlaku untuk urusan emosi. Terlalu sering berada di sekitar orang-orang yang pesimis, pemarah, atau tukang mengeluh bisa membuat kita perlahan ikut terbawa suasana. Sebaliknya, bila kita dikelilingi teman-teman yang suportif, hangat, dan penuh semangat, maka energi positif itu akan mengalir kepada kita juga.

Artinya, penting bagi kita untuk selektif memilih lingkungan. Bukan berarti kita harus menyingkirkan semua orang yang sedang sulit atau bermasalah—karena tentu saja, setiap orang punya fase buruk. Namun, jangan sampai kita hanya dikelilingi energi yang membuat jiwa semakin berat.

Seimbangkan dengan hadir di ruang-ruang yang penuh keceriaan, diskusi sehat, atau kegiatan produktif.

Belajar melepaskan

Salah satu alasan kita mudah tertular emosi negatif adalah karena kita terlalu lama “menggenggam” interaksi buruk. Pernah tidak, setelah bertengkar dengan seseorang, kamu terus memikirkannya sepanjang hari? Bahkan, sudah pulang ke rumah pun rasanya masih terbawa? Itu artinya kamu belum belajar melepaskan.

Semakin lama kita menggenggamnya, semakin dalam emosi tersebut tertanam. Belajar melepaskan bisa dimulai dengan hal kecil: menuliskan isi hati di kertas lalu merobeknya, berbicara pada diri sendiri bahwa “ini tidak seharusnya menguasai hariku”, atau mengalihkan energi ke aktivitas yang menyenangkan. Dengan begitu, kita tidak menjadi “penyimpan” emosi negatif orang lain.

Menjadi penular emosi positif

Kalau emosi memang menular, kenapa tidak kita balikkan situasi? Alih-alih hanya menjadi “korban”, kita bisa berperan sebagai sumber energi baik. Senyum yang tulus, sapaan ramah, atau humor ringan bisa jadi “obat” bagi orang yang sedang murung. Tidak selalu harus dengan kata-kata bijak; sering kali kehadiran yang tenang saja sudah cukup menulari orang lain dengan rasa nyaman.

Coba bayangkan, jika setiap orang mulai menularkan sedikit saja energi positif, betapa lebih ringannya suasana kerja, rumah, atau bahkan jalanan yang biasanya penuh klakson.

Penutup

Kehidupan ini tidak pernah bebas dari orang-orang yang sedang dikuasai emosi negatif. Itu bagian alami dari interaksi manusia. Namun, bukan berarti kita harus terus-menerus ikut terseret. Dengan kesadaran, kemampuan menjaga jarak emosional, memilih respon bijak, memperkuat energi positif, serta belajar melepaskan, kita bisa tetap menjaga hati tetap tenang meski dunia di sekitar sedang gaduh.

Ingat, emosi itu memang menular. Kalau begitu, pastikan dirimu tidak hanya sekadar penerima, tetapi juga penyebar kebaikan. Karena pada akhirnya, suasana hati yang kita rawat bukan hanya bermanfaat untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain yang kita temui. Dan siapa tahu, dari satu senyum kecilmu hari ini, ada hati yang ikut sembuh.

Referensi:

https://sulsel.idntimes.com/life/inspiration/5-langkah-simpel-menghindari-penularan-emosi-negatif-c1c2-01-n6y8c-2nhy5h

https://www.issup.net/id/knowledge-share/resources/2019-11/penularan-emosional-semua-yang-perlu-anda-ketahui

https://www.cxomedia.id/wellnes/20231125100007-18-179750/bisakah-emosi-kita-menular-pada-orang-lain

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *